Setelah menemui Shilla, akhirnya Rio bisa berpikir jika tidak mungkin dia hidup dengan dua wanita ini sekaligus. Akan sangat tidak adil bagi Ify atau Shilla, juga akan sangat sulit untuk Rio sendiri. Tapi, itu hanya terlintas sekilas dalam benak Rio. Karena dia masih ragu akan memutuskan untuk berlayar dengan siapa di kapalnya ini. Dia juga masih merasa belum bisa untuk dengan tegas akan mempertahankan atau memperjuangkan siapa. Rio benar-benar tidak bisa memutuskan pilihannya.
Terlalu banyak berpikir, hingga membuat Rio tak sadar sudah tertidur di samping Shilla yang sedari tadi menatapnya.
"Kamu, mulai terlihat nyaman menikmati peranmu." Gumam Shilla. Ada nada kemarahan dan kecemburuan yang menguap dalam diri Shilla saat mendengar bahwa istri Rio hamil. Membuat Shilla mulai meragu bahwa Rio benar-benar tidak mencintai istrinya itu. Bagaimana bisa Rio membuat wanita itu hamil di saat sering mendengar bahwa laki-laki itu muak pada pernikahannya sendiri.
"Dan sekarang, boleh, kan? Aku nikmatin juga berperan sebagai selingkuhan kamu." Shilla bermonolog lagi. Sambil memegang perut ratanya yang ia yakini akan menghsilkan buah hatinya bersama Rio di sana.
"Sebenernya, siapa aku buat kamu, Yo?" tanya Shilla sendu. Masih ingat dengan sangat jelas penolakan yang tadi Rio lakukan. Menolak Shilla dengan alasan sudah berjanji pada istrinya untuk tidak melanjutkan lagi hubungan mereka sementara waktu. Shilla kesal? Tentu saja. Dia merasa terhianati lantaran Rio mulai terlihat seperti seorang suami bertanggung jawab yang menjaga perasaan istrinya. Harga diri Shilla jatuh akan penolakan Rio yang membuatnya benar-benar tampak seperti perebut laki orang. Padahal jelas, Rio yang sejak awak di rebut darinya. Shilla, masih belum bisa menerima akan perubahan sikap Rio ini. Meski berulang kali Shilla menyiapkan diri jika Rio meninggalkannya suatu saat nanti. Tetap saja, melihat secara nyata perubahan Rio yang patuh pada istrinya membuat Shilla sangat merasa cemburu.
"Halo." Sahut Shilla setelah megangkat telepon Rio yang tadi di lihatnya ponsel itu bergetar di atas meja.
"Rio mana? Kenapa kamu yang angkat?"
Shilla tersenyum sambil menatap Rio yang masih tertidur pulas. "Lagi tidur," jawabnya kemudian.
"Oh. Mungkin kecapean kali ya makanya ketiduran."
Itu adalah jawaban tersantai dari seorang istri saat tahu yang mengangkat telepon suaminya adalah seorang wanita. Belum lagi dengan jelas-jelas jawaban Shilla yang pasti membuat wanita manapun akan berpikir macam-macam.
"Iya kecapean dia." Kata Shilla pelan, menahan senyum kecilnya akan sikap aneh istri Rio. "Lo nggak mikir apa gitu tentang Rio yang saat ini tidur sama gue?"
"Mikir apa? Emang apa pentingnya pikiran aku. Harusnya, kamu yang mikir sekarang karena udah tidur sama laki-laki yang bukan mahram kamu. Tapi, terserah, sih kamu sama suami aku mau ngapain aja. Toh dosa juga kalian sendiri yang nanggung."
"Lo beneran nggak ada rasa takut gitu kalau di tinggal sama Rio?"
"Ngapain takut cuma karena di tinggal manusia? Takut itu sama Allah mbak."
Shilla terdiam. Dia jelas kalah telak mendengar jawaban Ify yang tak pernah dia sangka.
"Maaf. Bukan maksud aku buat ngelarang kamu berhubungan sama Rio. Tapi di mata hukum dan agama, Rio itu sah jadi suami aku. Dan aku harap, kamu bisa sedikit banyak bisa lebih sabar nunggu sampai aku sama Rio pisah."
"Gimana kalau sampai kalian nggak pisah?"
"Ya berarti kita emang udah takdirnya berjodoh."
Shilla mengeram pelan. Tangannya sudah terkepal kuat menahan kekesalan akan semua jawaban Ify yang membuatnya tidak bisa membantah.
"Dan aku yakin, suatu saat nanti, kamu akan ketemu juga sama jodoh kamu." Tambah Ify tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Kapanpun
Romance"Sampai kapan?" gumam Ify mendesis. Membungkam wajahnya dengan kedua tangan yang kini mulai basah karena air mata. Ify terduduk di tengah anak tangga karena kakinya tak sanggup lagi berjalan. Di sisi lain. "Sampai kapanpun itu, gue nggak akan pern...