Bagi Rio, dulu, Ify adalah segalanya dalam hidup Rio. Apapun akan Rio lakukan hanya untuk melihat senyum gadis itu. Kebahagiaan Ify adalah kebahagiaannya. Kehancuran Ify adalah kematiannya. Tanpa Ify, Rio merasa bukan apa-apa. Karena tak ada lagi yang menjadi tujuan Rio untuk tetap bertahan hidup.
Awal mula pertemuan mereka adalah ketika Rio bersama kedua orang tuanya berkunjung ke sebuah panti asuhan untuk memberikan sumbangan serta merayakan ulang tahun Rio yang ke lima belas tahun di sana. Saat itu, Rio masih berseragam putih biru dan belum begitu mengerti apa itu yang di sebut cinta. Yang Rio tahu hanya, dia bahagia menerima sebuah kado dari seorang gadis bernama Ify. Sebuah gambar sketsa menunjukkan setiap jengkal raut wajah Rio yang tengah tersenyum. Hal yang membuat kening Rio berkerut saat pertama kali melihatnya.
"Lo gambar sendiri?" Tanya Rio kala itu menerima kertas hvs berukuran 4A di tangannya. Acara pesta ulang tahunnya sudah selesai. Saat dia hendak menuju mobil, tiba-tiba seorang gadis mungil berambut panjang berteriak memanggil namanya. Menghampirinya seraya memberinya sebuah kertas.
"Iya. Sepanjang acara tadi aku gambar kamu. Tapi, aku heran kenapa kamu nggak senyum sama sekali. Makanya aku coba bayangin kamu lagi senyum yang ternyata jauh lebih manis dan juga ganteng." Ify mengacungkan kedua jempolnya di hadapan Rio. Pemuda berusia lima belas tahun itu hanya merespon dengan wajah datarnya.
"Kenapa lo repot-repot ngasih gue hadiah ini. Padahal gue juga nggak minta."
"Aku sama anak-anak di sini juga nggak minta di kasih semua ini sama papa mama kamu." Ify menunjukkan bingkisan berisi tas dan berbagai macam alat tulis. Lalu bingkisan berisi makanan ringan dan sebuah amplop yang belum ia tahu berapa isinya.
"Ya, itu emang udah hak kalian. Karena aku udah ngerayain pesta di sini."
"Kalau gitu sama. Itu udah hak kamu karena ngerayain pesta di sini. Aku cuma mau kasih kamu kado. Tapi, karena aku nggak punya uang, makanya aku gambar kamu aja."
"Serah lo."
Ify tersenyum manis. "Terima, ya? Maaf kalau hadiahnya jelek. Makasih karena udah buat aku sama semua anak-anak di panti jadi bisa makan enak. Lihat pertunjukkan badut dan sulap. Kami bener-bener seneng hari ini karena kamu."
Rio mengangguk acuh. "Hem."
"Ya udah. Kamu pulang, istirahat. Jangan lupa kapan-kapan main sini lagi."
Rio hanya terasenyum tipis lalu masuk ke dalam mobil karena mama sudah memanggilnya. Rio menoleh lagi ke arah Ify sambil terus berjalan. Gadis itu semakin melebarkan senyum manisnya sambil melambaikan tangan padanya. Membuat Rio tanpa sadar ingin tersenyum juga. Lalu entah kenapa, perlahan sosok Ify memudar terbawa angin.
"IFY!" Teriak Rio terbangun dari tidurnya dengan nafas tersenggal kuat. Rio segera menoleh ke samping tempat tidurnya dan tidak mendapati Ify di sana. Dia lantas turun dan berlari menuju keluar kamar memanggil nama wanita itu.
"Kenapa?" Sahut Ify tak kalah panik mendengar namanya di panggil Rio hingga terdengar di sepanjang sudut rumah. Dia sedang berada di dapur membuat sesuatu yang bisa di makan. Karena terlalu banyak menangis tadi, membuat Ify jadi lapar.
Saat Rio berjalan meninggalkannya tadi, Ify langsung menghentikan taksi yang kebetulan lewat. Tidak mungkin dalam keadaan seperti ini, Ify duduk satu mobil bersama Rio.
Dan sesampainya di rumah, Ify tekejut melihat Rio langsung menyambutnya dengan tatapan tajam. Laki-laki itu berdiri tegap di depan pintu rumah seraya memasukkan kedua tangannya dalam saku celana.
Tak banyak yang bisa Ify tangkap dari wajah Rio selain kemarahan laki-laki itu. Hingga membuat Ify memilih diam dan masuk ke dalam kamarnya. Namun, Rio menghalangi langkah Ify dan meminta wanita itu untuk tidur bersamanya. Tak banyak membantah, Ify menuruti permintaan Rio, hingga tengah malam ia terbangun karena lapar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Kapanpun
Romance"Sampai kapan?" gumam Ify mendesis. Membungkam wajahnya dengan kedua tangan yang kini mulai basah karena air mata. Ify terduduk di tengah anak tangga karena kakinya tak sanggup lagi berjalan. Di sisi lain. "Sampai kapanpun itu, gue nggak akan pern...