Sembilan Belas

16.5K 1.2K 12
                                    

"Iya, cuma sebentar aja Varo."

Raja hanya tersenyum kecil melihat Vania meyakinkan putranya. Semakin di lihat anak itu semakin mirip Rio saja. Hanya bibir dan alisnya saja yang mengikuti Vania.

Wanita sudah mengandung Varo selama sembilan bulan itu pasti sempat merasa tidak terima karna anaknya meniru hampir seluruh bentuk wajah Rio. Atau mungkin Vani juga pernah membenci anaknya? Buru-buru Raja membuang pemikiran tidak masuk akalnya itu karna bagaimanapun bencinya Vania ke ayah kandung Varo tak mungkin melampiaskannya pada sang putra.

"Awas loh Om kalau bicaranya lama," ucap Varo membuyarkan pikiran Raja.

"Iya, saya janji ngga akan lama." Raja tersenyum pada Varo yang membuang wajah lalu berjalan masuk ke dalam rumah.

"Maaf ya Mas, karna putraku tidak sopan." Vania menatap Raja tidak enak.

"Ngga papa, dia mirip dengan..." Raja tak melanjutkan perkataannya lalu melangkah menuju kursi di teras. "Maaf, saya tidak-"

"Ngga masalah." Vania duduk di kursi satunya lagi. "Saya... sudah berdamai dengan masa lalu."

"Bagus kalau seperti itu," sahut Raja. Setelahnya tak ada yang bicara lagi.

Tadi ketika di meja makan suasananya tidak canggung karna adanya Varo, tapi setelah anak itu tidak ada Raja kebingungan mencari topik. Padahal dia yang mengajak Vania bicara di luar, jadi harusnya Raja juga yang memulai bicara.

"Kenapa kamu bisa tinggal di sini dan meninggalkan kehidupan di Jakarta? " Vania tak tahan dengan kecanggungan memulai bicara.

"Karna rasa bersalah, ucap Raja dengan menatap Vania. "Saya mau minta maaf karna dulu-"

"Mas ngga sepenuhnya salah," sela Vania cepat. "Saya juga salah karna sudah merahasiakan berpacaran dengan dia."

"Kalian... memiliki status lebih dari teman sejak sekolah menengah atas?" tanya Raja tidak bermaksud membuka luka lama, tapi dia ingin semuanya jelas.

Vania mengangguk. "Ya, lebih tepatnya di tahun terakhir."

"Berarti saat itu kalian sudah lama berpacaran dan saya sama sekali tidak tahu." Meski sudah berlalu tapi Raja tetap merasa kecewa sebagai seorang sahabat Vania dan Rio. "Kalian hebat menjaga rahasia sampai saya saja yang bisa di katakan setiap hari ada bersama kalian ngga sadar."

Vania meringis. "Maaf, tapi saat itu.. kami merasa dengan kamu tidak tahu adalah pilihan yang baik."

"Tapi nyatanya saya tahu satu tahun setelahnya dan sialnya ketika kalian memutuskan untuk menikah." Raja menghela nafas kasar. "Tapi itu sudah masa lalu."

Vania mengangguk, tapi tidak menyesal sudah merahasiakan dari Raja. Sebenarnya yang meminta agar Raja bahkan orang lain tidak tahu adalah dirinya. Saat itu Vania berpikir kalau persahabatan mereka akan merenggang kalau hubungannya dengan Rio berakhir dan hal itu juga akan berimbas pada Raja yang notabene adalah sepupu Rio. Tapi nyatanya rahasia itu masih tersusun rapat hingga Rio melamarnya.

"Sebenarnya ada alasan lain lagi yang membuat saya bekerja dan tinggal di sini." Ungkap Raja tanpa memutuskan tatapan dari Vania.

"Apa itu?" Vania mengalihkan pandangan dan tatapannya bertemu dengan Raja.

"Jika sudah saatnya kamu akan tahu." Raja memutuskan pandangan lebih dulu dengan berusaha menahan senyum.

Pilihan Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang