-Negeri Impian-

26 2 0
                                    

"happy reading"

SIFA'S POV

"Safa, Kamu ingat gak? Cowok yang sudah merusak sepeda ini?" Aku bertanya diperjalanan dengan mengeraskan suara.

"Apaan sih Sif. Kok malah nge-bahas dia." Jawabnya cemberut mendengar petanyaan Sifa.

"Cuman nanya kok. Tumben batang hidungnya gak kelihatan hari ini. Ceritanya mau ngucapin terima kasih untuk calon...." Aku tidak melanjutkan sementara tersenyum manis di belakang

"Ngomong-ngomong dia pria yang baik buktinya dia mau bertanggung jawab, Saf." Aku melanjutkan dengan ceplas-ceplos.

"Calon apa sih, Sif? Sembarangan aja. Aku gak suka kamu memuji dia di dekat aku."

SAFA'S POV

Aku semakin cemberut mendengar pujian tak berharga dari Sifa. Jika aku benci, aku akan tetap benci baik di depan dia ataupun di belakang dia. Aku tak pernah mengakui jika aku mendamba-dambakan dirinya. Saking marahnya, aku mempercepat laju sepedaku.

"Awas aja kalau sampe jatuh cinta. Aku adalah orang pertama yang akan menertawaimu." Kata Sifa dengan memperkecil suara. Biar udara yang akan mendengar ucapannya. Dia berharap suaranya akan dibawa keliling sehingga siapapun yang mendengarnya akan mendo'akannya.

"Ini yah tempatnya. Baru kali ini, kita dapat job di tempat se-mewah ini + jadi pelayan sehari dengan gaji memuaskan." Kata Sifa, kembaranku terkagum-kagum.

"Ini namanya rezeki. Datangnya tiba-tiba dan kadang-kadang." Safa melanjutkan.

"Udah masuk yuk!"

Ketika kami masuk ke dalam restoran itu, kami bertemu dengan salah satu pelayan yang juga bekerja di warkop tersebut. Dia menanyakan soal kami. Berhuubung ini hari pertama kami, tentu kami belum tahu banyak tentang tempat kerja kami. Kami butuh se-orang di dalam sini untuk memberi sedikit penjelasan kepada kami.

"Kalian yang namanya Safa dan Sifa ya?" Tanya pelayan wanita yang kelihatan feminim banget.

Ini benar-benar kenikmatan haqiqi, aku dan kembaranku baru injakin kaki di sini 5 menit yang lalu. Tapi mereka sudah tahu tentang pelayan baru yang akan bekerja di sini. Itu tandanya kami benar-benar orang yang dibutuhkan. Terbukti karena ketua restoran ini yang langsung menghubungi kami.

"Iya, kami berdua." Jawabku pada pelayan wanita sambil tersenyum gak enakan.

"Oh iya. Namaku Firda." Pelayan itu membalas senyuman dari kami tanpa sedikitpun kelihatan ragu. Terlihat dari garis bibirnya.

"Hi, kak Firda." Kami menyapa.

"Heh, aku juga pekerja baru di sini. Aku baru lulus dari SMA 2 bulan lalu. Kalian tidak usah panggil saya kakak, Firda saja." Firda terkekeh pelan saat dipanggil kakak oleh kami.

"Okelah Fir-da. Firda." Respon ku kepada Firda atas ucapannya. Aku mengasah otakku agar bisa menghilangkan kata kakak di depan kata Firda. Rasanya gak sopan jika aku memanggilnya tanpa sebutan kakak. Tapi, selama orangnya tak keberatan maka kami akan fine-fine aja.

Firda juga menjelaskan perihal kami yang dipanggil bekerja untuk sehari saja. Katanya, 2 pelayan di sini sedang izin pulang kampung untuk sehari. Sementara, tidak ada pengganti pada posisinya. Masing-masing pekerja di sini sudah memiliki bagian tersendiri di restoran ini. Maklum, restorannya sangat besar dan selalu ramai pengunjung.

Di restoran ini kamu bisa menemukan jenis makanan yang sama dengan restoran lainnya. Tapi pada proses penyajiannya tentu beda dengan yang lain. Restoran ini termasuk restoran termahal di Jakarta. "Katanya sih" Restoran ini juga menyajikan beberapa makanan khas dari Korea. Bagi kalian pecinta makanan Korea silahkan datang ke restoran ini sekarang juga. Nanti kehabisan loh. Hahaha bercanda kok.

"Tolong bawa pesanan ini ke meja 17." Perintah chef kepada kami yang sedang menyajikan makanan ke piring pada pesanan yang lain.

Gila...baik bener chef ini. Sudah tahu kalau kita sama-sama bekerja di sini dapat bayaran yang beda-beda, memerintah saja masih pakai kata minta tolong. Aku merasa paling beruntung di dunia ini. Tapi, hanya untuk hari ini. Gak tau deh untuk esok yang lain. Dalam hatiku berbicara saat mengantarkan pesanan ke meja 17. Diriku ini seperti sedang menari-nari di udara terbuka, tapi aku sedang tidak menari. Faktanya, memang bukan ragaku yang menari melainkan hatiku yang sedang menari. Manamungkin bisa terlihat

...

AUTHOR'S POV

"OMG, Clar." Wilda membuka mulutnya dengan panjang hingga 5 cm kok ada yah manusia kaget sampai segitunya. Manusia yang terkena sakit jantungpun tidak akan seperti itu. Paling dadanya yang mereka elus bukan mulutnya yang dibuka panjang. Mungkin saja penyakit manusia ini lebih parah dari sakit jantung. Wkwkw

"Apaan sih, Wil. Makanan ini tuh enak banget. Udah deh jangan ganggu aku dulu. Entar aja yah." Celoteh dari Clara kepada Wilda sambil mengambil mie dari mangkuknya dengan menggunakan sumpit lalu dimasukkannya ke dalam mulutnya.

"Ih lihat dulu Clar.. nanti kamu nyesel loh kalau gak nge-lihat." Cerengek Wilda kepada Clara dan langsung membalikkan kepalanya ke samping. Awalnya, Clara menutup matanya karena takut dibohongi oleh Wilda.

"Aduh Clara matanya dibuka dong, gimana caranya loe bisa nge-lihat kalau mata loe, loe tutup bego. Tuh lihat tuh fokusin mata loe di situ tuh di situ."
🔜

Negeri Impian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang