Tiga Puluh

17.2K 1K 60
                                    

"Saya butuh kamu membuka hati dan lihat bagaimana perjuangan saya. Seperti apapun pandangan orang di luar sana jangan pedulikan karna ini saya yang merasakannya bukan mereka."



Vania menggelengkan padahal satu hari sudah berlalu, tapi perkataan serta tatapan Raja tak bisa hilang dari otaknya. Dulu dia juga pernah mendengarkan ucapan yang sama dari Rio, tapi tentu saja mereka adalah orang yang berbeda.



Jika di tanya bagaimana perasaan Vania? Senang, sedih dan merasa tidak pantas di cintai orang sempat seperti Raja. Perasaannya ke pria itu sangat jauh berbeda dengan yang di rasakannya pada Rio dulu.



Bohong kalau selama bersahabat dengan Raja, Vania tidak pernah kagum. Tapi hanya sekedar itu karna waktu itu banyak perempuan yang menyukai Raja dan setiap bulannya sahabatnya itu pasti mendapatian coklat di lacinya.



Sama halnya dengan Rio, tapi Raja tak pernah menerima cinta penggemarnya berbanding dengan sepupunya. Tapi meski begitu, Raja pernah sesekali berpacaran dengan perempuan tercantik di sekolah, yang tidak pernah tertarik pada sahabatnya itu.



Lamunan Vania buyar mendengar ketukan. "Permisi Bu," ucapnya sambil tersenyum sungkan.



"Ada apa, Sandra?" tanya Vania pada anak perempuan yang kini mendaratkan bokongnya di kursi di depannya.



"Hmm... Buk, Bayu dan Angga berantem lagi."



"Di mana?"



"Di dalam kelas, Bu." jawab Sandra dengan jujur ,lalu mengikuti langkah Vania keluar dari ruang BK.



Di jalan menuju kelas Sandra, langkah Vania terhenti karna panggilan Sandra.



"Bu, jangan bilang pada siapa pun kalau saya yang mengadu ya.." mohon anak itu yang di angguki Vania, lalu melanjutkan langkah pada kelas Bayu dan Angga di mana juga itu kelas Sandra.



"Saya tadi keluar kelas izinnya mau antar tugas, jadi Bu Vania jalan aja sampai ke kelas sendiri." ujar Sandra dengan langkah melambat.



"Brengsek! Ngaku aja sahabat tapi nyatanya lo jadi duri di hubungan kami!" Teriakan di dalam kelas itu semakin membuat Vania berjalan dengan cepat.



"Maksud lo apa sih? Gue ngga pernah jadi duri di hubungan lo!"



"Tampang sok polos ini nih buat gue ngga percaya dengan persahabatan yang katanya normal itu!"



"Maksud lo?"



"Cih... Sok ngga tahu lagi, dari cara lo melihat Lani udah kelihatan kalau lo itu suka sama dia."



Vania akhirnya sampai di depan pintu kelas yang tertutup tidak lagi mendengar suara apa pun dan hal itu membuatnya semakin khawatir.



"Munafik! Ngaku aja apa susahnya, ha?! Mau lo menyangkal bagaimanapun mata semua kelas ngga buta melihat perhatian lo ke pacar gue selama ini!"



Vania membuka pintu itu dengan kasar dan murid yang melihatnya kaget lalu berjalan menuju tempat duduk masing-masing. Sementara dua murid laki-laki itu masing berdiri di tempat yang sama tanpa ada yang mau mengalah.



"Kalian yang di luar kembali ke kelas masing-masing!"



"Dan kamu juga kamu! Duduk ke tempat kalian!" perintah Vania lagi setelah benar-benar duduk di kursinya, lalu tanpa sengaja matanya kembali melihat ada seseorang murid yang masih berdiri luar lebih tepatnya di depan kaca.



"Oh ya, kamu kesini!" panggil Vania pada murid itu.



"Kamu satu kelas kan dengan Melani?" tanya Vania ketika murid itu berdiri di depan mejanya lalu mengangguk.

Pilihan Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang