17. Stay With You

2.9K 224 94
                                    

18+

Pagi itu Rio bangun terlebih dahulu saat mendengar adzan subuh. Rio langsung berlari menuju kamar Ify dan mendapati gadis itu sudah bangun juga. Semenjak pengakuannya kemarin, Ify masih belum ada tanda-tanda ingin menerimanya. Namun, Rio tidak masalah, karena dia hanya ingin fokus merawat Ify untuk sementara ini. Yang terpenting, Rio sudah merasa lebih baik dengan mencurahkan segenap isi hatinya.

Terlebih kemarin juga tiba-tiba mama Amara datang dan Ify lebih menghabiskan waktu bersama mamanya itu. Sementara Rio langsung menyibukkan diri dengan pekerjaannya melalui email. Rio juga menyuruh Cakka membawa ke rumah saja, jika ada dokumen penting yang harus ia tanda tangani. Karena esok hari, Rio ingin benar-benar menghabiskan waktunya dengan menjadi pelayan Ify.

"Mau wudhu?" Tanya Rio yang langsung di angguki Ify. Dengan sigap Rio langsung menggendong Ify ke atas kursi rodanya. Lalu setelah sampai di kamar mandi, Rio mengambil selang shower dan di arahkan pada Ify.

Dalam hening, Rio memperhatikan kegiatan Ify dengan seksama. Untuk kesekian kalinya, Rio seolah tersihir dengan kecantikan Ify yang semakin bersinar ketika membasuh wajahnya dengan air wudhu. Setiap pergerakan yang Ify lakukan, mampu membuat Rio memandangnya dengan tatapan terpana.

"Udah?" Tanya Rio setelah melihat Ify selesai berdoa. Rio lantas kembali mendorong kursi roda Ify lagi ketika wanita itu mengangguk. Setelah itu, Rio membantu Ify mengambilkan mukenanya. Rio berjalan lagi menuju kamar mandi untuk mengambil handuk kecil. Kemudian mengelap bagian kursi roda Ify yang basah terkena air. Baru Rio mengambil air wudhu saat melihat Ify sudah rapi dan siap menjadi makmumnya.

Tak lama Rio kembali di hadapan Ify dengan mengenakan, kemeja panjang, sarung dan kopyah di kepalanya yang membuat laki-laki itu semakin tampan.

"Siap?"

Ify mengangguk. Rio tersenyum kemudian memutar tubuhnya membelakangi Ify seraya menggelar sajadahnya. Pemandangan yang baru pertama kali Ify lihat ini, membuat hatinya tersentuh dan ingin menangis namun segera ia tahan.

Seusai menunaikan salat, Rio berdoa sejenak dan Ify mengikuti hingga Rio selesai dan langsung menghadap Ify. Rio berdiri di hadapan Ify dengan kedua lututnya yang langsung bersambut Ify mencium punggung tangannya. Tangan kiri Rio reflek mengusap puncak kepala Ify yang masih berbalut mukena itu dengan lembut. Tanpa sadar, kedua mata Rio memanas.

"Istriku." Bisik Rio tepat ketika Ify mendongak dan bertabrakan dengan tatapannya. Membuat Ify enggan bergerak untuk bisa menikmati wajah  Rio sedekat ini. Wajah yang tanpa tatapan tajam ataupun kemarahan. Wajah yang di selimuti dengan kelembutan hingga membuat hatinya bergetar.

"Maaf, untuk setiap air matamu yang terurai." Kata Rio seraya mengusap kedua pipi Ify seolah tengah menghapus air mata di sana.

"Maaf, untuk setiap sakit yang kamu rasakan." Kata Rio lagi seraya mencium kedua punggung tangan Ify secara bergantian.

"Maaf, untuk setiap luka yang kamu tahan." Kali ini tangan kanan Rio terulur mengusap lembut kepala Ify. Seakan ingin menghapus beban yang mungkin ada di pikiran istrinya ini.

"Dan maaf, untuk aku yang belum bisa menjadi imam terbaikmu." Rio tersenyum sendu, kemudian menarik bagian belakang kepala Ify untuk memudahkan Rio mencium kening istrinya. Rio kemudian duduk dengan posisi masih di bawah Ify. Tanpa meminta ijin, Rio melepas kopyahnya, lalu merebahkan kepalanya di pangkuan Ify. Merasa tak ada penolakan, Rio tersenyum dan semakin menyamankan posisinya.

"Fy." Panggil Rio pelan.

"Kamu nggak siap-siap kerja?" Sahut Ify bertanya pelan.

Rio tersenyum mendengar pertanyaan Ify. "Nggak. Mau nemenin kamu aja."

Sampai KapanpunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang