Sejak hari rekreasi ala kadarnya di pantai beberapa waktu yang lalu, Aria merasa kakaknya sedikit berbeda. Ada jarak yang tak bisa Aria jelaskan. Tampak dari luar sikap Annalise terlihat biasa saja. Ia akan tertawa saat mendengar gurauan garing Aria. Ia akan tersenyum simpul saat Aria menggodanya. Atau akan memeluk Aria erat saat adiknya itu butuh dukungan.
Namun yang Aria yakini adalah ... jika dulu kakaknya akan antusias membicarakan Mahesa kini berbeda. Ada kerutan halus di keningnya saat Aria maupun kedua orang tuanya mengangkat topik mantan calon suaminya tersebut.
Untuk kondisi tubuhnya sendiri tidak ada kemajuan. Rawat jalan yang rutin mereka lakukan seperti tak lagi mampu memperlambat jalannya waktu. Sedari awal mereka telat penanganan dan berbagai macam obat yang diberikan hanya aksesoris pengisi waktu luang tanpa ada efek.
Aria meletakkan empat macam obat di telapak tangan Annalise. Mendorong gelas kaca untuk memudahkan Annalise menegak keempat obat itu sekaligus.
"Kakak bisa minum obat sendiri, enggak perlu kamu lihatin kayak gitu," ujar Annalise. "Kamu bukannya harus ke Surabaya minggu depan? Sudah dapat pilihan kos yang mau dicek?"
Minggu depan adalah hari keberangkatan Aria untuk mempersiapkan semester baru di sekolah chef. Semester baru akan dimulai satu bulan lagi tapi Aria harus pergi lebih dulu untuk mencari tempat tinggal. Tujuannya adalah untuk mencari kos. Bima sempat menawarkan sebuah apartemen milik temannya yang disewa lebih murah tapi Aria menolak mengingat kondisi keuangan mereka yang tidak akan stabil selamanya.
Rencananya untuk mencari kos secepat mungkin, jika bisa setelah sehari atau dua hari Aria ingin segera kembali lagi. Dia ingin banyak mendedikasikan waktu bersama Annalise sebelum berbulan-bulan meninggalkan kakaknya sendirian. Mamanya berkerja dari jam sembilan hingga jam tiga sore sedangkan jam kerja papanya lebih tak tentu lagi. Kadang berhari-hari dinas baru pulang.
Aria khawatir Annalise akan cepat bosan jika ditinggal sendirian. Setidaknya jika ada Aria, Annalise tak perlu repot mengambil remot di seberang ruangan atau hanya sekadar mengisi ulang air minumnya.
"Oh iya! Aku belum beli tiket keretanya juga!" Gadis itu menepuk kening tanda kesal. Segera ia bangkit meninggalkan kamar Annalise dan kembali mengingatkan Annalise untuk segera meminum obat di tangannya.
Annalise melihat keluar jendela kamar. Senyumnya terukir melihat tanaman mawar yang menjalar pada daun jendela. Kamarnya berada di ujung belakang rumah berdampingan langsung dengan halaman belakang yang gersang. Tapi setelah Annalis kembali menempati kamar itu, Aria juga kedua orang tuanya mulai menanami berbagai macam tanaman agar Annalise bisa merasakan udara sejuk di pagi hari saat membuka jendela.
Drama pemilihan tanaman membuat wanita itu tertawa geli sampai akhirnya ia bilang ingin melihat mawar. Keesokan harinya Mahesa datang memebawa tiga pot pohon mawar yang cukup besar dengan sebuah mobil pick-up. Aria dan Bima pun menanamnya tepat di samping jendela kamar.
Annalise melihat obat-obatan di tangannya, ada jeda lama untuk ia memutuskan meminumnya atau tidak. Sebuah keputusan yang sama ia ambil sejak beberapa hari yang lalu. Annalise mengusap tangan kotornya dan meminum air hingga tandas. Senyumnya merekah saat Aria kembali muncul dengan ponsel meminta bantuan Annalise memilihkan beberapa pilihan kos untuk dilihat saat ia ke Surabaya nanti.
Hari demi hari mereka jalani layaknya keluarga normal. Aria muncul setiap pagi untuk mengucapkan salam juga demi menceritakan mimpi-mimpi abstraknya. Mamanya yang tak pernah lupa memasak masakan kesukaannya, papa yang selalu datang memijiit kakinya sambil memeberi semangat, hingga Mahesa yang selalu hadir setidaknya menanyakan kabar terbarunya.
Waktu berlalu sangat cepat sampai-sampai Annalise terlena akan kedamaian sesaat itu. Setiap malam ia selalu mendapatkan mimpi yang sama dan terus terbangun dengan air mata membasahi pipinya. Ia melihat potret dirinya yang dilukis indah menempel pada sebuah dinding putih. Bingkai emas mengelilingi membuat potret dirinya terlihat immortal bak malaikat yang tak akan terlekang oleh waktu. Tapi saat matanya menatap bahagia potret senyumnya suara yang sangat ia kenali memanggil.

KAMU SEDANG MEMBACA
Call It Fate, Call It Karma (Complete)
RomancePemenang Wattys 2021 kategori New Adult [Cerita ini akan tersedia gratis pada 17 April 2023] Di hari bahagia sang kakak, Aria yang masih berstatus mahasiswa semester akhir justru harus menggantikan posisi Annalise sebagai pengantin saat kakaknya kab...