"Kenapa kamu nggak tinggalin aku aja sekalian?"
Rio mengusap wajahnya kasar mendengar pertanyaan Shilla yang telak menyindirnya saat ini. "Nggak, Shilla. Aku nggak mungkin bisa ngelakuin hal itu." Nada Rio meninggi di akhir kalimat.
"Bisa. Asal kamu mau berdamai dengan masa lalu kamu."
"Shilla, please!" Mohon Rio. Meminta agar Shilla tak perlu membahas hal itu lagi.
"Lakuin apapun yang menurut kamu itu terbaik buat kita." Shilla mengakhiri perdebatannya dengan Rio kemudian keluar dari mobil laki-laki itu. Berlari menuju lift. Ingin segera menyembunyikan diri dari tatapan semua orang.
Sesampainya di dalam, tangis Shilla meledak begitu saja. Karena sekuat apapun dia mencoba bertahan, Shilla merasa tak akan lagi ada tempat baginya dalam hidup Rio. Shilla cukup sadar diri. Cukup mengerti juga bagaimana posisinya selama ini. Tapi, tetap saja, sakit itu tidak bisa Shilla hindari dengan mudah.
❤❤❤❤❤❤
Rio kini tengah berada di depan pintu. Setelah cukup lama dia menenangkan diri dengan mengendarai mobilnya tanpa tujuan, akhirnya Rio memutuskan untuk pulang setelah perasaannya sedikit lebih tenang pasca pertemuan terakhirnya dengan Shilla tadi.
Hati Rio masih di selimuti rasa bersalah ketika melihat wajah sedih Shilla yang tampak begitu kecewa padanya. Terlebih jika mengingat apa yang sudah ia lakukan pada wanita itu, membuat Rio benar-benar seperti laki-laki pengecut dan tidak bertanggung jawab.
"Rio?" Kata Ify kaget saat membuka pintu ternyata adalah suaminya. Bukan karena tidak menyangka dia melihat Rio. Tapi, lebih kenapa Rio tidak langsung masuk. Biasanya juga begitu. Kenapa harus memenjet bell terlebih dahulu?
"Yo ka-"
Ify membeku di tempatnya. Wajahnya shock berat. Otak Ify benar-benar blank saat ini. Sama sekali tak bisa berpikir ataupun bergerak dalam kurungan kedua tangan Rio yang tiba-tiba memeluknya.
"Kenapa? Bukannya lo pengen kita berperan jadi pasangan suami istri?" Bisik Rio sarkas. Mengerti betapa kakunya tubuh Ify dalam pelukannya. "Satu lagi." Rio mendorong pelan tubuh Ify dengan kedua tangannya masih memegang bahu wanita itu.
Ify mendongak. Mencari tahu bagaimana Rio menatapnya saat ini. Tatapan dingin yang selalu mampu membekukan mata Ify. Beku yang meski menyakitkan, tetap tak bisa membuat Ify berpaling dan terus menikmati tatapan itu.
Ify reflek memejamkan mata saat Rio bergerak mendekat untuk mencium keningnya. Ada rasa bahagia yang menghangatkan hati Ify saat ini. Namun, ada juga rasa takut yang menyakitkan. Bahagia karena untuk pertama kali setelah mereka resmi menikah, Rio mencium keningnya. Bahkan selesai ijab saat itu, Rio hanya mengusap kepala Ify dengan tangan. Seolah menunjukkan bahwa Rio benar-benar tidak ingin menganggapnya sebagai istri. Dan meski saat ini, Rio melakukannya karena kesepakatan mereka, Ify sudah merasa cukup bahagia. Lalu takut karena mungkin Ify akan siap kehilangan kebahagiannya suatu saat nanti.
"Kamu beneran hamil?" Tanya Rio menatap perut Ify yang masih rata.
Ify mengerjap beberapa kali. Bukan karena pertanyaan Rio. Ini Rio beneran bilang kamu apa cuma typo.
"Kalau suami nanya tuh jawab."
Ify mengerjap lagi. Merasa terlalu cepat perubahan Rio yang berusaha memerankan diri sebagai suaminya. Pikiran Ify benar-benar buntu sekarang karena masih sangat belum percaya dengan apa yang Rio katakan. Kamu dan suami.
"Fy." Ify kembali telonjak kaget. Rio menepuk bahunya pelan.
"Ah itu, besok kita ke rumah sakit kalau kamu nggak percaya." Jawab Ify berusaha tenang. Tidak terdengar tersinggung, karena dia cukup paham dengan karakter Rio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Kapanpun
Romance"Sampai kapan?" gumam Ify mendesis. Membungkam wajahnya dengan kedua tangan yang kini mulai basah karena air mata. Ify terduduk di tengah anak tangga karena kakinya tak sanggup lagi berjalan. Di sisi lain. "Sampai kapanpun itu, gue nggak akan pern...