Tujuh

27.4K 1.7K 4
                                    

Pria berusia lebih dari tiga puluh tahun itu mengendarai mobil dengan sesekali mengumpat karna harus keluar di tengah malam seperti ini hanya untuk menjemput sepupu sekaligus sahabatnya.

Sebenarnya bisa saja Raja membiarkan Rio di sana karna sepupunya itu sudah dewasa dan bisa mencari penginapan sendiri, tapi lagi-lagi hati nuraninya tidak bisa menolaknya. Apa lagi setelah mengingat kebaikan ibunya Rio yang di lakukan selama ini padanya.

"Sabar sialan!" ucap Raja pada Rio di balik telepon. Dia masih mengendarai mobil dengan kecepatan yang lumayan tinggi karna jarak antara bandara dan rumahnya lumayan jauh.

Kurang lebih satu jam, Raja sampai di bandara. Dia tidak perlu repot-repot untuk masuk ke lobi cukup dengan menunggu di mobil dan orangnya pasti akan keluar. Benar saja, orang itu sudah kelihatan dengan wajah kusutnya lalu membuka pintu mobil dengan kasar begitu juga dengan menutupnya.

"Sialan lo! Gue tunggu lo di sini udah satu jam. Lo tahu gue ngga suka menunggu orang apa lagi itu di tempat yang terbuka!" ungkap Rio menumpahkan kekesalannya pada Raja.

"Udah di jemput harusnya lo udah syukur," ucao Raja dengan sama kesalnya. "Lagian gue bukan sopir yang bisa lo perintah seenaknya!"

Rio meringis. "Oke, gue memang salah. Tapi lo kan tahu kalau-"

"Gue ngga peduli," potong Raja lalu menyalakan mobil dan meninggalkan bandaran. Dia menyetir tidak secepat tadi karna pasti sampai ke rumah.

"Eh, lo ganti mobil?" tanya Rio baru sadar kalau pelat bersama dengan warna mobil yang di kirim Raja lewat aplikasi pesan berbeda dengan dulu.

"Iya," sahut Raja tanpa menoleh.

"Kenapa kok ganti lagi?" Seingat Rio kalau Raja bukan orang yang hobi gonta-ganti mobil sepertinya, apa lagi kalau benda itu masih layak pakai.

Raja tak langsung menjawab bukan karna tidak dengar, tapi karna tidak mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya. "Bosan aja."

"Ngga mungkin," balas Rio tanpa ragu. "Setahu gue, elo itu bukan orang yang... sial, kenapa harus telepon sih?"

Raja melirik ponsel yang bergetar ada di tangan Rio. "Kenapa di biarkan? Angkat Yo, atau lo mau gue yang-"

"Ngga usah," Rio menekan tombol berwarna merah lalu mematikan benda itu.

"Lo orang yang paling jahat yang pernah gue kenal Yo, masa istri telepon sendiri lo matikan." Raja menggelengkan kepala karna Rio belum juga berubah.

Rio hanya mendengus kemudian menatap kaca jendela mobil. Sementara Raja tidak memaksa sepupunya bercerita, dia hanya fokus ke jalan.

Selama perjalanan mereka tidak mengatakan apapun kedua pria beda status dan beda usia itu selama beberapa bulan itu hanya diam.

"Kenapa lo memilih untuk ke sini?" tanya Raja lebih dulu karna tak bisa mengabaikan rasa penasarannya. "Biasanya lo kabur ke luar negeri atau kota lain yang lebih indah dari sini."

Rio tak langsung bicara hingga melirik Raja. "Gue mencari suasana baru."

Raja masih fokus pada jalan mendengus kasar. "Lo semakin tua bukan makin dewasa tapi makin jadi kayak bocah."

Pilihan Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang