Extra Chapter: Lost and Found

55.8K 3.8K 98
                                    

Aria melipat lengan jaket chef-nya hingga siku. Ia mulai mengaduk air kaldu kuat-kuat. Setelah beberapa menit tidak beranjak dari tempat, jari manisnya mulai terasa sakit karena cincin pertunangannya menekan jarinya.

Ia melepaskannya karena itu sangat menganggu pekerjaannya. Aria meletakkan cincin tersebut di atas salah satu counter. Berniat setelah mengambil hansaplast untuk jarinya yang lecet, ia akan menyimpannya di dalam loker. Setelah membalut jari manis, Aria menggerak-gerakkan jarinya memastikan tidak akan lecet lagi.

"Mbak, ini bumbunya aku taroh di atas konter ya," ujar seorang cook membawa satu wadah besar. Tubuhnya yang kecil terlihat kesusahan membuat Aria berempati.

"Iya! Letakkan aja di pinggir kompor kaldu ikan," perintah Aria sembari menutup kembali kotak P3K.

Aria memeriksa bumbu yang dibawa lalu lanjut berkutat dengan kaldu ayam. Berkerja di restoran yang tidak pernah sepi membuat Aria harus bisa multitasking demi mengefisiensikan waktu.

Jam menunjukkan pukul tujuh malam dan Aria pamit untuk pulang mendahului. Ia berpamitan pada penghuni dapur yang masih harus mempersiapkan bahan untuk jam operasional besok lagi. Aria mengikat rambutnya dan berdiri di pinggir jalan raya yang masih ramai.

Beberapa menit berselang, sebuah mobil berhenti di depannya membuat gadis itu berjingkat senang. Tangannya bertepuk kecil saat seorang pria keluar dari mobil untuk membukakan pintu kursi penumpang.

"Hai! Maaf terlambat," ujar Mahesa.

Pria itu meraih Aria dalam pelukan singkat kemudian memberikan gadis itu kecupan singkat di pipinya.

"Nggak apa-apa, aku juga nunggunya nggak lama, kok. Kamu sudah makan?"

"Ah, belum. Nanti boleh mampir ya? Aku pesan takeaway saja biar bisa dibawa pulang. Kamu sendiri sudah makan?"

"Sama, belum juga. Kalau begitu aku masakin aja, ya?"

"Kamu nggak capek? Kan seharian sudah di dapur."

"Dapur di restoran sama dapur di rumah itu beda rasanya. Kalau di restoran yang ada adrenalin terpacu sedangkan kalau dapur rumah itu bentuk relaksasi aku."

Mahesa tersenyum dan mempersilahkan gadis itu masuk. Sebenarnya itu juga yang paling ia inginkan saat ini. Lebih banyak menghabiskan waktu bersama. Ya walaupun nanti setelah menikah mereka bisa menghabiskan waktu bersama hingga akhir hayat tapi tetap saja... rasanya ia ingin selalu bersama Aria. Bahkan saat waktu luang atau waktu istirahat mengajar pun yang ia lakukan adalah menghubungi gadis itu. Sekadar mencurahkan isi hatinya tentang problematika mahasiswa-mahasiswanya.

Keduanya mampir di sebuah supermarket membeli kebutuhan dapur karena kulkas di rumah Mahesa isinya habis akibat ia gunakan minggu lalu.

Si rumah Mahesa, Aria masuk menyalakan lampu kemudian disusul Mahesa membawa tiga kantong besar belanjaan mereka. Seperti sudah menjadi rutinitas. Aria mengambil celemek yang digantung di pinggir kulkas kemudian melakukan sortir pada belanjaan mereka. Mahesa sendiri sudah masuk kamar untuk membersihkan diri.

Senyum pria itu tak pernah luntur mendengar berbagai macam suara yang berasal dari dapurnya. Seperti ruang hampa dulu kini telah terisi kembali. Meskipun ia tahu du jam lagi ia harus mengantar gadis itu pulang. Mahesa telah meminta izin kepada Bima untuk mengajak gadis itu mampir di rumahnya dan harus dipulangkan sebelum jam sepuluh malam karena Aria harus kerja lagi besok. Ingatan itulah yang membuat senyumnya luntur. Aria belum sah menjadi istrinya lagi, jadi ia tak bisa menahan gadis itu tinggal lebih lama.

Mahesa pun bergegas mandi dan berganti pakaian yang lebih santai. Karena ia tidak ingin membuang satu detik dengan percuma. Pun ia hanya mengeringkan rambutnya seadanya dengan handuk lalu menyusul Aria ke dapur.

Call It Fate, Call It Karma (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang