35. Maaf, Rio

1.6K 132 28
                                    

Rio menggeliat dalam tidurnya, seluruh tubuhnya serasa ingin rontok karena terlalu capek. Meski bukan dia yang menyetir, tapi tetap saja. Tidur di dalam mobil dalam jangka waktu yang cukup lama itu sungguh melelahkan. Mereka sengaja tidak naik pesawat, karena Ify sendiri yang menginginkan hal itu. Alasannya, karena ingin menikmati perjalanan. Dan juga bosen kalau naik pesawat terus. Meski awalnya Rio menolak karena takut Ify kecapean, tapi tentu saja Rio tak akan menang jika Ify sudah merajuk manja padanya.

Semalam mereka baru sampai di hotel tepat pukul dua belas malam. Hotel berbintang lima itu, Rio pilih sebagai tempatnya beristirahat bersama sang istri. Seraya memijat pangkal hidungnya, Rio berusaha membuka mata. Hingga samar-samar dia mendengar suara Ify tampak berbicara dengan seseorang.

"Oke, thank you!" Rio menggelengkan kepalanya seraya berusaha duduk dan mengumpulkan nyawanya. Pandangannya yang masih sedikit buram, hanya tertuju pada Ify yang tampak tengah menutup pintu, kemudian berbalik dengan satu meja kecil berisi secangkir teh hangat, segelas susu putih hangat, dan dua buah sandwich yang membuat perutnya berteriak minta diisi.

"Udah bangun?" Rio tersenyum tipis ketika istrinya itu sudah sampai dihadapannya. Meskipun sudah berhasil bangun sepenuhnya, tetap saja kepalanya masih terasa pusing, hal wajar yang terjadi ketika bangun tidur bukan?

"Capek banget ya?" Tanya Ify tak tega melihat wajah Rio yang terlihat begitu lelah. Mengingat Rio semalam yang langsung tertidur seusai mandi, tentu jawabannya iya. "Mau aku pijitin?" Tawarnya yang sarat akan perhatian seorang istri pada suaminya. Rio menggeleng seraya meraih segelas susu yang berada tepat dihadapannya.

"Nggak."

"Kenapa? Aku bisa mijit lho."

Rio tersenyum simpul. "Karena, kalau di pijit sama kamu, yang ada aku bakal kurung kamu seharian di kamar. Mau? "

"Nggak mau. Aku kan mau jalan-jalan. Lagian kalau kayak gitu ngapain kita pergi, mending di rumah aja."

"Ya makanya itu kamu jangan mancing aku."

Ify berdecak kesal. "Orang aku baik nawarin mijit ke kamu malah di salahin." Gerutuan Ify memancing tawa kecil Rio. Memancing rasa gemas pada istrinya yang tak pernah gagal. Maksudnya, Ify selalu berhasil membuat sisi hangatnya keluar dengan mudah.

"Iya istriku, makasih ya? Tapi suamimu ini, kalau di pijit sama kamu nantinya jadi nggak tahan." Di akhir Rio tertawa kecil. Geli sendiri mendengar ucapannya.

"Nggak tahan?" Otak Ify belum terkoneksi. "Oh kamu pasti mikir pijitan aku sakit, ya? Nggak kok aku bisa pelan-pelan."

Rio menghela sabar. "Justru karena pelan-pelan, Fy."

"Bilang aja nggak mau aku pijit."

"Emang nggak mau." Sahut Rio tertawa mengejek.

"Nyebelin!" Sembur Ify kesal.

"Udah ah. Masa pagi-pagi udah cemberut. Morning kiss dulu sini." Rio mengalihkan topik. Mendekatkan wajahnya yang di sambut manis oleh Ify. Walau tampangnya masih bete, tapi Ify nurut saja sama permintaan Rio.

"Manis banget. Jadi pengen lagi." Gumam Rio tersenyum, juga tanpa melepas tatapannya. Rio kembali menarik tengkuk Ify yang sedari tadi masih di bawa kekuasaan tangannya. Lagi dan lagi Rio tidak cukup merasakan bibir Ify hanya dengan kecupan. Dan tidak pernah puas meski berkali-berkali bibir mungil itu di lumatnya habis-habisan. Jika Ify tidak mengeluh tak bisa bernafas, mungkin Rio enggan untuk berhenti. Kebahagiaam sederhana ini, membuat Rio merasa menjadi laki-laki paling bahagia di dunia.

"Kamu pake narkoba, ya?" Tanya Rio setelah melepas ciumannya. Tapi tidak dengan sorot matanya yang lembut. Menikmati wajah merona dari istrinya. Ify tak menjawab pertanyaan Rio karena masih berusaha menormalkan pernafasannya.

Sampai KapanpunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang