13. Kenyataan Pahit

2.9K 215 110
                                    

Ini adalah minggu ke dua Rio tak bisa menemui Ify. Bahkan Rio juga tidak bisa menghubungi gadis itu. Sudah dua minggu pula, Rio menjalani hari demi hari dengan pikiran kacau dan buntunya. Bahkan tak jarang, setiap malam, Rio pergi ke bar untuk minum sekedar mengenyahkan penatnya. Rio tidak peduli jika Ify tahu pasti akan memarahinya. Rio justru menginginkan hal itu karena terlalu lama menahan rindu yang perlahan melumpuhkan jati diri Rio. Rio ingin mencoba menarik perhatian Ify dengan cara apapun.

Masih duduk di atas motornya yang terparkir di depan gerbang rumah mewah Ify. Rio masih setia menunggu sejak pagi hingga petang menghampiri. Rio sengaja bolos sekolah karena memang sudah tidak ada kegiatan dia di sana. Mogok makan dan juga minum karena ingin mendapat perhatian Ify yang tak mau menemuinya. Rio tak tahu salah dia apa sehingga Ify tiba-tiba menjauhinya. Tak mau mengangkat teleponnya. Tak mau membalas pesannya. Bahkan, kemarin Rio mendengar bahwa Ify juga berhenti sekolah. Karena itulah, hari ini, Rio menekatkan diri untuk menunggu Ify menampakkan diri.

"Argh!" erang Rio memegang perutnya yang terasa sakit dan sangat nyeri. Kakinya lemas hingga hampir tak bisa menyangga tubuhnya untuk berdiri.

"Ah." Rio mendesah merintih menahan sakit di sekujur tubuhnya. Perutnya memang belum terisi apapun sedari semalam. Selain karena tidak nafsu makan, Rio juga ingin memancing kepedulian Ify. Intinya Rio tidak akan mau makan sebelum mendapat omelan dari Ify.

"Rio!" pekikan suara itu membuat Rio tersenyum bahagia di tengahnya menahan sakit. Dia mendongak, menampilkan wajahnya yang tak bisa ia berbohong saat ini tampak bahagia. Betapa Rio merindukan gadis ini hingga membuatnya selalu hilang akal.

"Sampai kapan kamu mau kayak gini?" seru Ify menahan tangis. Tidak tega melihat keadaan Rio dengan wajah pucatnya seperti ini. Dia juga tahu jika Rio sudah seharian penuh menunggunya di sini. Sempat beberapa kali Ify ingin menemui Rio. Namun selalu ragu karena dia sudah bertekad melepas pemuda ini dari hidupnya.

"Sampai kapanpun. Sampai kamu nerima aku lagi."

"Kita udah putus, Yo."

Ya, dua minggu lalu, Ify memutuskan hubungan mereka di saat Rio ingin melamar Ify di usia dua tahun mereka bersama. Sebentar lagi, Rio meninggalkan sekolah untuk melanjutkan pendidikannya sebagai calon mahasiswa. Dan dia hanya ingin memastikan hubungan mereka masuk dalam tahap yang lebih serius. Tapi, Ify menolaknya dengan alasan belum siap lalu minta putus begitu saja. Rio terkejut sampai tidak bisa berkata-kata selain menggeleng, menolak permintaan Ify.

"Bukan kita. Tapi kamu sendiri. Bagi aku, Ify tetap kekasih Rio." Tanggap Rio pelan dan lemah. Dia lantas menarik Ify dalam pelukannya.

"Kenapa kamu harus mutusin aku?" Tanya Rio pelan. Banyak nada kesedihan yang tersirat di sana.

"Kalau kamu belum siap, aku bisa nunggu sampai kapanpun itu." Kata Rio memohon. "Aku lebih bersedia nunggu di banding harus ngelepasin kamu. Aku nggak sanggup, Fy."

"Rio-"

"Aku mohon argh-"

Ify berusaha mendorong tubuh Rio agar pelukan mereka terlepas. Dia menatap Rio khawatir yang kini tampak kesakitan.

"Dari kapan kamu nggak makan?" tanya Ify panik.

"Semalem." Rio menjawab singkat.

"Apa? Kenapa? Kamu bener-bener nggak sayang sama diri kamu sendiri?"

"Ya karena aku lebih sayang sama kamu di banding diri aku sendiri." Tegas Rio menatap Ify dalam.

"Jangan bercanda. Ini sama sekali nggak lucu."

"Aku nggak bercanda." Sahut Rio tajam. "Perhatiin mata aku. Apa aku kelihatan lagi ngelucu sekarang? Ya, aku bahkan bisa buat diri aku sendiri sakit untuk dapet perhatian kamu."

Sampai KapanpunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang