"Nia, melamun aja dari tadi." Nina, teman sekaligus guru di sekolah, menyadarkan Vania dari lamunannya.
Vania hanya memberikan tersenyum tidak enak pada ibu hamil itu. "Iya, ada sedikit masalah dengan anak-anak di sekolah."
"Pasti masalah enak nakal itu lagi ya? Ya sudah sih Nia, jangan di pikirkan. Sesekali mereka memang harus di kasih pelajaran lebih tegas dari sebelumnya." Jelas Nina panjang lebar sambil memilih baju untuk bayinya nanti. "Kayaknya aku mau beli semuanya deh Nia, habisnya pusing mau pilih yang mana lagi."
Vania tertawa kecil. "Beli aja Mbak, asal uangnya ada."
"Masalah itu ngga perlu di ragukan lagi, tapi kalau aku gunakan untuk beli baju bayi, gimana biaya persalinan dan hidup kami setelahnya?" Nina tertawa kecil dengan perkataannya sendiri, lalu mengelus perutnya dengan sayang. "Ini semua pasti karna kamu kan? Padahal Mama ngga suka menghabiskan uang untuk membeli sesuatu yang belum tentu berguna."
Vania mendengar perkataan Nina dengan bayinya membuatnya tersenyum miris. Tiba-tiba dia mengingat masa lalu di saat masih hamil Varo dan semuanya seba sulit.
Selama setahun lebih Vania memutuskan untuk tidak mencari pekerjaan dulu, dia hanya menggantungkan hidup dengan uang hasil jual rumah. Ibu dari satu anak itu memilih merawat Varo bersama Bi Nur.
Saat ngidam, Vania sering menahan keinginannya karna tak ingin merepotkan Bi Nur juga sedang merawat putranya yang sakit.
"Nah kan, melamun lagi." Ucap Nina, membuat Vania tersadar lalu menatap kanan dan kirinya. "Aku ada di sini."
Vania menemukan keberadaan Nina di bagian etalase kaus kaki bayi. Wanita itu menggelengkan kepala sambil meletakkan kaus kaki di tangan di tempatnya.
"Lagi mikir apa sih? Kok aku liatin dari sana kayak berat banget." Nina mendekati Vania dengan mata tak lepas dari baju-baju bayi.
"Ng... aku mikir makanan kesukaan Varo," bohong Vania. "Tadi dia sempat menitipkan makanan yang sedang Viral, tapi aku lupa namanya."
Ibu dari satu orang anak itu pura-pura mengingat, dia tak ingin di curigai Nina kalau sebenarnya dia berbohong.
"Ya sudah, lebih baik sekarang kamu pergi berkeliling Mal ini sambil mengingat keindahan Varo."
"Terus Mbak?" Vania tak mungkin meninggalkan Nina sementara dia pergi untuk mencari sesuatu yang di inginkan Varo. Sekarang dia tiba-tiba saja menyesal sudah membohongi wanita itu, tapi untuk jujur sepertinya sia-sia.
"Aku akan menunggumu di restoran biasa," ucap Nina lalu melangkah melewati Vania.
"Lalu aku harus ke mana?" Tanya Vania pada dirinya sendiri sambil melangkah meninggalkan toko peralatan bayi.
Dia melangkah tak tentu arah di dalam mal di ibu kita sembari berpikir barang yang akan di belikannya untuk Varo. Saat masih melihat-lihat toko tanpa memiliki niat untuk masuk tiba-tiba pandangannya terpaku pada seorang.
Orang itu juga sepertinya melihat Vania dan mereka berharapan cukup lama hingga akhirnya melangkah keluar dari toko.
"Astaga, Vania!" ucap orang itu kemudian memeluk ibu satu anak itu dengan erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pilihan Hati (SELESAI)
ChickLitVania, janda beranak satu yang memilih meninggalkan suaminya dari pada harus di madu karna kata orang kalau dia wanita mandul. Kini dia hidup dengan bahagia bersama putranya tanpa adanya banyang-banyang masa lalu jauh dari ibu kota Jakarta. Mencari...