12. Penyesalan

3K 208 107
                                    

Rio terbangun dari tidurnya dan langsung mendongakan kepalanya. Nafasnya lagi-lagi tersendat saat melihat keadaan Ify saat ini. Meski operasinya berjalan dengan lancar, tapi Ify masih belum sadar juga di hari ketiga wanita itu berpindah ke ruang inap.

Rio memejamkan matanya sesaat seraya mengapit pangkal hidungnya. Pusing yang menyerangnya dari kemarin belum pulih sama sekali. Rio bahkan tidak berniat memulihkannya. Karena Rio ingin menyiksa dirinya sendiri sebagai penghakiman atas apa yang sudah menimpa istrinya. Rio benar-benar belum menyiapkan diri untuk menghadapi Ify saat sadar nanti. Terlebih, jika istrinya tahu bahwa calon buah hati mereka tidak dapat di selamatkan. Belum lagi dengan kondisi Ify yang mungkin tidak akan sama lagi.

Rio reflek memejamkan mata. Saat di rasa dadanya nyeri karena tak bisa mengambil udara ketika teringat pada keadaan yang terjadi.

"Makan dulu, Yo." Rio mendongak. Melihat Amara datang dengan keadaan lebih rapi di banding kemarin yang semalam ikut menginap di sini menemani Rio. Baru tadi pagi Amara pulang dengan alasan Rio minta di masakkan. Entah kenapa Amara begitu menyayangi Ify sejak dulu hingga sekarang. Padahal, Amara juga tahu jika Ify adalah penyebab kehancurannya kala itu. Rio bahkan sampai tidak menyangka saat tahu jika Amara begitu semangat tentang perjodohan mereka. Meski dulu Rio sempat tidak terima, tapi sekarang dia harus mengucapkan banyak terima kasih pada mamanya itu.

"Ma." Amara hanya berdehem seraya menyiap makanan untuk Rio. Tadi Amara memasak salmon panggang saus lemon, tumis kailan cah sapi, sama cumi goreng tepung kesukaan Rio.

"Kenapa?" Amara menyerahkan satu piring berisi setengah nasi pada putranya. Lalu meletakkan tiga menu lauk itu di hadapan Rio agar Rio mengambilnya sendiri. Lalu membuka tupperware lagi yang berisi beberapa buah-buahan.

"Rio boleh tanya sesuatu nggak?"

"Tanya apa?" tanggap Amara tenang. Dia sudah selesai dengan kegiatannya yang kini sepenuhnya menatap Rio.

"Ada hal yang mama tahu tapi nggak Rio tahu tentang Ify selama ini?"

Amara tak langsung menjawab. Dia hanya diam menatap putranya dengan sorot mata kesedihan.

"Ada. Dan mama akan ceritain semua ke kamu asal kamu makan banyak sekarang. Karena kamu tahu sendiri. Ify pasti ngomel kalau tahu kamu telat makan. Dan berakibat pada asam lambung kamu jadi naik."

Rio tersenyum tipis. Omelan mama membuat Rio teringat pada Ify yang tak pernah lelah mengingatkannya untuk makan. Ya, memang dulu tak ada yang tahu jika Rio itu punya riwayat penyakit mag. Dan hanya Ify yang menyadari saat itu, karena Ify memergokinya kesakitan saat pulang sekolah.

Dulu, Rio itu sering kesepian dan hampir tidak pernah mendapat perhatian dari kedua orang tuanya yang sibuk bekerja. Papa sibuk di perusahaan. Sedangkan mama sibuk di usaha butiknya. Baru ketika Ify pergi saat itu, mama memutuskan untuk tidak lagi mengurus butiknya. Dan mempekerjakan seseorang untuk mengelola buktinya.

"Ma. Apa mama tahu alasan kenapa Ify dulu pergi?" tanya Rio menghentikan makannya. Entalah, tiba-tiba terlintas begitu saja ingatan itu yang dulu sama sekali tak Rio sadari. Ya, sejak kepergian Ify, Rio menjadi lebih banyak mendapat perhatian dari Amara. Meski saat itu, sama sekali tidak bisa membuat Rio lupa akan sosok Ify. Tapi Rio bisa merasakan perubahan besar dari sosok mama padanya.

"Makan dulu. Nanti mama ceritain." Tanggap Amara santai. Memasukkan satu butir anggur merah ke dalam mulutnya dengan pandangan tak lepas dari ponsel. Sibuk memeriksa baju melalui gambar yang akan segera di luncurkan bulan depan.

Rio berdecak menatap mamanya. "Mama nggak asik."

"Inget umur. Kelakuan masih kayak abg aja kamu." Tegur Amara yang langsung membuat Rio terdiam. Melanjutkan kegiatan makannya. Ya, Rio memang ingin kembali ke masa abgnya biar bisa sama-sama terus sama Ify.

Sampai KapanpunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang