BAB 34: Kado Sesungguhnya

38.2K 3.9K 197
                                    

Yukkk jangan lupa vote dan komennya juseyooo 😭

*

Kaki Aria bergetar hebat saat tangannya menjabat tangan kedua dosen penguji juga tangan Mahesa sebagai dosen pembimbingnya. "Selamat anda kami nyatakan lulus." Mahesa menyerahkan lembar penilaian Aria. Seperti yang sudah Aria duga, dua dosen pengujinya memberikan ia nilai A tapi mahesa tetaplah Mahesa. Dosen yang menerapkan prinsip, "Kesempurnaan hanyalah milik Tuhan." Jadi Aria sudah sangat bersyukur mendapatkan nilai B dari Mahesa sedangkan statistikanya sudah lebih baik mendapatkan B-. Bagi orang lain mungkin nilai tersebeut adalah nilai standar tapi bag Aria nilai tersebut sebuahlah keajaiban dunia.

Setelah semua dosen meninggalkannya sendirian, Aria memberesken laptop juga lembaran materi ujiannya. Matanya memanas tak menyangka bahwa dia telah lulus. Meskipun lebih lambat satu semester dari dari teman-temannya seangkatannya tapi tetap saja mendapatkan gelar sarjana membuat hati Aria membuncah.

Di luar ruangan ujian Aria pun menumpahkan air matanya yang tertahan saat melihat Damar dan Amanda yang membawa bucket bunga. Ia menutupi wajahnya dengan jas hitam yang dikenakannya akibat malu.

"Sudah siap ke tahap kehidupan selanjutnya?" tanya Amanda yang mengulurkan kedua tangannya untuk memeluk Aria. Aria pun hanya mengangguk. Damar berdiri canggung karena dirinya sedikit iri terhadap Aria yang sudah memegang predikat lulus. Alangkah menyenangkannya jika saja dia bisa lulus bersama Aria. Dia hanya sedikit tidak menyangka bahwa Aria bisa seambisius ini menyangkut akademik.

"Jangan remehin gue, ya. Kalau gue udah niat, angkat monas pun gue jabanin," bilangnya dengan percaya diri.

Namun tanpa Damar sadari, Aria melakukan semua ini demi mimpi barunya yang ia ingin wujudkan beberapa bulan terakhir. Setelah ini Aria harus mempersiapkan diri untuk merantau ke luar kota. Aria sudah membicarakan ini dengan kakaknya. Dia juga berjanji untuk sering pulang menjenguk kakaknya.

Kini giliran damar yang memeluk Aria. Menyingkirkan perasaan irinya, sebagai seorang sahabat dia tetap bangga. Aria tumbuh pesat beberapa bulan terakhir. Banyak yang sudah gadis itu lalui dan proses itulah yang perlahan membentuk kedewasaan pada diri Aria.

Amanda pamit sebentar untuk menyusul salah satu temannya yang juga sedang sidang di fakultas lain. Damar dan Aria memilih duduk di taman fakultas sambil mengingat perjalanan mereka.

"Terus setelah ini lo mau bagaimana, Dam?"

"Ini rahasia antara kita berdua. Gue berniat lamar Manda di hari gue lulus besok. Masih ada beberapa bulan mempersiapkan gue mau serius sama dia."

Aria menutup mulutnya tak percaya. "Seriusan lo? Berarti lo mau jadi PNS atau bagaimana?" Damar mengernyit mengingat kedua orang tua Manda berharap dia daftar menjadi PNS setelah lulus nanti. Amanda sendiri sudah berkerja di sebuah perusahaan. Amanda berniat resign dari kerjanya untuk fokus menemani tumbuh kembang anaknya jika menikah nanti jadi kedua orang tuanya berharap Damar untuk bisa mendapatkan penghasilan tetap seperti PNS.

"Masih ada beberapa bulan lagi untuk meyakinkan kedua orang tua Manda kalau lo bisa sukkes dengan kafe lo. Kafe lo kan rame, Dam. Apalagi mahasiswa banyak banget di sana kalau malam hari.

"Ya itu masalahnya, Ar. Gue sayang sama kafe gue, pendapatannya juga mencukupi kok buat nanggung kebutuhan empat orang anggota keluarga. Tapi ya gitu, jam kerjanya ga bisa kayak PNS atau pekerja kantoran lain. Lo tau sendiri kan gimana hectic-nya gue kalau lagi bulan puasa. Buka 24 jam dengan karyawan yang sekarang aja masih kuwalahan."

Aria menghela napas. Pembicaraan yang sangat berbeda dari beberapa bulan yang lalu. "This is a real life. Kita punya masalah masing-masing." Aria meletakkan kepalanya yang lelah di pundak Damar. "Tuhan, turunkan mesin waktu, pengen balik SD lagi. Masih pengen sarapan disuapin mama sambil nonton dora the explorer."

Call It Fate, Call It Karma (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang