26. Bernafas Tanpamu

2.9K 179 37
                                    

Shilla menatap cemas sosok Rio yang kini terbaring di atas tempat tidur. Wajahnya tampak pucat. Menandakan jika laki-laki ini sedang tidak baik-baik saja. Shilla tentu saja tahu apa yang membuat Rio seperti ini. Rio pasti sangat frustasi karena berita itu. Terlebih, mungkin juga karena apa yang sedang terjadi, membuat hubungannya dengan Ify semakin memburuk sekarang.

"Aku heran deh sama kamu. Dia secara nggak langsung udah ninggalin kamu. Tapi kamu masih aja peduli sama dia." Kata Gabriel sewot melihat Shilla yang tampak telaten mengompres kening Rio. Gabriel jadi menyesal membawa Shilla ke rumah Rio. Niat awal, Gabriel ingin menghajar Rio habis-habisan. Tapi, baru satu pukulan, Rio langsung tumbang tak sadarkan diri. Hal yang langsung membuat Shilla panik dan memarahinya. Sial! Mengingat hal itu, Gabriel jadi semakin kesal.

"Dia sahabat kamu, Iel." Tanggap Shilla pelan, mengingatkan.

Gabriel melengos. "Rio sahabat yang aku kenal, nggak segampang itu nyentuh cewek."

Shilla tersenyum kecil, memperhatikan wajah Rio yang tampak gelisah. "Kita sama-sama mau. Rio nggak maksa aku. Itu artinya, aku yang murahan di sini karena mau aja di sentuh sama dia."

"Shil maksud ak-"

"Nggak ada hal yang bisa benerin apapun yang udah aku sama Rio lakuin, Iel. Apapun alasannya, aku juga salah. Kita berdua salah." Sela Shilla. Menghelakan nafasnya yang mulai sesak. Teringat akan masa indahnya dulu bersama Rio, kini harus hilang dalam sekejap mata. Merasa bahwa cinta yang Rio berikan dulu hanyalah sebuah ilusi semata.

"Gimanapun, Rio yang selama ini selalu ada buat aku. Selalu ngejaga aku. Dan dia, laki-laki pertama yang buat aku ngerasa di cintai." Gumam Shilla menerawang. Wajahnya menyendu.

Gabriel yang masih berdiri di samping Shilla, semakin tidak ingin mendengar ungkapan isi hati Shilla yang ternyata sudah sedalam itu perasannya pada Rio.

"Tapi, beberapa hari ini aku mulai sadar. Kalau perasaan Rio, emang nggak pernah ada buat aku. Hal yang selama ini aku sangkal, mau nggak mau harus aku terima saat ini."

Mata Shilla mulai memanas. Teringat lagi masa di mana Rio masih mengutamakan dirinya. Permohonan Rio saat memintanya untuk menunggu. Beberapa sikap aneh Rio yang sering Shilla tangkap seusai laki-laki itu menjalani pernikahannya. Dan juga kehancuran Rio saat melihat Ify kecelakaan kala itu. Lalu pengakuan Rio yang mengatakan jika Ify lebih dulu berada di hatinya. Membuat Shilla menemukan kesimpulannya sendiri. Bahwa, hadirnya mungkin hahya sebuah jembatan yang sekedar menjadi sarana Rio untuk menjemput kebahagiaannya. Hanya saja, jembatan itu di penuhi oleh kabut sehingga Rio tidak tahu harus melangkah kemana.

"Ini anak kamu, Yo." Lirih Shilla. Teringat percakapan terakhir mereka yang mengatakan bahwa Rio meragukan kehamilannya. "Aku bersumpah kalau aku mengandung anak kamu." Shilla mengusap air matanya yang mengalir.

Gabriel bangkit dari duduknya. Hatinya terlalu panas melihat bagaimana cara Shilla menatap Rio penuh cinta. Terlebih dengan tangis Shilla yang tertahan. Semakin menambah betapa besar wanita itu mencintai sahabatnya. Di tambah kehamilan Shilla yang ternyata adalah anak Rio. Dada Gabriel tiba-tiba terasa terhimpit kuat. Membuat harapan Gabriel mungkin saja akan segera lenyap mengingat hubungan Rio dengan Ify pasti tidak akan berjalan dengan baik saat ini.

"Mau kemana?" Tanya Shilla menghentikan langkah Gabriel.

"Ke bawah. Panas banget di sini." Jawab Gabriel seraya mengibas kecil kerah leher kemeja pendeknya.

"Ac-nya nyala, kok." Shilla menunjuk ke arah alat pendingin yang memang terbuka.

"Hati aku yang panas!"

Shilla terdiam. Karena dia sungguh baru menyadari arah pembicaraan Gabriel yang tadinya tidak masuk akal.

"Oh." Shilla ber-oh saja. Tidak tahu harus mengatakan apa. Ingin tersenyum tapi berusaha ia tahan.

Sampai KapanpunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang