Dua puluh

18K 1.2K 16
                                    


Ibu dari satu putri itu menatap anaknya dengan perasaan bersalah. Tidak ada seorang ibu tega melihat anaknya murung setelah beberapa hari ini menangis dengan mengatakan rindu pada ayahnya. Sebenarnya dia juga rindu, tapi sesekali suaminya itu harus merasakan yang namanya menyesal bukan malah sebaliknya.

"Ma, kenapa papa tidak menjawab telepon Arin?" tanya putrinya dengan menangis.

Sang ibu, Winda, yang tidak tega menghapus air mata yang ada di wajah cantik sang anak. "Papa kamu lagi sibuk, jadi dia ngga bisa menjawab teleponnya."

Lagi-lagi jawaban itu yang di berikan Winda untuk menenangkan hati Arinda yang terlihat tidak percaya.

"Papa sesibuk apa sih Ma, sampai menjawab telepon aku aja ngga bisa? Padahal aku sangat merindukan Papa, mau cerita semuanya."

Winda, ibu dari satu anak itu hanya bisa menghembuskan nafas kasar, lalu memikirkan cara agar pembicaraan mereka berganti. Bukan tidak suka, tapi untuk saat ini dia belum siap mendengarkan semua hal tentang pria itu lebih jauh lagi.

"Apa Papa udah ngga sayang sama aku ya? Atau mungkin Papa udah bosan lihat aku sakit-sakitan terus," gumam Arinda yang dapat di dengar Winda.

"Kamu sayang sama Mama?" tanya Winda, membuat Arinda mengangguk. "Kamu juga percaya kan sama Mama?"

Arinda tampak berpikir kemudian mengangguk lagi, membuat Winda menghembuskan nafas. "Papa itu sangat sayang kamu bahkan....Ah, kamu pasti ingat kalau dia rela meninggalkan pekerjaan hanya untuk pulang menemui kamu."

"Tapi kenapa sekarang Papa ngga gitu ya Ma? Atau Papa mau Arin sakit dulu baru dia mau pulang?"

"Jangan bicara seperti gitu karna ngga baik." Winda menatap putrinya dengan tegas. "Sekarang ayo makan, atau mau Mama minta Nenek yang memaksa kamu?"

Arinda menggeleng dengan cepat lalu buru-buru membuka mulutnya. Dia menerima suapan demi suapan dari Winda tanpa banyak protes lagi.

Anaknya adalah putri sekaligus cucu satu-satunya di keluarga besar suaminya membuat Arinda bukan hanya jadi kesayangan ayahnya tapi keluarganya juga.

Namun, hal itu tidak terjadi pada beberapa anak-anak dari kakak dan adik dari ayahnya Rio, mereka sangat membenci putrinya karna masa lalunya.

"Ayo, makan lagi." Winda tersenyum kala melihat putrinya makan dengan semangat. Satu-satunya alasan ada di sini yaitu Arinda.

Posisi Winda dari dulu hingga sekarang selalu jadi serba salah. Dulu Winda berada di ambang kehancuran maka dari itu tanpa berpikir panjang, dia menerima tawaran ibu mertuanya untuk menjadi istri dari putranya.

Dua bulan setelah menikah, Winda merasakan kalau suaminya tidak tulus memperlakukan dirinya. Di depan Ratih atau di belakang Ratih, Winda melihat ada keterpaksaan di sana sampai akhirnya Ratih bicara tentang cucu. Suaminya marah dan tanpa sengaja suaminya mengatakan semuanya. Tantang statusnya yang sebenarnya adalah suami orang dan tentang kenyataan lebih menyakitkan lagi kalau dia terpaksa menikahinya.

Winda saat itu ingin mundur tapi mana bisa dia melakukan itu? Uang yang di berikan Ratih sudah dia gunakan untuk pengobatan adiknya dan dia tak akan sanggup mengganti semuanya.

"Saya ngga mau tahu kamu harus bisa memberikan cucu pada saya!" ucap Ratih kala itu tidak bisa di bantah.

"Tapi kenapa harus saya? Kenapa bukan dia saja yang memberikan mama cucu?" tanya Winda dengan menahan emosi.

Pilihan Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang