Dua Puluh Tujuh

13.5K 960 23
                                    

Bab 35



Ketika pintu terbuka, kalimat yang ingin Raja ucapkan tertelan kembali lalu membuang nafas lelah. "Ada perlu apa?" tanya Raja cuek.



"Ini, tadi di rumah masak banyak jadi dari pada terbuang mending saya bawa sini."



"Jadi maksud kamu makanan itu adalah makanan sisa?" tanya Raja ketus. Di saat moodnya hancur, rasanya Raja ingin menendang Zara dari rumahnya tapi tak bisa karna walau bagaimanapun dia tak sejahat itu.



"Bu- ngga makanannya ngga basi cuma.. saya sengaja masak lebih." Zara tersenyum tanpa dosa pada Raja yang menghela nafas kasar.



"Saya punya orang untuk memasak di rumah." Raja menolak dengan halus lagi yang tak membuat Zara sakit hati.



"Ngga masalah, saya hanya berbagi dan itu sesekali."



Keras kepala ucap pria itu dalam hati. Raja tak memiliki keinginan untuk mengajak salah satu guru di sekolah yang sama denganya itu untuk masuk. Karna bisa bahaya bila bertemu Rio dan mereka akan membicarakannya.



Tapi kalau di biarkan di sini lebih lama maka sepupunya di dalam kamar pasti mendengar dan datang menghampiri mereka.



"Ya sudah, saya terima." Raja mengambil rantang dari tangan Zara.



"Nah gitu, Mas." Ucap Zara senang. "Oh ya, Mas Rio mana?"



"Dia di... olahraga. Dia sedang olahraga di luar."



"Kalau gitu Mas sendirian di rumah dong?"



Raja mengerutkan alis dan mengangguk. "Iya, kalau gitu makasih, saya masuk dulu."



"Ngga ada niat untuk menawarkan masuk gitu?" gerutu Zara padat di dengar Raja setelah menutup pintu. "Ya sudah, ngga papa. Dia kan lagi sendirian di rumah jadi ngga mungkin bawa tamu masuk."



"Siapa yang datang Ja?" tanya Rio, membuat Raja yang masih berdiri di pintu kaget.



"Bukan siapa-siapa," ucap Raja setelah meninggalkan tempat itu berjalan menuju dapur.



"Itu rantang siapa? Kok kayak kanal ya?" Rio bicara sendiri di belakang Raja yang tak mengatakan apapun. "Oh, Zara!"



"Yo, lo mau makan tidak?" Raja meletakkan rantang itu di atas meja makan.



"Maulah."



"Pindahkan ke piring dan jangan lupa cuci tempatnya lagi," pesan Raja hendak meninggalkan Rio.



"Lo mau ke mana? Ngga ikut makan juga?" tanya Rio lalu menggelengkan kepala. "Dulu lo juga gini loh, Ja. Kenapa ngga makan aja sih? Toh lo juga udah ambil yang artinya Zara ngira lo juga ikut makan."



"Gue ngga selera makan," ucap Raja. "Ya udah, lo makan aja. Gue mau lanjut kerja lagi.



"Pergi sana lo!" usir Rio dengan kesal. "Dasar gila kerja!"



****



Rio menggeleng mengingat sahabatnya yang memintanya untuk berhenti bicara tentang rasa makanan buatan Zara. Baik itu rasanya enak atau tidak, Raja tidak ingin tahu.



"Om, kenapa menggelengkan kepala? Pusing?" tanya Varo, yang nyatanya adalah putra kandungnya.



Rio menggeleng dengan perasaan tidak terima, om? Aku ini papamu bukan ommu ucap Rio yang sayangnya bisa diucapkan di dalam hati.



"Terus kenapa? Ya.. Es krimnya jangan di aduk-aduk gitu, om! Kan jadi cair!" lanjut Varo ketika matanya tak sengaja melirik ek krim milik Rio.



"Cair, bisa beli lagi," jawab Rio santai, membuat Varo cemberut.

Pilihan Hati (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang