Masuklah kami ke dalam Gelora Bung Karno. Masing-masing masuk ke ruangannya sesuai cabang olahraga yang ia bawa. Aku dan Sifa masuk ke gedung pertandingan bulu tangkis. Sebelum kami bertanding, Galih sebagai pemain tunggal pria lebih awal bertanding melawan pemain tunggal pria juga yang dari SMA Kartini.Galih bermain sebanyak 3 babak. Babak awal ia menang, babak kedua ia kalah, namun di babak ketiga ia menang lagi. Dengan ini, ia menang dengan score 2-1. Selanjutnya, pemain tunggal wanita yang bernama Dyandra.
Dyandra bermain dengan sangat tenang namun ternyata ketenangannya tidak membuatnya menang. Hanya dalam 2 babak ia sudah dikalahkan oleh wanita yng berasal dari SMA Kusuma.
Saatnya aku dan Sifa bertanding. Aku dan Sifa merasa deg-degan. Kali pertama ikut dalam sebuah pertandingan, membuat kami tidak memiliki pengalaman lebih namun aku dan Sifa saling menyemangati. Sebelum turun ke lapangan, sejenak kami berdo'a.
"Safa kamu harus semangat!!. Sifa berkata padaku.
" Kamu juga!. Aku membalas perintah dari Sifa. " Allah akan selalu bersama kita. Jadi, kamu gak perlu takut sama siapapun di sini." Aku menyarankan Sifa.
"Oke. Siap!!" Sifa hormat di depan mataku dan tersenyum. Kamipun segera turun ke lapangan. Kami akan melawan pemain ganda wanita yang berasal dari SMA Kusuma. Dengan sangat tenang kami bertanding namun menggigit. Ketenangan kami berhasil membuat kami mengalahkan pemain dari SMA Kusuma hanya dalam 2 babak.
Kami mendengar penonton memberi kami tepukan tangan yang meriah ketika poin terakhir yang kami kejar mati-matian. Kami tersenyum lebar melihat sekeliling kami. Aku dan Sifa melempar raket kami karena rasa tidak menyangka akan kami yang memenangi olimpiade bulutangkis bagian pemain ganda wanita. Kami lalu bersujud syukur di hadapan para penonton.
Kami tidak bisa membayangkan reaksi mama dan papa setelah mengetahui berita ini. Aku dan Sifa lalu bangun dari sujud kami dan berpelukan sambil menangis bahagia. Perjuangan yang pernah kami lewati meskipun terasa pahit, Allah memberikan kami hadiah yang luar biasa.
Olimpiade pencak silat tetap diraih oleh Hanifan dan Pipit. Mereka sudah menjadi kepercayaan sekolah sejak setahun lalu. Dengan begitu tambahan 2 medali untuk sekolah kami.
Sayangnya, Fenomena Group kalah dari Electricity Group. Karena Agata yang pada saat latihan ber-ogah-ogahan menyebabkan ia mudah keseleo. Kakinya sempat diinjak oleh pemain dari Electricity membuat group dari Agata lumpuh total. Selama ini kekuatan dari Fenomena Group hanya Agata seorang.
Akibatnya, 1 medali telah gugur lagi. Padahal, tahun ini tahun semestinya Agata tetap mempertahankan kemenangan tim basket sekolah kami. Agata hanya membawa pulang sebuah piala.
"Lihat. Benarkan ucapan aku kemarin. Kita itu bisa mengalahkan tim basket dari SMA Pelita. Meskipun kita tidak menjadi juara umumnya." Fandi berkata di teman-temannya.
"Bapak sangat mengapresiasi kalian." Pembina SMA Kusuma berkata pada muridnya.
Sedangkan 5 medali lainnya diperoleh murid SMA Pelita dari cabor lari menengah, lempar lembing, renang, lompat jauh dan softball.
9 medali yang diperoleh sekolah kami membuat sekolah kami menjadi juara umum 1 Olimpiade Sains Nasional Olahraga. Pak Natsir tidak kecewa dengan perjuangan kami meski harus mengakui kekesalannya pada Agata yang kalah di luar perkiraan.
"Selamat Safa." Agata mengucapkan apresiasi kepadaku dengan mengajakku bersalaman. Walau sebenarnya dia sangat kecewa karena tidak sempat memenangi pertandingannya.
"Di lain waktu aku yakin kamu pasti menjadi juaranya lagi." Aku menguatkan Agata karena aku tahu dia sangat kecewa pada dirinya sendiri dan menyesal karena tidak bersungguh-sunggu ketika menjalani proses latihan.
"Semangat kak Agata." Sifa menambahkan semangat untuk Agata.
"Oke. Aku ini semangat kok. Lihat nih." Agata meyakinkan Sifa kalau dia menerima kekalahannya dengan tersenyum lebar dan merangkul diiku. Akupun ikut tersenyum ke Sifa.
...
"Selamat siang. Kembali lagi bersama Andre dalam Liputan Siang. Sekarang saya berada di Lapangan Gelora Bung Karno. Anda bisa lihat di sana adalah murid dari SMA Pelita yang berhasil menjadi juara umum dalam olimpiade olahraga kali ini. Baik, saya akan bertanya sedikit dengan salah satu peraih medali cabor bulutangkis ganda putri."
"Bagaimana perasaan anda memenangi pertandingan ini?" Reporter itu mewawancarai kami.
"Tentunya kami sangat senang." Kami menjawab.
"Kepada siapa kalian mempersembahkan semua ini?" Repoter menanyakan lagi.
"Mm.. ini kami persembahkan untuk ayah dan mama di rumah." Kami menjawab dengan bersemangat dan mendekat ke kamera.
"Oke terima kasih untuk waktunya." Katanya pada kami. "Demikian laporan saya, saya kembalikan ke studio 5 SCTV."
Mama dan ayah menyaksikan kami yang berada di televisi. Mereka senang dan terharu melihat kami menjadi juara dalam olimpiade ini.
"Mama lihat ana kita! Mereka luar biasa." Kata ayahku pada mama.
"Iya yah. Mama menyesal pernah melarangnya melanjutkan pendidikan." Mamaku menangis dan bersandar di bahu ayahku setelah menyaksikan sebuah berita. "Mama tidak sabar untuk menunggunya pulang. Mama ingin memeluk anak-anak mama." Kata mama tersedu.
Kamipun sampai ke rumah dan memeluk mama dan ayah. Tak hanya mama dan ayah yang ada di rumah, para tetanggakupun telah menunggu kedatangan kami.
"Mama, ayah sudah gak boleh meninggalkan rumah sampai berhari-hari. Karena sekarang Safa dan Sifa sudah punya rezeki. Supaya Safa dan Sifa tidak merindukan ayah lagi." Kami berkata di hadapan ayah dan mama sambil menangis-nangis.
"Iya, nak kalian hebat." Ayahku berkata pada kami sedangkan mama tak sanggup berbicara sebab menahan tangis bahagia.
"Oh iya, mama. Safa dan Sifa mau memberi kalian hadiah."
"Apa itu, nak?" Mama berkata. Akupun memperlihatkan dua tiket umrah gratis, sebenarnya ini untuk aku dan Sifa tapi kami memutuskan untuk memberikan ini kepada orang tua kami saja.
TBC,
KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Impian
Teen Fiction"Agata!" Aku menyebut nama si pemilik rumah. "Safa!" Dia juga menyebut namaku. "Oh, sis. Dia yang sering aku ceritakan kepadamu." Agata berkata pada Carolin. Agata mendekatku dan melihat diriku yang telah hijrah. ...