BAB 40: Pecahan yang Bukan Seharusnya

35K 3.2K 67
                                    

Pria berparas Asia itu tersenyum ramah seakan pertemuan tak sengaja mereka adalah sesuatu yang sangat menyenangkan. Masing-masing secangkir teh dengan varian berbeda terletak hangat di hadapan keduanya. Uap yang meninggalkan cangkir mengirimkan suasana hangat yang entah kenapa membuat Aria tersipu.

Asahi sendiri adalah sepupu dari seseorang di masa lalunya. Jadi Aria sadari dengan bertemunya mereka bisa saja mendatangkan kemungkinan pertemuan Aria dengan Mahesa. Aria merasa bagaimana sempitnya Jakarta.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Aria.

"Ah cukup lelah. Aku baru saja kembali dari pelarianku sepertimu."

Alis Aria sedikit berkedut sedikit tersendir oleh perkataan Asahi barusan.

"Apa maksudmu?"

Asahi mengangkat cangkur tehnya. Sambil tersenyum pria itu menyesap cairan hangat tersebut dengan gerakan yang sangat elegan. Aria jadi ingat bagaimana indahnya Asahi saat pria itu mengenakan kimono saat dulu mereka bertemu pertama kali.

Dalam diam Aria meneliti bagaimana mencurifakannya pria di depannya saat ini. Mata sipit yang selalu membentuk bulan sabit saat tersenyum itu mampu melihat jauh yang bisa dilakukan oleh orang biasanya. Tajam dalam menilai. Bibir yang selalu melengkung ke atas itu pula menyimpan lidah yang mungkin saja jauh lebih berbisa dari seekor ular. Secara keseluruhan Aria baru sadar bahwa Asahi bukanlah sekadar turis Jepang yang tengah mengunjungi saudaranya di Indonesia. Pria itu menakutkan.

"Aria ... kau sudah pecah bukankah saat ini waktu yang tepat untuk mencari pecahanmu kembali?" tanya Asahi.

"Aku tak paham maksudmu," bohong Aria.

Mendengar kekehan kecil yang lolos dari bibir Asahi menandakan pria itu bisa melihat kebohongan yang Aria lontarkan.

Asahi tak memaksa Aria untuk mengatakan hal yang ingin didengarnya. Dia telah belajar banyak tentang manusia dan emosinya. Jika Asahi melontarkan maksud perkataan tersebut hanya akan membuka luka lama Aria dan gadis itu akan lebih kuat menarik diri dari dunia. Lebih rapat menutup kepompong rapuh yang sebentar lagi akan Asahi rontokkan. Memikirkan itu membuat pria itu menahan tawanya.

"Oh ayolah, kita belajar tentang Kintsugi kala itu," goda Asahi menyentuh masa lalu keduanya.

Kintsugi adalah seni pottery turun temurun keluarganya dan Mahesa. Seni tersebut adalah memasang kembali keramik yang telah pecah dengan perekat emas dan biasanya keramik dengan seni kintsugi akan terlihat jauh lebih cantik memaparkan guratan-guratan emas di sekujur permukaan keramik.

"Pecahan kemarik yang kumilikki terlalu kecil untuk dipasang kembali. Tidak ada harapan," ujar Aria membuat Asahi melepaskan tawa yang sedari tadi ia tahan.

"Yada-yada ...." Asahi mengistirahatkan sikunya kemudian meletakkan dagunya  memandangi Aria penuh ketertarikan. "Oh tentu saja dalam Seni Kintsugi kau tak memperlukan serpihan keramik yang lama. Bahkan pecahan yang bukan seharusnya bisa dijadikan pasangan keramik terindah."

Aria mengerutkan alisnya tanda tak paham. Asahi menepuk tangannya membuat Aria terkejut. Pria itu membuka tas kulit berwarna cokelat yang ia bawa. Sebuah amplot merah dengan segel bunga sakura diselipkan Asahi ke arah Aria.

"Maksudnya apa ini?"

Asahi memasang wajah sendu membuat Aria tak enak. Pria itu menunduk sedih. "Aria, aku tak punya banyak teman wanita di sini. Bisakah aku meminta bantuanmu menjadi teman kencanku malam ini?"

Call It Fate, Call It Karma (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang