Hari ini adalah hari pertama Ify menjadi siswa SMA. Setelah tiga hari mengikuti Masa Orientasi Siswa, kini dia telah resmi menjadi siswi SMA Purnama. Sekolah swasta bertaraf international yang tidak mudah di masuki oleh sembarang orang. Jadi, hanya mereka yang berduit juga pintar yang bisa bersekolah di sekolah elite ini.
Dengan langkah riang, Ify berjalan menyusuri koridor sekolah. Ada rasa bangga ketika dia mengenakan seragam kebanggaan dari sekolah ini. Menjadi daya bagi Ify sendiri untuk menjalani setiap kegiatannya dengan semangat.
"Hem. Gini rasanya jadi anak SMA?" Gumam Ify tak berhenti tersenyum. Dia bahkan mungkin tidak bisa untuk tidak tersenyum karena terlalu antusias menjadi siswa baru.
"Wait." Seru Ify pelan. Menghentikan langkahnya saat melihat seorang siswa tidur di bangku panjang depan sebuah kelas. Setengah wajah siswa itu tertutupi oleh lengannya yang bersandar di sana. Ify berjalan mendekat, dan sadar saat melihat dua telinga siswa itu tertutupi oleh headset.
"Pantes aja nggak keganggu." Kata Ify berbicara sendiri melihat sekeliling yang sudah cukup ramai. Tapi, dengan santai siswa ini malah tidur. Ify mengedikkan bahunya kemudian berjalan lagi mencari di mana letak kelasnya.
"Tunggu tunggu tunggu." Seru Ify lagi seraya berjalan mundur untuk lebih memperhatikan wajah siswa tadi. Benar! Ify tidak salah lagi. Dia adalah-
"Rio!" Pekik Ify tanpa sadar. Dia reflek mengguncang tubuh siswa itu sangking senangnya. Membuat siswa laki-laki itu seketika terbangun dan mendapati wajah Ify di atasnya. Kontan pemuda itu bangkit seraya mendorong bahu Ify agar menjauh.
"Kamu Rio, kan? Inget aku nggak? Inget dong, ya? Masa lupa." Ify meracau, duduk di samping Rio tanpa sedikitpun merasa malu jika tindakannya ini menjadi tontonan teman angkatannya juga kakak kelas yang pasti memandangnya heran. Wah, tuh anak siapa berani ngajak ngobrol Rio. Kiranya, seperti itulah pandangan mata mereka terhadap Ify.
"Aku Ify. Kita pernah ketemu di panti asuhan dua tahun lalu. Duh nggak nyangka deh bisa ketemu sama kamu lagi di sini." Ify diam sejenak untuk memperhatikan wajah Rio. "Kamu makin ganteng aja. Makin dingin juga mukanya. Masih nggak bisa senyum, ya?"
Rio belum sepenuhnya sadar. Tapi sudah mendapat berondongan pertanyaan dari orang yang tampak asing untuknya.
"Lo siapa?" tanyanya kemudian.
Ify semakin antusias mendengar pertanyaan Rio. Meski bukan harapannya. Tapi tetap saja itu lebih baik di banding tak di tanggapi.
"Aku Ify. Alysa. Silfyna. Perdana. Panggil aja I-fy. Ai, ef, way."
Rio menaikkan sebelah alisnya. "Kita saling kenal?" Tanya Rio lagi.
"Iya. Kamu lupa, ya? Kita pernah ketemu dulu di panti asuhan Kasih Ibu. Waktu itu kamu ulang tahun dan aku kasih kamu gambar. Inget?" Cerita Ify dengan nada penuh semangat dan juga ekspresi antusias wajahnya yang tampak bersinar.
"Oh-" Rio tampak teringat sesuatu. Jari telunjuknya mengarah ke wajah Ify dan langsung membuat gadis itu mengangguk antusias.
"Iya. Inget, kan?"
Rio menggeleng cuek. "Nggak," katanya datar sehingga membuat Ify langsung cemberut. Namun tak bertahan lama saat ia mendengar sebuah kekehan kecil dari bibir Rio.
"Ih boong, ya?"
Rio mengangguk. "Apa kabar?" tanyanya kemudian. Seketika langsung membuat Ify tersenyum bahagia.
"Alhamdulillah baik. Kamu?"
"Menurut lo aja."
Ify lagi-lagi tersenyum. Seolah pertemuannya dengan Rio membuat gadis ini sangat bahagia. "Ganteng kamu. Aku boleh cubit nggak pipinya. Gemes soalnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Kapanpun
Romance"Sampai kapan?" gumam Ify mendesis. Membungkam wajahnya dengan kedua tangan yang kini mulai basah karena air mata. Ify terduduk di tengah anak tangga karena kakinya tak sanggup lagi berjalan. Di sisi lain. "Sampai kapanpun itu, gue nggak akan pern...