Dua Puluh Satu

16.5K 1K 9
                                    


Rio membanting tubuhnya pada ranjang dengan pelan kemudian membuang nafas kasar. Dia sudah bosan hidup seperti ini di sini, Rio ingin kembali bekerja agar satu hari tak terasa selama setahun.

Lalu dia bangkit dari tidurnya melangkah menuju lemari. Rio mengambil ponsel yang lain dan menyalakannya.

"Seperti yang gue duga, Mama dan Winda ngga akan diam aja." Rio kembali ke ranjangnya dengan membaca beberapa isi pesannya.

Mama : Nak, jangan kayak anak kecil. Pulang dan selesaikan masalah kalian di rumah!

Mama : Kamu ada di mana? Sudah makan? Jangan lupa jaga kesehatan.

Mama : Arin terus tanya kamu, Mama sama Winda bingung harus gimana lagi cara menjelaskannya.

Winda : Kalau ada masalah di bicarakan bukannya kabur! Lagian, kamu juga yang salah tapi aku yang di salahkan Mama kamu!

Winda : Mama khawatir, Arin juga. Tapi aku tidak, Mama minta kamu pulang. Tapi aku ngga salah dan kenapa harus minta maaf? Kamu mungkin memang ayah yang baik, tapi suami yang buruk untukku.

Rio tidak membaca pesan dari Winda lagi karna akan membuatnya semakin tidak suka dengan Winda yang tidak pernah percaya padanya.

"Lo juga bukan istri yang baik untuk gue, Win." Ucap Rio pada dirinya sendiri.

Rio ingat dulu dia pernah mencoba untuk mencintai Winda, tapi yang wanita itu lakukan setiap pulang kerja adalah curiga. Awalnya pernikahan mereka memang sangat indah, apa lagi wanita itu sangat penurut bahkan jauh lebih penurut dari pada Vania, tapi beberapa bulan setelahnya Winda berubah jadi wanita pencemburu.

Sebagai seseorang yang banyak menghabiskan waktu di luar yang di butuh kan Rio dari seseorang adalah kepercayaan. Dia tak akan melakukan hal yang bisa merugikan nama baiknya karna itu akan berimbas pada perusahaan.

Dari sekolah menengah pertama setiap libur sekolah Rio pasti di ajak oleh Papanya ke perusahaan, jadi sejak usia itu dia tahu sedikit banyaknya masalah pekerjaan orang dewasa. Tak jarang Papanya memperkenalkan Rio pada rekan kerja bahkan mengajaknya ke dalam ruangan rapat.

Sedang memikirkan masalah rumah tangganya, Rio di kejutkan oleh nada ponsel dengan nama Winda yang tertera di sana. Alih-alih mengangkat dia malah membiarkan hingga suaranya berhenti.

Tak lama setelahnya pintu kamar Rio di ketuk. Raja berjalan masuk dengan wajah tak bersahabatnya lalu melihatkan layar ponselnya padanya. "Kayaknya dia tahu lo ada di sini."

"Dengan orang-orang suruhan Mama, mana mungkin mereka ngga tahu?" balas Rio santai. Dia masih berbaring di ranjang sementara Raja melipat kedua tangan tak jauh dari Rio. "Sekarang gue cuma tinggal tunggu waktu untuk di seret pulang ke rumah."

"Dasar bocah!" Raja menggeleng. "Lo tahu ngga apa yang lo lakukan ini bisa membuat..."

"Membuat apa?" Rio mengerutkan alis tidak mengerti. "Ja, jangan buat gue penasaran!"

"Gue dalam masalah." Lanjutnya. "Padahal selama beberapa bulan ini hidup gue tenang tanpa adanya masalah, tapi karna ini gue juga terancam di minta kembali -"

"Ya udah, pulang aja. Lagian ngapain lo hidup susah di sini sementara di sana udah ada segalanya dan bikin bahagia?"

"Lo ngga bakal mengerti," ucap Raja tidak ingin memperpanjang masalah. "Intinya lo harus selesaikan masalah dengan Winda juga jangan suka kabur dari masalah."

"Gue ngga kabur cuma mau menenangkan diri aja." Elak Rio. "Lagian, Winda ngga sebaik yang orang lain kira. Dia itu cerewet, cemburuan, selalu curiga, banyak maunya, keras-"

Pilihan Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang