BAB 17: Apa Nggak Bosen?

50.7K 5.9K 287
                                    

Mahesa sadar betul jika Aria sedang menjaga jarak antar keduanya. Beberapa hari ini anak itu selalu menghindarinya jika sedang sengaja berpapasan. Selalu makan di luar, jika diajak makan malam alasannya belum lapar. Mahesa pun tidak bisa berbuat banyak. Pekerjaannya juga bukan hanya mengurus anak kecil itu. Dipikir Mahesa itu tipe CEO-CEO di novel-novel yang Aria baca yang tidak ada pekerjaan lain selain bucin? Dia masih harus mengoreksi pekerjaan mahasiswanya tiap minggu juga jangan lupa tugasnya di kementerian.

Sebuah ketukan pintu di kantornya mengalihkan fokusnya dari pekerjaan.

"Masuk!" panggil pria itu dari dalam.

Mahesa sedikit terkejut saat dilihat Aria melongokkan kepalanya ke dalam ruangan. Ah, dia lupa jika sekarang waktunya bimbingan gadis itu sebelum seminar proposal yang akan diadakan dua hari lagi. Mahesa segera menyampingkan pekerjaannya kemudian mempersilahkan Aria untuk duduk.

Aria memberikan salinan proposal akhirnya pada Mahesa. Jujur, jantungnya sedang berdebar tak karuan sekarang. Tanpa omong-kosong Mahesa langsung melontarkan pertanyaan yang Aria jawab dengan lancar. Bahkan Mahesa menilai cara presentasi Aria pun cukup bagus. Hanya seperti saja bimbingan kali ini. Dua puluh menit mereka habiskan waktu bersama, tapi sama sekali tidak terasa.

"Kurang lebih pertanyaan-pertanyaan yang tadi saya sampaikan disempurnakan lagi di naskah akhir."

Mahesa mengembalikan salinan proposal yang Aria berikan tadi. "Baik, Pak. Terimakasih atas bantuannya."

"Aria," panggil Mahesa.

"Iya, Pak?"

"Nanti malam kamu makan malam di mana?"

Aria memutar otaknya mencari alasan lain. Sudah beberapa hari ini ia berhasil menghindari Mahesa. "Ah, nanti malam sepertinya aku nggak bisa pulang, deh, Pak. Mau belajar buat kue sama pacar aku, Damar. Terus Mama sama Papa baru pulang jadi aku mau menginap di rumah sendiri dulu, boleh?"

Mahesa hanya bisa menghembuskan napasnya pelan, ia mendengkus geli dan mengangguk. Aria mengucapkan terima kasih sekali lagi kemudian keluar menutup pintu ruangan Mahesa meninggalkan kegamangan yang pria itu rasakan. Aria masih belum tahu jika dia mengetahui kebohongan antar hubungannya dengan Damar. Mahesa bilang pada Damar untuk membiarkan Aria tidak tahu, dia tidak ingin Aria semakin menjauh akibat merasa malu karena kebohongannya terbongkar.   

Dilipatnya laptopnya karena sekarang sudah masuk jam mata kuliah kelas lainnya. Di lobi gedung fakultas dia melihat Aria yang tersenyum ceria bersama Damar. Senyumnya ikut tercipta saat mendapati gadis itu tertawa terbahak-bahak. Saat tatapannya bertumbukkan, Aria sengaja menggandeng tangan Damar membuat alis pria itu terangkat.

"Siang, Pak!" sapa Aria saat Mahesa melewati mereka.

Damar yang melihat Mahesa berjalan ke arah mereka langsung melepaskan genggaman tangan Aria, tapi gadis itu sepertinya tidak paham justru Aria sekarang memeluk lengan Damar lebih dekat. Melihat Mahesa mengangguk, Damar sedikit lega dibuatnya. 

"Lo sama Mahesa nggak ngobrol lagi, ya?" tanya Damar pada Aria yang sudah melepaskan lengannya.

"Ngobrol, kok. Eh nanti jadikan kafe lo ngadain les membuat kue? Mau ikut juga, nih." Damar tahu kalau sahabatnya itu sedang mengalihkan topik pembicaraan mereka. Bukannya dia ingin ikut campur, tapi Aria dan Mahesa sudah menikah meskipun cuma dalam agama, tapi tetap saja mereka itu sudah suami dan istri, tidak boleh seperti ini. 

Call It Fate, Call It Karma (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang