-Negeri Impian-

30 2 0
                                    


SIFA'S POV

"Kami sampai juga di restoran. Aku tak kuat terus berlama-lama di mobil Agata. Aku akan menjadi apa nantinya? Jika terus menjadi pengawal di tengah-tengah mereka. Melihatnya, membuatku ingin juga seperti mereka yang tak mungkin kutemui. Jangankan nama cowoknya, ada dalam mimpikupun hampir tak pernah." Isi hati Sifa yang tergambar dalam raut wajahnya.

SAFA'S POV

Belum menyimpan tas aku sudah diperintah oleh Gunawan mengambil panci di dapur. Sedangkan Agata sedang berbincang dengan pak ketua restoran. Aku langsung saja masuk ke dapur dan mengambil panci kosong sesuai perintah dari Gunawan. Aku melihat di meja hanya ada 1 panci di situ dan kuambillah panci itu dengan memegangnya rapat-rapat. Tanganku seperti tebakar memegang panci itu hampir saja kulit telapak tanganku melengket dengan panci itu.

"Aaaaaaa." Aku berteriak karena tanganku yang seperti terbakar terasa sampai menusuk dadaku. Kulemparnya panci yang kupegang dengan tanganku yang lain menggunakan kain. Suara panci yang jatuh membuat bising restoran. Agata yang mengingat kalau aku berada di dapur dan letak suara yang berteriak itu di dapur lantas tahu sedang terjadi sesuatu padaku.

"Safa!" Agata langsung menuju ke dapur. Sifapun kaget dan ikut di belakang Agata.

"Aw..sakiiiit." Aku merintih kesakitan sambil meregangkan jari jemariku. Agata datang dan melihat kondisi tanganku yang sudah memerah akibat menahan panasnya panci yang mendidih.

"Gunawan!Gunawan! Tolong ambilkan perban di kotak. Cepat ya!" Agata memerintah anggotanya untuk cepat bergerak. Agata sudah amat cemas dengan tanganku dan juga merasa sakit karena aku yang menangis sebab perihnya menahan panas.

Agata menyuruhku untuk duduk dan Agata memasangkan perban ke tanganku. "Tahan yah." Kata Agata lemah lembut padaku. Akupun berusaha tenang untuk menahan perihnya tanganku. Perlahan-lahan Agata memutar-mutar perban ke tanganku agar mengenai semua telapak tanganku yang terkena didihan panci.

Setelah memberikan perban pada tanganku, Agata tidak meninggalkanku. Dia duduk di sampingku dan mengajakku mengobrol agar aku bisa melupakan sakit yang kurasakan. Sifa tidak mendekatku karena dia mengerti Agata telah ada di sampingku. Ia yakin dengan adanya Agata di sampingku, maka aku akan baik-baik saja.

"Makanya bocah kalau mau mengerjakan sesuatu itu hati-hati. Diperiksa dulu. Jangan langsung diambil aja itu barang." Agata menasehatiku sambil mengelus-elus kepalaku.

"Iya. Aku minta maaf Agata." Jawabku atas nasehatnya.

Agata tahu bahwa peristiwa ini terjadi secara sengaja. Agata tahu siapa yang sudah merencanakan niat busuk ini. Agata meminta izin kepadaku. Ia mengatakan bahwa ia ingin berbicara pada pak ketua sebab belum sempat menyelesaikan perbincangannya tadi. Agatapun keluar dari ruang dapur setelah mengecek keadaan ku yang sudah membaik.

"Firda!Firda!Firda!." 3 kali pak ketua memanggil Firda. Pak ketua sedang berada di depan kasir.

"Iya pak." Firda menjawab setelah sampai di depan kasir.

"Silahkan anda keluar dari restoran ini karna saya telah memecat anda." Pak ketua berkata di hadapan Agata dan Agata menyaksikan terpecatnya Firda. Aku yang baru keluar dari ruang dapur dan melihat mereka tak tega mendengar jika Firda harus dipecat.

"Kenapa kak Firda dipecat pak?" Aku ingin mengetahui alasan dipecatnya Firda. Semuanya diam sejenak. Setelah 30 detik barulah Agata menjawab pertanyaanku.

"Dia yang membuat tangan kamu seperti itu. Sebelum kamu datang dia sedang mendidihkan air panas selama 50 menit. Saat kamu sudah tiba di sini, dia mengangkat panci itu dan membuang air di dalamnya dan menyimpannya di tempat saat kamu menemukan panci itu." Agata menjelaskan padaku tentang kesalahan kak Firda. Aku yang belum yakin, menanyakan ulang di kak Firda.

"Itu benar kak?" Tanyaku padanya.

"Iya Safa. Maafkan saya. Saya tidak sengaja melakukan ini." Firda menjawab dengan penuh penyesalan. Aku tak tahu kesalahan apa yang aku perbuat hingga kak Firda tega melakukan hal ini kepadaku. Perbuatannya telah membuat tanganku sakit parah.

"Aku maafin kak Firda kok. Kalian gak usah memecat dia." Kataku di hadapan Agata dan pak ketua.

"Makasih Safa." Kak Firda yang terharu mendengar ucapanku langsung memelukku.

"Apaan sih kamu Saf!' Agata menegurku.

"Aku sudah maafin dia kok."

"Terserah kamu." Agata meninggalkan restoran. Aku mengejarnya dan menghentikan kepergiannya. "Agata!" Aku menarik tangannya dari belakang. Diapun ingin mendengarku. "Apaan lagi sih Safa." Katanya jenuh padaku. "Balik Agata. Gak baik berlaku seperti itu di depan orang. Sekarang kamu kesana dan bilang kalau kamu gak jadi memecat kak Firda." Aku memerintah Agata.

"Baik nona." Agatapun balik ke tempat yang tadi dan meminta maaf pada Firda. Agata menyuruh pak ketua untuk mencabut laporan terpecatnya dia.

"Tuan Agata tidak jadi memecat kamu tapi dia ingin kamu tidak mengganggu hidup pacarnya lagi." Pak ketua berkata pada Firda.

Aku menyaksikan mereka dari sini. Entah Agata telah mengatakan atau tidak yang jelas yang aku lihat kak Firda menjongkok di hadapan Agata. Aku yang tidak suka Agata membiarkan kak Firda seperti itu langsung aku dekati dan menyuruhnya berdiri.

"Sudah kak. Agata maafin kak Firda kok." Kutuntunnya kak Firda berdiri.

"Mba saya mau pesan." Hanifan berada di belakang kami. Kami menghadap ke belakang dengan suara orang yang ingin memesan.

"Safa kirain kemarin kamu sudah dipecat di sini." Hanifan berkata setelah melihat orang di depanya tadi adalah aku.

"Iya Nif. Gak jadi dipecat." Kataku pada Hanifan. "Eh Nif kemarin-kemarin kamu kemana saja? Kayaknya kita baru bertatapan muka di hari ini deh sejak.." Aku berkata pada Hanifan dengan memikirkan sebuah waktu.

"Dua minggu lalu." Hanifan melanjutkan.

"Oh iya Nif. Terakhir kali kita ketemu waktu aku dan Sifa dipecat kan?" Kataku antusias.

"Iya." Hanifan menjawab semakin tak bersemangat. Aku yang sangat senang karena baru bertemu dengan Hanifan lagi sampai lupa ada Agata di sampingku. "Hmm." Agata tersedak akibat aku yang terlalu bersemangat.

"Bagaimana kita jarang bertemu Safa kalau sekarang harimu telah disibukkan dengan hadirnya dia di sisimu." Hanifan berkata dalam hati dengan melihatku tersenyum bahagia.

"Kamu mau pesan apa Nif?" Aku bertanya tentang pesanan yang belum sempat dikatakannya tadi. "Hanif?" Aku melambaikan tangan di depan wajahnya sebab dia yang tidak kelihatan fokus saat kuajak berbicara.

VOMMENT

Negeri Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang