29. Mengalah

1.5K 161 38
                                    

Keduanya sudah duduk di sofa panjang. Dengan posisi saling menghadap. Namun belum ada yang memulai pembicaraan karena Rio masih belum bisa menguasai rasa terkejutnya. Sedangkan Ify bingung harus berkata apa. Karena Rio tak berhenti menatapnya. Seolah takut jika dia kedip, Ify akan hilang begitu saja dari hadapannya.

"Kamu-" Rio benar-benar buta akan kata saat ini. Dia tak tahu harus mengatakan apa dan hanya mampu memandang wajah Ify. Menikmati kenyataan yang selama beberapa hari ini hanya menjadi sebuah bayangan untuknya.

"Aku-" Rio tersenyum pedih. Menangkup wajah Ify dengan kedua tangannya. Merasakan lagi dan lagi jika Ify benar-benar nyata di hadapannya.

"Hem?" Tanggap Ify. Melakukan hal yang sama. Menangkup wajah Rio dengan tangan mungilnya. Membuat Rio kontan menunduk, menarik kedua tangannya dan beralih meraih kedua tangan Ify untuk ia genggam. Rio cium berulang kali hingga membuat Ify tertegun. Dia menunduk, mencari wajah Rio yang masih tertunduk. Tertunduk dengan air matanya yang mengalir.

"Rio." Panggil Ify pelan.  Berusaha menarik kedua tangannya dari genggaman Rio.  

Dan suaminya itu melepaskan tangannya. Hal yang membuat Ify tak percaya karena Rio langsung menutup wajahnya dengan tangan kirinya sedang tangan kanannya mencengkeram dada kirinya. Seakan tengah menahan sakit di sana. Tak lama, isakan itu terdengar jelas di telinga Ify.

"Rio, kenapa?" Bagaimana Ify tidak sedih melihat suaminya yang selama ini tampak kuat dan tegar kini menangis di hadapannya.

"Yo-" Ify berusaha menarik tangan kiri Rio dan menampilkan bagaimana wajah dingin itu di penuhi air mata. Ify terdiam untuk beberapa saat. Sekarang dia mengerti apa yang Rio rasakan selama ini. Bagaimana tersiksanya suaminya ini, Ify bisa tahu hanya dengan melihat  keadaan Rio saat ini. Dan itu, membuat Ify sedih karena membiarkan Rio harus melewatinya seorang diri. Ya, jangan katakan bahwa Ify lemah dan terlalu mudah untuk di luluhkan. Coba saja kalian berada di posisi Ify saat ini? Apakah kalian masih berkeras hati? Kalau iya, hal itu tidak berlaku untuk Ify yang memang mempunyai sifat tidak tegaan.

"Jangan nangis." Lirih Ify mendekat. Mengusap lembut air mata yang terus mengalir di wajah tampan suaminya.

"Ma-af." Ucap Rio terbata. Menatap Ify dengan kedua matanya yang sudah sangat basah.

Ify mengangguk sambil menggigit bibir bawahnya. "Iya. Berhenti nangis, hem?" Pinta Ify memohon. Karena sungguh dia tidak tega melihat Rio serapuh ini. Jika di suruh memilih, Ify lebih memilih menghadapi Rio yang dingin daripada sekarang.

Rio tersenyum tipis seraya meraih tangan Ify yang mengusap air matanya. Ia cium secara bergantian kedua punggung tangan istrinya itu. Ia cium cukup lama, berusaha menghapus luka yang dulu sering ia torehkan di sana. Luka tak kasat mata yang tanpa sadar ia lakukan berulang-ulang.

Dengan kedua tangan mungilnya, Ify memasak. Masakan yang bahkan nyaris tak pernah ia rasakan. Ia buang masakan itu tanpa peduli berapa banyak tenaga yang Ify curahkan di sana. Dengan kedua tangan mungilnya, Ify menyiapkan segala kebutuhannya, merawat seisi rumah yang selalu ia sepelekan. Dan dua tangan mungil ini pula sering Rio abaikan, terutama saat dia meminta bantuan. Bahkan secara sengaja, Rio menyakiti kedua tangan mungil ini dengan kekuatannya yang jauh lebih besar.

Rio mendongak. Menatap lembut wajah Ify yang kini terlihat sedang menahan tangisnya. Rio kemudian mendekat seraya meraih kepala Ify untuk ia cium keningnya.

"Sayang kamu." Ucap Rio tersenyum lemah setelah kembali memandang wajah Ify. Ia cium lagi tangan Ify yang kini membuat si pemilik mengeluarkan air matanya. Bukan tangis kesedihan. Karena Rio tahu, meski matanya basah, tapi ada binar kebahagiaan di sana.

"Juga." Balas Ify serak.

Rio masih tak melepas tatapannya. Dan itu cukup membuat Ify jadi sedikit salah tingkah. Dia langsung berusaha menghapus air matanya. Dengan posisi Rio masih memandangnya lekat.

Sampai KapanpunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang