Tiga

39.7K 2.3K 16
                                    

Ibu dari satu anak itu memijit keningnya yang tiba-tiba terasa sakit. Entah kenapa setiap murid yang masuk dalam ruang BK hanya itu-itu saja. Demi apa pun Vania sudah bosan dengan alasan serta orangnya juga.

Jadi sekitar tiga puluh menit yang lalu Vania seperti biasa, selalu berjalan mengelilingi Sekolah Menengah Atas guna mencari murid yang masih berkeliaran di luar di jam pelajaran. Awalnya dia membuang nafas lega karna tidak ada murid yang akan masuk BK hari ini, saat melewati kantin ia melihat lima orang murid yang duduk santai di sana lalu ia menghampiri mereka dan jadilah mereka semua ada di ruang BK.

Vania kembali menatap satu persatu dari tiga remaja laki-laki dan dua remaja perempuan yang saat ini tengah menunduk takut. Kadang, dia heran mereka tahu takut tapi masih di ulang.

"Jadi, sekarang apa alasan kalian selalu cabut pada mata pelajaran Ekonomi, apa kalian buat janji untuk selalu cabut?" tanya Vania tegas.

"Ngga Bu!"

"jadi apa alasannya kalian? Bayu, Raka, Zio." Vania menyebut ke tiga anak laki-laki sambil menatap mereka, lalu menghela nafas kasar begitu tatapannya bertemu dengan dua anak perempuan. "Astaga, Cika dan Rachel, kalian bedua-"

"Kami tidak di bukain pintu oleh Guru Bu," ucap Cika cepat yang di angguki Rachel.

"Itu karna kalian terlambat masuk, apa saya benar?" tanya Vania, membuat dua gadis itu menggeleng.

"Bukan Bu, tapi kami..." Rachel melirik Cika Ragu. "Lupa bawa buku tugas."

"Astaga, pantas saja!" ucap Vania dengan suara keras yang membuat ke tiga anak laki-laki yang ada di sana tertawa kecil. "Apa yang lucu? Kalian bertiga tidak lebih baik dari pada Cika dan Rachel!"

Ke tiga anak nakal itu langsung diam dengan saling melirik sambil menahan tawa. Vania hanya menggeleng dan membuka buku hitamnya.

Vania mendongak untuk menatap ke tiga anak laki-laki itu. "Jadi, kenapa kalian ada di kantin padahal sudah memasuki jam pelajaran?"

"Kalau saya lapar Bu, makanya saya pergi ke kantin. Tapi baru satu sendok masuk ke dalam mulut tiba-tiba belnya bunyi." Jelas Bayu, remaja yang walaupun terlihat seperti malaikat, tapi dari ke dua temannya dia yang paling banyak catatan poinnya tapi belum di bayar.

"Memang kamu tidak sarapan pagi?"

"Saya tidak sekaya yang lain Bu, pagi-pagi orang tua saya langsung berangkat kerja, sedangkan saya sebagai anak baik tidak mau menyusahkan mereka."

Banyak alasan ucap Vania dalam hati sambil menggeleng . Menurut Vania apa yang di katakan Bayu bukan alasan yang masuk akal di banding hidup Bayu, hidup Vania jauh lebih susah.

"Lalu yang lainya?"

"Saya karna melihat sahabat saya makan sendirian makanya saya temani, Bu. Kasihan, kelihatan kalau dia itu jomblo Bu!" celetuk Raka asal yang langsung di pelototi Vania.

"Masih sempatnya bercanda!" Vania menggelengkan lalu mengalihkan pandangan pada laki-laki satunya lagi. "Terus kamu?"

"Saya masuk kelas kok Bu, cuma keluar lagi untuk mencari Bayu dan Raka. Jujur ya Bu, tanpa mereka saya rasa ada yang kurang."

"Iya, masuk lalu permisi ke toilet dan tidak kembali ke kelas. Kamu tahu saya dan guru lain pikirannya apa?" lanjutnya dengan nada jenaka juga. Vania perbaiki mereka juga harus di balas dengan cara yang sama.

"Apa Bu?"

"Apa itu Bu?"

"Jadi saya seterkenal itu Bu?"

Tanya mereka bertiga bersamaan membuat Vania menghela nafas kasar.

"Kamu pacaran ya sama toilet? Kok nyaman banget lama-lama di sana," ucapnya. Seketika suasana yang tadinya canggung berubah penuh oleh gelak murid karna lelucon Vania, tapi tawa itu hanya bertahan sebentar karna terdengar bunyi bruk! Dari benda yang di pukul di atas meja.

"Siapa yang melucu? Itu jelas kelakuan kalian terutama kamu Zio!" ucap Vania tegas lalu menoleh pada kedua perempuan yang juga ikut tergelak.

"Kalian juga, tidak perempuan tidak laki-laki atau perempuan ternyata sama saja!" tagas Vania. "Kalian udah kelas tiga, bentar lagi mau pergi dari sekolah ini, tapi alih-alih meninggalkan contoh yang baik kalian malah memberikan contoh yang buruk!"

Vania kembali menatap semua murid di ruangannya lalu menggelengkan kepala. "Cika, Rachel, udah ya, cukup kali ini saja. Saya tahu kalian berdua anak yang baik."

"Kami ngga akan mengulanginya lagi Bu," ucap Rachel juga mewakili Cika yang mengangguk. "Tapi orang tua kamu tidak di panggil karna ini kan Bu?"

"Iya Bu, orang tua kami tidak akan tahu kan?" tanya Cika tak kalau khawatirnya.

Vania yang menulis poin di atas nama Cika menggeleng. "Tidak, karna ini baru yang bertama. Tapi kalau kalian masih mengulanginya sampai lebih dari lima kali seperti mereka, jadi dengan terpaksa Ibu bersama kepala sekolah akan panggil orang tua kalian."

"Jangan Bu!"

"Iya, jangan Bu. Kami tak akan mengulanginya lagi."

"Tidak akan selama kelakuan kalian baik." Vania mendongak dan tersenyum kecil pada dua murid perempuan. "Ya sudah, kalian boleh keluar."

Setelahnya kedua perempuan itu keluar meninggalkan Vania dan ke tiga anak laki-laki yang saling melirik. Ibu dari satu anak itu pura-pura tidak tahu keinginan mereka dengan sibuk menulis di buku hitam.

"Hm... bu, bagaimana dengan kami?" tanya salah satu dari ke tiga anak itu.

"Bagaimana apa?" tanya Vania masih pura-pura tidak tahu.

"Bu, kami juga mau keluar dari sini." Jelas Bayu.

"Oh jadi kalian mau keluar?" Vania menatap mereka. "Nanti aja ya tunggu kepala sekolah datang, biar kalian keluar sama-sama."

"Bu, jangan gitu Bu. Maafkan kami Bu, kami ngga akan membuat masalah lagi," ucap Zio ketakutan.

"Minggu lalu kamu juga mengatakan hal itu loh Zio," ungkap Vania langsung membuat anak itu terdiam dengan wajah pucat.

Diam-diam Vania kasihan dengan ketakutan yang di rasakan anak itu, tapi untuk saat ini dia tak punya pilihan lain. Ke tiga anak itu harus di beri sedikit pelajaran agar berubah, setidaknya beberapa bulan sebelum lulus sekolah.

"Gimana ini? Bunda kemarin sudah di marahin ayah karna kelakuan gue dan gue ngga mau Bunda merasakan hal yang sama lagi." Bisik Zio pada Raka yang dapat di dengar oleh Vania. "Mana tadi gue bohong kasih alasan bohong lagi."

"Rasain, memang siapa suruh lo ikut kami? Gue kan udah bilang mendingan lo di kelas aja untuk kasih alasan ke Guru," balas Raka.

"Tapi gue ngga mungkin jadi pengecut di depan orang yang sudah nantangin gue. Mereka itu sesekali harus-"

"Mati lo berdua kalau Bu Vania dengar." Bayu dengan cepat memotong dengan tetap menunduk sambil mengumpati kedua sahabat bodohnya.

"Kalian ada masalah dengan murid lain?" tanya Vania tiba-tiba tapi tidak mendapatkan jawaban, mereka hanya diam dengan terus menunduk. "Atau jangan bilang kalau kalian yang penyebab dari kekacauan yang terjadi di kelas dua balas IPA satu?"

Diam adalah jawaban yang sebenarnya menurut Vania.

Pilihan Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang