Aku sudah sampai di ujung pertemuan. Perkenalan lama dengannya membuatku lupa tentang adanya perpisahan sebab terlalu menikmati setiap waktu dengannya. Tak terasa waktu yang kulalui dengannya selama kurang 6 bulan menyisakan kenangan yang tak berani untuk kukenang. Harapku ia tetap di sini agar tak ada satupun kisahku yang kemarin untuk kuingat. Namun ada pertemuan ada perpisahan.Ada saat sesorang perlu memilih jalan hidup yang terbaik untuk masa depan yang gemilang dan ada saat seseorang yang lain memilih untuk tetap bertahan. Agata telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di SMA Pelita. Ia ingin melanjutkan pendidikannya ke luar negeri tepatnya di Korea Selatan.
Sekolah Khusus untuk mahasiswa yang bercita-cita smenjadi seorang atlet. Tak seperti malam kemarin yang begitu hangat, kini tubuhku merintih kedinginan sebab tak kuasa membayangkan hari esok yang tanpa dirinya.
Hpku tengah berdering di meja belajarku, rupanya panggilan dari Agata. Namanya yang tertulis dalam panggilan itu tak membuatku berpikir panjang untuk mengangkatnya.
"Safa, Agata tuh menelpon." Aku sedang sibuk membaca buku. Sampai-sampai Hpku yang bordering tak sempat kudengar. Akhirnya Sifa mengingatkanku dan melihat nama panggilan yang sedang memanggil ponselku.
"Tolong ambilkan Sifa." Aku meminta pada Sifa untuk mengantarkan hpku ke tempat tidurku.
...
"Halo, ada apa Agata." Kataku padanya.
"Safa aku mau bilang sesuatu sama kamu." Jawabnya padaku. Aku sempat tak bertanya padanya tentang sesuatu yang ingin dia katakan. Sempat terjadi keheningan pada obrolan yang sedang berlangsung.
"Mau bilang apa Aga?" akhirnya aku bertanya.
"Kamu sanggup gak kalau nanti kita LDR-an?" Agata langsung berkata tanpa basa-basi. Aku menjauhkan handphoneku dari telingaku setelah mendengarnya berucap. Aku memikirkan tentang kemungkinan kepercayaan yang terus berlanjut.
"Emangnya kamu mau lanjut dimana Agata?" Tanyaku padanya setelah aku kembali mendekatkan ponselku ke telingaku.
"Nggak jauh kok cuma di Korea Selatan." Jawabnya sambil terkekeh pelan.
"Aku sih terserah kamu. Kalau bunda kamu?" Aku bertanya tentang keluarganya.
"Aku, bunda dan ayah akan berangkat ke Korea Selatan, seminggu lagi." Jawabnya.
"Oh iya. Sudah dulu ya. Aku lagi belajar nih." Kataku padanya. Tanpa menunggu jawabannya aku langsung mematikan handphone dan terdiam. Agata tahu bahwa aku merasa berat jika harus berjauhan dengannya namun dia merasakan yang sama denganku.
Ah no! I don't think I need to know about this anymore. Now new lessons have begun. Another year I will determine my own future. It's time to focus on getting ready to prepare for more difficult times. Maybe it's a time that makes me escape remorse. It's not time to relax anymore.Oh God, bring back the focus that I once left. Focus on one goal that is make my parents happy
Hari ini aku dan Sifa kembali masuk ke sekolah. Sekolah ini mulai sepi sebab semua murid kelas XII sudah menyelesaikan pendidikannya. Tak sengaja aku bertemu dengan Hanifan dan menanyakan kepadaku tentang hal yang sulit untuk kuberi jawaban.
"Safa, apakah kamu masih sering bertemu dengan Agata yang sudah jarang ke sekolah." Tanyanya padaku dalam perjalananku menuju ke kelas.
"Nggak tapi kami sering video call-an dan chat-chat-an gitu." Jawabku sinis.
"Sebentar Agata menyuruhku datang ke rumahnya. Hitung-hitung untuk pertemuan terakhir." Kataku pada Hanifan dengan tersenyum dan mata yang berkaca-kaca. Hanifan tidak melanjutkan obrolan sebab heran dengan perkataanku.
Selama pelajaran berlangsung di otakku hanyalah terpikirkan dengan untuk bertemu Agata selepas pulang sekolah. Aku tak sabar untuk menyelesaikan pelajaranku hari ini.
Kring..Kring. bel berbunyi panjang pertanda waktu belajar telah usai. Aku segera menuju ke depan sekolah untuk menunggu kedatangan Agata. Selama 10 menit aku menunggu di sini namun Agata belum datang juga dan akhirnya aku mendapat pesan whatsapp dari Agata.
Tut.tut. "Kamu kesini sendiri aja yah, wel <3. Soalnya aku lagi mengantar bunda mengambil pesanan bajunya yang ada di toko. Kalau kamu menunggu sampai sejam-an itu."
"Oke deh." Aku menjawab. Saat aku membalas chat dari Agata motor Hanifan lewat di hadapanku. Ketika dia melihatku, ia menegurku.
"Safa, Agata akan menjemput?" Hanifan bertanya padaku.
"Kayaknya Agata nggak bisa deh. Aku naik taxi aja kali." Jawabku padanya.
"Sini, biar aku yang mengantar kamu kesana. Tapi Sifa kemana?" Hanifan menawarkanku.
"Tapi gratis ni? Sifa sudah pulang duluan." Tanyaku padanya dengan bercanda.
"Iya naik aja." Hanifan yang mengantarku ke rumah Agata.
...
Aku mengetuk pintu rumah Agata dan yang membukanya adalah mbok Ratih.
"Safa!" Mbok Ratih memelukku. "Mbok kangen banget Safa." Mbok Ratih berkata sambil menyentuhku dan terharu. "Sifa kemana?" Aku belum menjawab sapaan dari mbok Ratih tapi ia tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan.
"Iya mbok. Safa juga." Jawabku atas rasa harunya. "Sifa di rumah mbok." Jawabku lagi.
"Mbok apa kabar?" Tanyaku pada mbok Ratih.
"Alhamdulillah mbok baik-baik saja Safa." Kami saling mengobrol di ambang pintu Agata.
"Eh kamu pasti mau menemui Agata, kan? Tuan Agata belum pulang. Dia lagi mengantar bundanya ke toko." Mbok Ratih berkata tanpa bertanya padaku.
"Iya mbok, Safa tahu kok. Agata juga memberi ahuku tentang itu." Kataku pada mbok Ratih.
"Ya sudah Safa menunggu di dalam saja." Mbok Ratih menyuruhku untuk masuk ke dalam rumah Agata.
"Mbok boleh nggak Safa masuk ke dalam kamar Agata?" Aku meminta izin pada mbok Ratih.
"Oh boleh Safa. Kalau kamu mah Agata nggak bakalan marah. Kamarnya Agata ada di sebelah kanan dekat tangga." Mbok Ratih mengizinkan dan memberi tahuku kamar Agata.
Saat aku telah menemukan kamarnya. Aku melihat satu foto yang bergambarkan aku dan dia saat dia menyatakan perasaannya padaku 6 bulan lalu dan digambar itu aku melihat ada tulisan ILY my Safa bawel. Aku tersenyum melihat gambar itu sebab mengingat kisahku sebelum kemesraan yang tergambar dalam foto itu.
Di dekat foto itu aku melihat sebuah kertas yang merupakan bukti ia telah mengirim sebuah surat. Di kertas itu tertulis alamat rumahku dan kisaran uang tunai yang ia kirim. Tiba-tiba aku mengingat cerita ayah waktu kami diusir dari kontrakan. Ternyata pengirim itu adalah Agata. Perasaanku jadi tak enak.
Aku takut jika selama ini Agata hanya mencintaiku karena alasan rasa kasihan semata. Aku tidak menerima kebaikannya kali ini, dia tidak pernah menceritakan semua ini kepadaku. Bisa jadi ia juga yang melunasi sppku kemarin. Aku langsung berlari meninggalkan kamarnya dan bergegas untuk pulang.
"Safa ada apa?" MbokRatih bertanya padaku di tengah pelarianku. Namun aku tidak menjawab. Di luar rumahnya, iapun baru sampai dan turun dari mobilnya dan melihatku pulang. Aku ingin berbicara sedikit dengannya.
VOMMENT

KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Impian
Teen Fiction"Agata!" Aku menyebut nama si pemilik rumah. "Safa!" Dia juga menyebut namaku. "Oh, sis. Dia yang sering aku ceritakan kepadamu." Agata berkata pada Carolin. Agata mendekatku dan melihat diriku yang telah hijrah. ...