BAB 14: Hati yang Berubah

55K 5.9K 253
                                    

Aria dan Mahesa sedang sibuk dengan masing-masing laptop di hadapan keduanya saat bel pintu berbunyi. Keduanya saling menatap karena baik Aria maupun Mahesa tidak mengundang siapapun pagi itu. Tak ingin menganggu konsentrasi Aria yang sedang mengerjakan skripsinya, Mahesa mengalah untuk berdiri membukakan pintu.

Seorang kurir ekspedisi berdiri menunggu. 

"Ini paket dari siapa, Pak?" 

"Itu dari Ibu ... Megumi untuk Mbak Aria."

Mama? Mahesa menerima paket berbentuk kotak tersebut, dibacanya alamat yang tertera di atas paket dan benar saja itu adalah alamat rumah mamanya yang ditujukan untuk Aria. Setelah menadatangani surat terima paket Mahesa segera membawanya ke ruang kerja. 

"Aria, ini ada paket untuk kamu."

Aria mengangkat wajahnya dari layar laptop. Sebuah kotak berbungkus koran diletakkan Mahesa di atas meja kerjanya. "Aku nggak beli online apa-apa," ucap Aria heran karena memang ia sedang tidak memesan apapun. Mahesa bilang kalau itu dari mamanya membuat Aria semakin bingung.

Tangannya dengan cepat menyobek kertas koran tersebut dan membuangnya sembarangan membuat Mahesa berdecak kesal. Mahesa yang penasaran mendekat dan melihat isi kotak yang sudah dibuka oleh Aria.

"Apa itu? Baju?" Aria mengambil baju itu dan diangkatnya. Sebuah yukata cantik berwarna biru tua bercorak bunga putih telah dikirimkan mama mertua untuk dirinya. Tapi untuk apa? 

Mahesa melihat sebuah amplop putih terjatuh saat Aria mengangkat yukatanya. Di atas sana tertera jelas kalau itu adalah undangan pernikahan anak Duta Besar Jepang Hideyoshi Akira. Setahu Mahesa, mama dan papanya yang akan pergi tapi kenapa mama mengirim ke rumahnya? Kebetulan ponsel milik Mahesa berdering, ternyata mama meneleponnya. Mahesa menginggalkan Aria yang masih terpukau menatap yukata biru tua itu.

"Mahe, kamu sama Aria sudah dapat paket yang mama kirim?"

"Sudah, Ma, barusan paketnya datang. Itu ada keselip undangan pernikahan anaknya Pak Akira juga di yukata-nya, mau Mahe kirimkan kembali?"

"Oh nggak usah, mama sengaja mau minta tolong nanti malam kamu sama Aria pergi gantiin mama sama papa, ya, Soalnya tiba-tiba papa harus pergi ke Kalimantan sore ini dan mama harus temani papa kamu juga. Itu mama kirimkan yukata untuk Aria sekalian, suruh dia pake itu ya nanti malam."

"Ma ... kenapa nggak bilang dari kemarin-kemarin, sih, kerjaannya Mahesa lagi banyak banget ini. Aria juga lagi mempersiapkan presentasi proposalnya."

"Kamu ini hidup nggak usah dibuat ribet, deh, acara cuma tiga jam aja ngeluh. Kalau nggak mau nunggu nggak masalah yang penting kelihatan aja sama yang punya acara. Sekalian lah kamu perluas relasi kamu sama Dubes Jepang." 

"Iya-iya, aku tanya Aria dulu. Kalau anaknya nggak mau ikut biar aku datang sendiri saja."

"Hush! Kamu ngomong apaan sih? Kamu sama Aria harus datang bersama juga Aria wajib pakai yukata yang mama belikan khusus dia."

Mahesa menutup matanya lelah mendengarkan pemaksaan dari sang mama. Setelah mama menutup ponselnya Mahesa terdiam sebentar. Selama pernikahan ini Mahesa tidak pernah menujukkan Aria ke depan publik karena yang koleganya tahu jika Mahesa menikah dengan Annalise. Mahesa berpikir panjang, alasan apa yang harus Mahesa katakan pada koleganya nanti. Apa perlu Mahesa lanjut berpura-pura meninta Aria menjadi sepupunya saja? 

Aria keluar karena tak menyadari Mahesa yang sudah tak bersamanya di ruang kerja.  Ia ingin menanyakan maksud mama mertua mengiriminya pakaian Jepang itu. Ia melihat tubuh Mahesa yang duduk bersandar pada sofa dengan kepala menengadah ke atas. Pria itu memejamkan matanya, Aria berasumsi kalau Mahesa sedang dalam kondisi tak ingin diganggu. Saat Aria ingin berputar arah, Mahesa memanggilnya masih dengan mata yang tertutup.

Call It Fate, Call It Karma (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang