Not enough by Fur
Aria selesai belanja dress baru hari ini. Setelah lima hari dia habiskan berjalan-jalan sendiri tanpa Mahesa. Malam ini gadis itu akan menemani suaminya untuk makan malam bersama pihak kampus NTU.
Mahesa bilang sih acara makan malamnya semi formal. Jadilah, Aria memilih sebuah summer dress pendek dengan punggung terbuka. Dia bukan tipikal pencinta gaun. Mungkin bisa dibilang ini adalah gaun pertamanya. Tapi semenjak ada Mahesa, Ari jadi ingin sedikit memiliki sisi feminim. Oke, jika Damar mendengar ini bisa dipastikan sahabatnya itu akan mati terpingkal.
Sambil memindahkan semua hasil jepretannya dari kamera ke dalam laptop, Aria membersihkan diri bersiap-siap.
Mahesa sampai tak habis pikir dengan keahlian Aria dalam melancong. Gadis itu bisa berangkat pagi pulang malam hanya untuk berjalan mencari coffee shop. Semua hasil perjalanannya tak pernah lupa Aria bagikan ke Mahesa. Jadi hampir setiap jam dia mendapatkan pesan bergambar Aria yang sedang makan-makan-makan-makan lagi-dan makan.
"Kan aku jalan kaki, Mas. Jadi cepat terbakar kalorinya. Lagi pula kapan lagi coba bisa ngerasain jajanan luar negeri. Ya walaupun di Indonesia juga ada tempura tapi ini tuh tempura versi Singapura, Mas. Kamu yang udah sering ke luar negeri mana ngerti. I want to cerish every moment." Begitulah kira-kira pembelaan Aria setiap kali Mahesa bertanya.
Saat Aria selesai mandi dan masih mengenakan bathrobe-nya ternyata Mahesa sudah pulang. Pria itu berselonjoran di atas kasur sembari menikmati semua hasil jepretan Aria di laptop.
"Kamu sudah pulang, Mas?"
"Iya, kamu sudah beli baju buat acara malam ini?"
Aria menunjuk sebuah tas belanja yang terhampar pada sofa kamar. Mahesa berinisiatif mengambil pengerin rambut lalu mengelus rambut Aria yang masih basah. Jemarinya perlahan memijit kepala istrinya membuat gadis itu mengerang keenakan. Senyumnya tercipta saat melihat mata Aria yang terpejam menikmati perlakuannya.
Entah sejak kapan Mahesa sangat senang mengeringkan rambut Aria. Kebiasaan baru yang sangat candu. Dia menikmati sentuhan rambut halus Aria yang menyentuh kulit tangannya.
"Wangi shampo hari kok berbeda? Lebih wangi."
"Oh, aku baru beli tadi siang soalnya shampo hotel habis."
Mahesa kembali menenggalamkan wajahnya pada untaian panjang rambut Aria. Setelah kering, pria itu tak ketinggalan memberikan hair treatment lainnya.
"Mas, nanti setelah kamu pensiun. Nggak lagi jadi dosen atau lanjut di pemerintahan, kita buat salon kecantikan, yuk. Pasti laku banget kalau treatmentnya dilakuin sama cowok seganteng kamu."
Mahesa berdecih, tak tahu harus merasa tersindir atau merasa bangga. "Nggak mau, maunya cuma treatment rambut kamu seorang."
Sejenak keduanya saling bertatapan. Aria memejamkan mata kemudia mencoba memajukan wajahnya untuk mencuri sebuah ciuman tapi ponselnya tiba-tiba berdering.
Mahesa mengecup kening Aria sepintas kemudian berlalu menuju kamar mandi membuat Aria mendesah kecewa. Lagi-lagi operasi mendapatkan couman bibir dari seorang Mahesa harus gagal. Aria meniup poninya kesal.
Tanpa melihat siapa yang memanggil, Aria menerima panggilan tersebut.
"Halo, dengan siapa ini?"
Terdapat jeda panjang kemudian suara panggilan terputus memasuki indera pendengarannya. Kedua alisnya bertaut bingung. Seminggu ini terbilang cukup banyak telepon-telepon jahil dari nomor tak dikenal. Bahkan bukan dirinya saja, Mahesa pun kerap kali mendapatkan prank panggilan seperti dirinya barusan.
![](https://img.wattpad.com/cover/186836943-288-k552385.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Call It Fate, Call It Karma (Complete)
RomancePemenang Wattys 2021 kategori New Adult [Cerita ini akan tersedia gratis pada 17 April 2023] Di hari bahagia sang kakak, Aria yang masih berstatus mahasiswa semester akhir justru harus menggantikan posisi Annalise sebagai pengantin saat kakaknya kab...