Waktu berlalu dengan bahagia. Satu per satu Tuhan memberikan kompensasi atas kesedihan yang umatnya rasakan beberapa waktu yang lalu. Bahagia yang mereka cari kini datang satu per satu. Memang Tuhan itu adil. Ia mengambil satu kemudian mengahadiahkan satu lagi.
Seperti halnya Aria sekarang. Ia tengah berada di dapurnya memasukkan berbagai jenis kue kering yang dibuatnya sejak tadi pagi ke dalam beberapa toples kaca. Tak lupa ia menghiasnya dengan pita berwarna merah muda dan menggantungkan kartu ucapan pada pita tersebut. Ia sibuk sendiri sampai tak sadar sebuah tangan membuka kembali toples kemudian mengambil beberpa cookies.
Aria yang berbalik badan menoleh mendengar suara renyah seseorang mengunyah. "Lho? Kok dimakan? Ini untuk hadiahnya Manda sama Damar!" protes Aria memukul tangan Mahesa yang ingin kembali mengambil beberapa lagi.
"Nggak ada untuk aku?" tanya Mahesa dengan mata yang berbinar.
Aria berdecih kemudian mengeluarkan sebuah kotak penuh berisikan kue nastar. "Kamu ambil yang ini." Mahesa mengedikkan bahunya dan mulai mengambil satu per satu kue nastar tersebut. Ia membiarkan dirinya duduk tenang memperhatikan setiap gerakan Aria yang memenuhi dapur. Kali ini Aria mengambil toples baru untuk diisi kue nastar. Khusus ia buatkan untuk Megumi, mama mertuanya.
Mahesa yang bosan hanya mengetuk-ngetukkan telunjuknya. Mendengar suara tawa anak kecil di halaman belakang ia menoleh cepat kemudian tersenyum. Ia bangkit membantu Aria memasukkan toples-toples tersebut ke dalam tas kain.
"Sudah siap semua? Nggak ada yang ketinggalan?" tanya Mahesa membuat Aria melihat sekeliilng kemudian menggeleng.
"Sudah semua. Ayo berangkat," ajaknya.
Mahesa mengambil kunci mobil dan keluar memanaskan mobil. Hari ini mereka akan berkunjung ke rumah Amanda dan Damar yang meyambut anak ketiga mereka setelah itu akan menginap di rumah orang tua mereka.
Aria memanggil putri mereka untuk mengembalikan kucing peliharaan mereka ke dalam kandangnya. Sambil menunggu ia berhenti di sudut rumah favoritnya. Ia tersenyum sekilas kemudian menyusul keluar memasukkan tas-tas berisikan kue dan cookies ke dalam mobil.
Seorang anak perempuan berlari menyusul kedua orang tuanya sedikit tertarih. Sampai di depan pintu ia menepuk jidatnya seakan ia baru teringat akan sesuatu. Anak itu kembali berlalu masuk ke dalam rumah berhenti di sudut ruang yang sama tempat Aria berhenti sesaat yang lalu.
Sebuah tembok kosong terpajang sebuah figura emas besar. Di depannya terletak lemari kayu berukuran pendek. Tidak lebih tinggi dari anak itu. Di atas lemari tersebut terpajang sebuah vas hitam dengan gurat emas berbentuk pohon. Anak itu menyemproti bunga mawar merah pada vas tersebut agar lebih segar.
Setelahnya anak tersebut menghapus beberapa sisa bulu kucing berwarna putih dari gaunnya. Ia mundur dua langkah untuk memandangi wanita cantik di figura foto tersebut. Tersenyum lebar terlihat natural dengan rambut gelombang yang tertepa angin.
"Selamat pagi, tante Ann. Hari ini aku mau berkunjung ke rumah Om Damar pakai baju pemberian Oma Megumi." Ia mengangkat kakinya hingga sedikit limbung. "Nah, kalau sepatu ini pemberian Oma Indi sama Opa waktu hari ulang tahunku kemarin. Katanya ini dulu sepatu milik tante, ya? Kalau begitu aku izin pakai, ya, tante!"
Aria muncul untuk memanggil kembali putrinya. Tapi saat melihat anak itu tengah sibuk bercerita, Aria memilih berhenti di jendela pintu sambil bersender tersenyum. Mahesa yang tak ingin terlambat turun dari mobil untuk memanggil dua wanitanya. Tapi sama seperti Aria, ia juga ikut menikmati antusias putrinya yang bercerita di depan foto mendiang Annalise.
"Kenapa dia mirip banget kayak kamu, Mas? Kan aku ibunya," protes Aria melihat kemiripan fisik antara putri dan suaminya.
Mahesa tertawa dan mencubit pipi Aria. "Dia juga mirip kamu kok. Sifatnya." Pria itu mengelus pelan pipi Aria yang memerah akbat tarikannya. Melihat istrinya merajuk, Mahesa memberikan sebuah kecupan ringan di pipi istrinya.
"Ayo kita berangkat. Sudah ditunggu sama omanya." Mahesa menunjukkan ponselnya yang bergetar. "Aku sudah diteror sama mama, udah kangen sama cucunya."
Aria menggerling kemudian memanggil snag putri. "Sayang! Ayo berangkat! Nanti ditinggal sama papa, lho!" Wanita itu tersenyum saat sang putri menoleh kaget ke arahnya. Aria mengetuk jam tangannya memberi tanda putrinya agar bergegas.
"Ah, Mama tunggu! Eh, tante sudah dulu, ya! Besok aku ceirtain tentang batu kerang yang aku temuin saat main ke pantai Lombok kemarin! Sampai jumpa lagi, tante!" Anak itu berlari cepat meninggalkan foto figura itu sendirian.
Lagi-lagi terdengar panggilan dari sang mama membuat anak itu berlari lebih kencang. "Iya, Ma! Annalise datang!"
Sudah dibilangkan? Tuhan itu adil. Ada yang pergi, ada yang datang. Ada yang namanya takdir , ada juga karma. Tinggal seberapa dewasa seseorang menyikapinya.
*
(END)
KAMU SEDANG MEMBACA
Call It Fate, Call It Karma (Complete)
RomancePemenang Wattys 2021 kategori New Adult [Cerita ini akan tersedia gratis pada 17 April 2023] Di hari bahagia sang kakak, Aria yang masih berstatus mahasiswa semester akhir justru harus menggantikan posisi Annalise sebagai pengantin saat kakaknya kab...