"Yo, bantu aku buat berdiri." Pinta Ify Pada suaminya yang tampak sibuk menatap laptopnya.
Rio langsung meletakkan laptopnya di atas meja dan beralih sepenuhnya memperhatikan Ify yang tampak menunggu.
"Yakin, kamu bisa?" Tanya Rio memastikan. Dia memang tidak pernah menemani Ify terapi, tapi cukup tahu perkembangan istrinya itu. Yang kata kata dokter, keadaan saraf kaki Ify mulai membaik setiap saat hingga besar kemungkinan dia bisa berjalan lagi. Tentu Ify juga harus sering-sering berlatih.
"Aku mau coba."
Rio mengangguk kemudian berdiri dan mengangkat tubuh Ify dalam gendongannya. Rio lantas berjalan menjauh dari ayunan. Memberi tempat bagi Ify untuk bisa melatih otot kakinya. Pelan, Rio menurunkan kedua kaki Ify di atas rumput.
"Jangan di lepas dulu." Cicit Ify memeluk leher Rio takut.
"Iya, sayang. Nggak aku lepas. Tapi jangan gini, kecekik nih aku."
Ify membeo dan langsung menarik kedua tangannya. Yang pada saat itu dia tidak sadar jika Rio sama sekali tidak memegangnya. Hingga nyaris saja dia terjatuh jika Rio tidak cepat tanggap meraih pinggang Ify di kedua tangannya. Jantung Ify berdebar kencang karena masih terkejut dengan dirinya yang hampir saja jatuh. Semakin ingin meledak layaknya bom waktu ketika menyadari jarak wajah Rio begitu dekat dengannya. Bahkan, hembusan nafas Rio terasa hangat membelai wajah Ify. Tak tahu dan tidak mengerti kenapa masih saja berefek seperti ini ketika berhadapan dengan suaminya sendiri. Padahal, Ify yakin jika ini bukan pertama kali mereka berada dalam posisi sedekat ini. Bahkan lebih dekat dari ini pun mereka pernah.
"Masih mau coba?"
Pertanyaan Rio menyadarkan Ify dari keterpakuannya. Dia lantas menarik kedua tangannya yang tadi secara reflek mencengkeram kemeja bagian dada Rio.
"Ma-mau." Ify mengangguk. Kedua matanya mengerjap dengan wajah yang tanpa ia sadar sudah memerah.
"Lucu banget sih." Kekeh Rio gemas sendiri melihat ekspresi wajah istrinya. Dan kedua pipi Ify semakin terasa panas karena Rio mencium bibirnya tanpa permisi.
"Siap, ya?" Kata Rio memberi aba-aba agar Ify menyiapkan diri untuk mengumpulkan segala kekuatannya. Ify sudah berdiri dengan kedua kakinya yang menginjak rumput. Namun, Rio masih memegang kedua bahunya. Menunggu Ify menstabilkan posisi tubuhnya agar seimbang.
"Coba lepas, Yo." Pinta Ify saat merasa dirinya sudah cukup kuat.
"Yakin? Jangan di paksain kalau belum bisa." Rio cemas, khawatir dan enggan melepas Ify.
"Aku mau coba." Kata Ify berusaha mendorong Rio agar melepaskannya.
"Oke." Rio mengalah. Menuruti permintaan Ify.
Dengan perasaan was-was dan juga cemas, Rio perlahan menarik kedua tangannya seraya berjalan mundur. Menjauh dari Ify dan memberi kesempatan istrinya itu untuk berdiri sendiri.
"Kalau nggak kuat bilang." Masih tidak tega menjauh, Rio tak lepas menatap Ify dengan penuh kewaspadaan.
"Aku bisa." Gumam Ify tersenyum bahagia melihat kedua kakinya mampu berdiri tanpa bantuan apapun.
"Aku bisa, Yo." Seru Ify. Masih dengan senyum bahagianya menatap Rio yang tak sedikitp melepas sosok Ify dari pengawasannya.
"Ify!" Seru Rio segera bergerak mendekat saat melihat Ify mulai kehilangan keseimbangannya.
"Cukup buat hari ini. Kamu harus istirahat." Bisik Rio. Tepat di telinga Ify yang saat ini berada dalam pelukannya. Rio lantas beralih menggendong Ify yang langsung membuat Ify reflek mengalungkan kedua tangannya di leher Rio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampai Kapanpun
Romance"Sampai kapan?" gumam Ify mendesis. Membungkam wajahnya dengan kedua tangan yang kini mulai basah karena air mata. Ify terduduk di tengah anak tangga karena kakinya tak sanggup lagi berjalan. Di sisi lain. "Sampai kapanpun itu, gue nggak akan pern...