Siang ini Vania ada janji dengan orang tua murid yang satu minggu yang lalu memecahkan kaca sekolah. Kedua orang tua dari anak laki-laki itu terlihat sangat kecewa dengan putranya, tapi untuk melampiaskan dengan mengangkat tangan rasanya tak akan membuat perasaannya tenang."Saya udah capek Bu sama anak ini!" ucapnya setelah menatap Vania. "Sekarang terserah Anda saja, mau seret ke penjara, silakan."
"Ayah!"
"Jangan bicara gitu, Pak." Ucap Vania menenangkan.
"Ya mau gimana lagi Bu? Hidup kami sudah susah, tapi dia tak pernah sadar itu." Ibu dari Riko mulai menangis, membuat Vania juga ikut meneteskan air mata.
Vania tahu bagaimana senang, sedih, patah dan pusingnya memiliki anak. Meskipun putranya masih kecil, tapi sering kali membuatnya patah hanya di sebabkan hal kecil. Tapi setelah mengingat perjuangan dan bahagianya memiliki seorang anak semua rasa itu hilang.
"Ibu, aku-"
"Jangan bicara denganku lagi!"
Riko terdiam lalu menundukkan kepala. Vania menyaksikannya merasa sedikit iba dengan anak itu, tapi langsung di buang jauh-jauh. Dia tak ingin ada Prayoga lain lagi yang membuat dirinya mempermalukan diri sendiri.
"Sebelumnya saya minta maaf, tapi ini bukan hanya tentang uang, Pak, Bu. Tapi karna anak ibu dan bapak sudah tidak sopan dengan guru."
"Saya sebenarnya juga sudah pusing dengannya. Dia.." Ayah Riko menjeda ucapannya lalu menatap putranya marah. "Di rumah kerajaannya main ponsel terus. Kalau paketnya habis dia akan minta uang pada kami dan jika kami bilang tidak ada uang maka dia akan mengatakan mencurinya."
Pria dewasa itu masih menatap anaknya dengan kilat marah yang terlihat di kedua matanya. "Anak ini memang tidak tahu di untung. Saya capek kerja, tapi dia tidak bisa belajar dengan baik dan membuat saya bangga. Ngga perlu dapat juara, mau sekolah saja saya sudah senang."
Vania mendengar cerita ayahnya Riko dengan sesama sesekali dia melirik Riko yang menundukkan kepala tanpa berani menatap ayahnya.
"Kalau dia ngga mau sekolah seharusnya bilang saja kan, Bu? Biar saya ngga perlu susah payah cari uang untuk biaya sekolahnya."
"Aku masih mau sekolah, Yah!" ucap Riko dengan pasti.
"Kalau memang kamu mau sekolah seharusnya kamu rajin belajar dan buat orang tuamu bangga." Ungkap Vania. "Jangan buat masalah meskipun kata kamu dia yang memancingnya."
Riko hanya diam begitu juga dengan kedua orang tuanya. Vania ingin mengatakan pelanggaran lain yang di buat putra mereka jadi bingung harus memulainya. Tapi kalau diam saja mereka tak akan tahu dan Riko terus melakukan kenakalan yang sama.
"Sekarang terserah Bu Vania mau bagaimana. Mau Bu guru tidak mengizinkan ke sekolah bahkan mengeluarkannya dari sini saya terima." Ucap pria itu seperti keputusan terakhirnya, membuat Vania menghela nafas kasar.
Seharusnya ngga menyerah seperti ini ucapnya dalam hati sambil menyiapkan mentalnya untuk melihat banyak masalah lagi.
***
"Jangan lupa kumpulan tugasnya minggu depan." Ucap Raja lalu melangkah meninggalkan kelas dengan membawa dua tas di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Hati (SELESAI)
ChickLitVania, janda beranak satu yang memilih meninggalkan suaminya dari pada harus di madu karna kata orang kalau dia wanita mandul. Kini dia hidup dengan bahagia bersama putranya tanpa adanya banyang-banyang masa lalu jauh dari ibu kota Jakarta. Mencari...