🔥29.KEPERCAYAAN🔥

1.2K 58 29
                                    

Kedua mata indah Cinta menatap taman rumahnya. Sekarang hari sabtu, tentunya sekolah libur.

Pagi ini ia memilih duduk santai di tepi cendelanya ditemani secangkir kopi di sampingnya.

Ia menghela nafasnya pelan, menatap embun yang melekat di kaca, dengan kepala yang ia sandarkan di tepi cendela.

Kedua matanya beralih melirik ke arah ponsel yang bergetar di meja sampingnya. Kemarin, ponselnya tidak tersentuh sedikitpun.

Tangan kanannya meraih benda pipih itu. Ternyata Sandy menelfonnya. Jempolnya menggeser tombol hijau.

"Hallo San ada apa?"

"HALLO CINTA! AKHIRNYA LO ANGKAT JUGA!"

Cinta menjauhkan ponselnya dari telinganya ketika Sandy berteriak heboh dari sebrang sana, namun tak lama gadis itu kembali menempelkan ponselnya ke telinga.

"Gak usah tereak kali!"

"Lo ke mana aja? Katanya bokap lo, kemarin lo sekolah. Tapi katanya si temen cadel lo yang jelek itu lo gak sekolah! Lo ke mana sih sebenarnya?"

Cinta menghela nafasnya, kebiasan sekali sahabatnya itu berbicara seenaknya saja. Apa katanya? Temen yang jelek? Abel maksutnya? Dasar gak pernah ngaca!

"Namanya Abel San! Dia punya nama!"

"Bodoamat lah! Oh ya lo ke mana sih?"

"Bolos."

"Sama Bara?"

"Kok lo tau?

"Ya katanya Danu, kemarin Bara jemput lo! Otomatis lo bolos sama dia!"

"Kalau lo tau ngapain nanya?" ujar Cinta gemas. Kalau saja sekarang ini Sandy ada di hadapannya, sudah pastikan tangannya menjitak kepala sahabatnya itu.

"Ya suka-suka gue dong! Ngapain lo yang sewot?"

"Serah!" Cinta memilih mematikan ponselnya sepihak, berbicara dengan sahabatnya itu membuatnya darah tinggi.

Suara pintu terbuka dengan keras membuat perhatian Cinta beralih, gadis itu menoleh ke arah sumber suara.

"APA YANG KAMU LAKUKAN SEMALAM!" terik Ego murka menghampiri Cinta yang masih duduk di tepi cendela.

Dan ini pertama kalinya papanya menginjakkan kaki di kamarnya.

"Papa? Papa tumben ke sini?" tanya Cinta yang sudah berdiri dari tempat duduknya.

"SAYA TANYA SAMA KAMU! APA YANH KAMU SUDAH LAKUKAN KEPADA MAMA KAMU!" teriaknya murka.

Cinta memejamkan kedua matanya sejenak, lalu ia menghela nafasnya pelan, "Udah pa, Cinta capek. Cinta gak punya tenaga berantem sama papa."

"Kamu sudah gila! Tidak puas kamu ngebunuh mama kamu, sekarang kamu juga mencoba bunuh mama tiri kamu juga? Di mana kewarasan kamu!"

"CUKUP PA! Bukan Cinta yang bunuh mama! Tapi wanita ular itu yang sudah bunuh mama! Harus bagaimana lagi sih supaya papa percaya sama Cinta?"

"Hanya orang gila yang percaya sama kamu! Apa kamu lupa? Kalau bukan kamu, mama kamu tidak akan meninggal! Kamu penyebab semuanya!"

"Pa itu kecelakaan pa, bukan salah Cinta! Sebenarnya mama masih hidup kalau bukan tante Sarah yang ngebunuh!"

"Cukup Cinta! Saya tau kamu cuman membela diri kamu sendiri, karena kamu tidak mau di salahkan jadi kamu menuduh tente yang sekarang sudah jadi mama kamu!"

"Kenapa papa gak pernah percaya sama yang Cinta ucapin?"

"Karena Sarah itu kakaknya Widya! Tidak masuk akal, seorang kakak membunuh adiknya sendiri!"

"Dan Cinta putri kandungnya mama! Tidak mungkin Cinta berbohong atas kematian mama Cinta sendiri pa!"

"Berhenti bercbicara omong kosong!" Ego membalikkan bada melangkah meninggalkan putrinya.

Sebelum kakinya ke luar kamar, Ego sedikit menoleh ke arah Cinta tanpa membalikkan badannya, "Kalau kamu berani macam-macam sama Sarah, saya tidak akan tinggal diam. Ingat itu." Setelah mengatakan itu ia menutup pintunya kesar.

Cinta menatap kepergian papanya dengan air mata yang sudah membasahi pipinya, ia terkekeh pelan, "Lihat? Betapa lucunya hiduo ini." Tangan kanannya mengusap air matanya dengan kasar.

***

Gadis berhodie hijau botol, rambut yang dibiarkan menjuntai panjang sibuk membeli keperluan sehari-harinya di sebuah supermarket.

Matanya memicing ketika tidak sengaja melihat seseorang yang tidak asing dari pandanganny. Orang itu Singgih, kakak kelasnya. Abel tersenyum bahagia dan langsung menghampirinya

"Hai kak singgih!"

Merasa ada yang memanggil namanya, Singgih langsung menoleh, "Oh hai."

"Kebetulan banget ya kita ketemu di sini. Dunia sempit banget ya kak?"

Singgih tidak menjawab, ia kembali memilih snack.

"Kak Singgih sama siapa ke sini?"

"Sendiri," jawabnya singkat.

Brukkkk

Tidak jauh dihadapan mereka berdua, gadis berambut panjang jatuh tersungkur ke lantai. Sontak Abel dan Singgih pun berlari ke arah gadis itu untuk membantunya.

"Kinanthi?" ujar Singgih ketika sudah membantunya berdiri.

"Eh Singgih. Makasih ya." Kinanthi beralih menatap gadis yang ada di samping Singgih, "Lo sama dia ke sini?"

"Gak."

Abel melambaikan tangannya kepada kakak kelasnya itu, "Hai kak, masih inget kan sama gue?"

"Abel kan? Temennya Cinta?"

"Iya bener."

Setelah sedikit lama mereka bercakap-cakapan akhirnya mereka memutuskan untuk pulang, sementara Singgih memapah Kinanthi menuju mobil karena setelah kejadian tadi kaki kinanthi terkilir sehingga sulit untuk berjalan.

"Makasih Sing, gue duluan ya?" ujar Kinanthi yang posisinya kini sudah ada di dalam mobil.

"Hmm."

"Sebagai ucapan terima kasih gue, kapan-kapan gue teraktir lo deh."

"Gak perlu."

"Bodoamat, gue maksa." Kinanthi tersenyum manis.

Setelah itu mobil kinanthi pun melaju meninggalkan Singgih yang masih terdiam di tempat

***

Bara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang