🔥40. HUJAN🔥

1.3K 71 6
                                    

Beri Vote dan komen
untuk cerita ini

Beri Vote dan komen untuk cerita ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.

Cinta POV

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cinta POV

Pagi ini suara hujan turun menembus gendang telingaku, kedua mataku tak pernah bosan menatap setiap tetesan hujan yang selalu terjatuh di tempat yang sama, hujan yang selalu menyelimuti dinginnya sebuah kenangan, hujan yang selalu menyeretku untuk mengingat masa lalu.

Setelah reda, hujan tak pernah bertanggung jawab atas apa yang terjadi, ia akan meninggalkan bekas luka yang telah lama ku kubur, entah kenapa luka yang dulu  masih saja membekas. Masih terekam jelas di memoriku.

Kini kedua kakiku meyeretku ke tempat meja rias, tangan kananku sedikit memoles make up tipis di wajahku, cukup menambahkan bedak dan liptin di bibir. Yups pagi ini aku sudah rapi dilengkapi seragam dan dibaluti oleh hoodie bewarna merah muda kesayanganku yang dulu hampir saja dibuang oleh kak Bara, ah mengingatnya saja sudah membuatku terkekeh pelan, heran aja bagaimana mungkin orang yang dulu membenciku kini mencintaiku? Emang benar ya kata orang benci itu bisa jadi cinta, jadi hati hati dalam bermain rasa.

Setelah itu kedua kakiku membawaku untuk melangkah ke lantai bawah, menuju ke tempat meja makan, di sana sudah terlihat ada sosok laki-laki berwajah tampan sedang melahap rotinya seorang diri, laki laki itu bang Danu. Smentara Papa? Dia ada tugas di luar kota bersama wanita ular, siapa lagi kalau bukan Sarah namanya,ah mengingatnya saja sudah membutku muak, sangak muak!

"Selamat pagi Abangku yang ganteng," sapaku seceria mungkin sambil memeluk kedua pundaknya dan mengecup singkat kedua pipinya secara bergantian.

Bang Danu langsung menoleh ke arahku dan menghentikan aktifitas mengunyahnya,"Sejak kapan lo muji-muji gue?"

"Ye jelek-jelekin salah, muji-muji juga salah! Udah ah! Tuh makanan di mulut Abang masih banyak, telen dulu kek!" perotesku.

Bang Danu tidak menhiraukan ocehanku yang kuakui memang unfaedah, dia lebih melanjutkan mangunyah roti di mulutnya.

Bara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang