"Pa! Papa nggak bisa gitu aja mecat pegawai Rio." Seru Rio ketika sampai di ruangan papanya. Ferdy yang semula fokus membaca beberapa berkas, mendongakkan kepalanya. Menatap sang putra yang tampak di penuhi emosi.
"Apapun bisa papa lakuin karena ini perusahaan papa." Tegas Ferdy tak peduli dengan protesan Rio yang masih tidak menerima keputusannya memecat Shilla. Ah! Seharusnya hal itu sudah Ferdy lakukan sejak dulu agar dia tidak kecolongan seperti ini.
"Tapi pa, kinerja Shilla selama ini bagus. Dan dia cukup profesional dengan pekerjaannya." Kata Rio yang memang sepenuhnya murni memuji pekerjaan Shilla. Terlepas dari hubungan mereka, pekerjaan wanita itu memang tidak pernah mengecewakan Rio. Karena dari dulu, Rio tahu, Shilla termasuk orang yang pintar.
"Dengar Rio! Perusahaan ini milik papa. Nggak ada satupun yang bisa membantah apa yang sudah menjadi keputusan papa."
"Seenggaknya papa bisa klarifikasi ke. Rio dulu." Sentak Rio mengeram menahan amarah. Meski cinta tak lagi ada untuk Shilla, Rio tetap masih punya hati membayangkan wanita yang tengah mengandung anaknya di perlakukan secara tidak adil oleh papanya.
"Buat apa? Supaya dia bisa merayu kamu lagi? Jangan bodoh, Rio. Bukankah papa sudah memberimu peringatan untuk segera meninggalkan wanita itu dan membujuk Ify agar membatalkan perceraian kalian? Fokus saja pada istrimu dan lupakan wanita murahan itu."
Rio mengacak-acak rambutnya. Perasaan bersalahnya kembali menyerang tatkala membayangkan wajah Shilla yang pasti terluka karena mendapat hinaan dari papanya.
"Papa kenapa, sih? Selalu aja ikut campur sama kehidupan Rio? Sekali aja, pa. Ijinin Rio buat nyelesein sendiri masalah Rio."
Ferdy tersenyum sinis. Menutup dokumennya dan menatap Rio yang masih berdiri di depan meja kerjanya.
"Menyelesaikan apa? Apa yang bisa kamu selesaikan dengan sikap ceroboh dan emosimu itu? Masih belum bisa belajar dari sikap kamu sejak Ify pergi? Belajar dulu mengendalikan emosi yang nggak pernah bisa kamu kontrol itu."
Ferdy bangkit dari duduknya. Berjalan mendekat seraya menepuk bahu Rio. "Papa cuma mau yang terbaik buat kamu. Membuang apapun yang bisa melemahkan posisi kamu. Gimana kalau sampai para pemegang saham tahu tentang hubungan kalian? Mereka pasti akan menuntut dan menjatuhkan kamu. Posisi kamu menggantikan papa kelak akan di tolak sama mereka. Pertahankan Ify, karena dengan kamu menjadi suaminya, saham yang kalian-"
"Pa." Sela Rio menatap Ferdy dengan pandangan memohon. "Rio cinta sama Ify, pa."
Ferdy tersenyum puas. "Itu bagus."
"Jangan campur adukan perasaan kami dengan masalah perusahaan!" Geram Rio tak suka dengan alasan utama Ferdy yang mempetahankan Ify hanya karena kekayaan yang istrinya miliki. "Rio mau pertahanin pernikahan Rio karena Rio butuh Ify, bukan apa yang dia miliki."
"Yah. Apapun alasan kamu, tujuan kita sama." Ferdy mengangguk mengalah. "Kamu mendapat wanita yang kamu cintai, dan perusahaan semakin berkembang-"
Rio muak mendengar hal ini. "Papa cukup!" seru Rio tajam.
"Berani kamu membentak papa?" Balas Ferdy tak kalah menatap Rio tajam.
"Rio bukan lagi Rio yang dulu cuma bisa pasrah saat papa pukulin Rio." Tantang Rio menatap tangan Ferdy yang siap melayangkan pukulan padanya. Dulu, ketika Rio terlibat masalah, Ferdy memang selalu memukul Rio dengan tangan atau apapun yang di pegangnya untuk memberikan efek jera pada putranya. Dan itu, cukup membuat Rio selalu merasa bahwa Ferdy tidak pernah benar-benar menyayanginya. Hingga hadirnya Ify, membuat hidup Rio menjadi jauh lebih tenang karena tidak pernah lagi terlibat masalah ataupun amarah papa. Sepenting itu memang arti Ify dalam hidup Rio dulu, bahkan sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Kapanpun
Romance"Sampai kapan?" gumam Ify mendesis. Membungkam wajahnya dengan kedua tangan yang kini mulai basah karena air mata. Ify terduduk di tengah anak tangga karena kakinya tak sanggup lagi berjalan. Di sisi lain. "Sampai kapanpun itu, gue nggak akan pern...