Aria menunggu sendirian di halte bus untuk pulang. Sinar matahari sore mulai menjingga, suasana yang bising membuat Aria mengeluarkan headset-nya untuk menulikan pendengaran dari bisingnya ibu kota. Tadi Damar ingin mengantarkannya pulang, karena Aria kini sudah pindah tinggal bersama Mahesa untuk sementara ia tidak ingin memunculkan kecurigaan dari Damar, oleh karena itu ia menolak tawaran sahabatnya itu.
Ia memilih beberapa lagu dari tembang lawas tahun 70-an sampai 90-an. Lagu-lagu tua adalah kesukaannya, sinar golden hour terasa sangat pas walaupun polusi menyelimutinya. Ia mengadahkan wajahnya menikmat sinar jingga yang menerpa kulitnya. Di kepalanya kini ia membayangkan seorang pangeran berkuda putih datang menjemputnya bak seperti musik video.
Tin!
"Kamu ngapain senyum-senyum sendirian?"
Senyum Aria terjatuh saat mendengar suara Mahesa. Pria itu sedang duduk di balik setir mobil, kaca jendela diturunkan guna bisa memanggil Aria.
"Ayo masuk kita pulang sama-sama," ajak Mahesa. Aria melihat sekeliling tak ada orang lain di halte selain dirinya. Bis Kuning mulai terlihat di ujung jalan. Mahesa kembali memanggil Ari kemudian gadis itu berlari kecil masuk ke dalam mobil sedan hitam itu. Mahesa kemudian menjalankan kembali mobilnya.
"Loh?" Aria mengernyit bingung saat sebuah lagu yang diputar Mahesa di radio mobilnya. Lagu yang diputar oleh Mahesa melalui aplikasi spotify yang disambungkan pada radio melalui bluetooth sama persis dengan lagu yang sedang Aria dengarkan. Sebuah legendaris dari Nike Ardilla yang berjudul 'Panggung Sandiwara'.
"Kenapa?" tanya Mahesa.
"Huh? Eh ... enggak ada apa-apa, Pak," elak Aria sembari melepaskan headset-nya. Kebetulan yang sangat aneh pikir Aria. Sebenarnya kalau dipikir-pikir itu bukan hal yang aneh karena selera lagu Mahesa juga menunjukkan jumlah angka pada usia pria itu. Aria mengedikkan bahunya menikmati lagu-lagu lawas yang mengalun syahdu sore itu.
"Aria, sebelum pulang kita mampir ke toko buku dulu, ya?"
"Boleh-boleh, saya juga mau nyari bacaan juga."
"Oh ya? kamu mau cari bacaan seperti apa?"
"Novel mungkin, soalnya author favorit saya baru rilis buku barunya minggu lalu."
"Oke."
Mobil terparkir dengan rapi pada tempat parkir sebuah toko buku. Keduanya jalan beriringan kemudian terpisah menuju bagian buku yang mereka tuju masing-masing. Aria menyusuri satu per satu novel yang berjejer mencari buku yang diinginkannya. Sesekali ia melirik Mahesa yang terkadang kelihatan kadang menghilang begitu saja. Setelah mendapat tiga judul, Aria menyusul Mahesa yang duduk berjongkok mencari bukunya sendiri.
"Tolong pegangin jas saya."
"Oke."
Mahesa memakaikan jasnya pada tubuh Aria, gadis itu terlihat tak mempermasalahkannya. Deretan buku hukum itu membuat Aria bertanya-tanya, sejak kapan Mahesa tertarik dengan jurusan hukum?
"Bapak kenapa cari buku hukum?"
"Saya dengan Pak Gemintang akan bergantian mengajar anak hukum juga. Walaupun mata kuliah pengantar ekonomi, tapi tetap saya juga harus tahu tentang hukum dagang hingga mengurus legalitas dan lain-lain."
Aria mengangguk paham, ia ikut berjongkok dan melihat-lihat. Matanya menangkap sebuah judul, ia berdiri untuk melihat dengan jelas. Di sampul tertulis 'Hukum Perkawinan di Indonesia'
"Aria! lo di sini juga?" Aria menoleh melihat Damar yang berjalan ke arahnya. Saking terkejutnya buku-buku yang dibawanya terjatuh, Aria buru-buru berjongkok membereskan sabil mengusir Mahesa menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Call It Fate, Call It Karma (Complete)
RomancePemenang Wattys 2021 kategori New Adult [Cerita ini akan tersedia gratis pada 17 April 2023] Di hari bahagia sang kakak, Aria yang masih berstatus mahasiswa semester akhir justru harus menggantikan posisi Annalise sebagai pengantin saat kakaknya kab...