Alya menatap langit gelap yang terhiasi awan hitam diatas sana, kemudian menghela napas pasrah. Ia merutuki kebodohannya kenapa justru lupa membawa payung ketika akan ke minimarket. Alhasil, ia tidak akan bisa pulang sekarang. Rumahnya memang dekat dengan minimarket, tapi pasti akan tetap basah jika ia nekat menerjang hujan.
Kepalanya menoleh kesana-kemari mencari orang yang mungkin dikenalnya untuk dimintai bantuan. Hingga akhirnya matanya menangkap seseorang yang sedikit tidak asing, cowok jangkung dengan wajah datar. Tapi sayangnya ia tidak begitu mengenal cowok itu, namanya saja tidak tahu masa datang cuma mau pinjam payung. Tapi bagaimana lagi, hanya cowok itu yang setidaknya ia tau walaupun tidak kenal.
Alya berusaha menepis jauh-jauh rasa gengsinya demi bisa pulang ke rumahnya yang hangat. Ah! memikirkan rumah dia sudah rindu dengan kasurnya yang empuk.
"Baiklah." Alya menarik napas panjang dan menghembuskannya lewat mulut. Sedikit namun pasti kakinya mulai bergeser menepis jarak antara dirinya dan cowok itu.
"Hai." sapa Alya.
Menyapa lebih dahulu adalah sesuatu yang sopan. Ia yakin cowok itu akan memiliki first impression yang bagus dengan dirinya.
Tiga detik berlalu dan mata Alya masih menatap cowok itu untuk melihat reaksinya, tapi tidak ada apa-apa. Alya sempat mengira apakah cowok ini budek, tapi mungkin suaranya yang kurang keras.
Insting manusia memang kuat. Ketika Alya asik melamun menatap cowok itu, tiba-tiba saja cowok yang dia tatap menoleh dengan tatapan mengintimidasi. Alya kelimpungan sendiri dibuatnya. Keluarlah cengiran untuk menutupi rasa malunya tapi malah mendapat tatapan yang semakin tajam.
"Anu, gue boleh gak pinjem payung lo?" Alya menunjuk payung yang ada di genggaman cowok itu.
"Buat?"
"Buat payunganlah, gue gak bawa payung mana hujan lagi. Gak mungkin dong gue nerjang hujan, masa lo tega sih liat cewek hujan-hujanan gara-gara gak lo pinjemin payung."
Hanya putaran bola mata yang Alya dapatkan setelah nyerocos panjang lebar, tapi bukan Alya namanya jika ia akan langsung menyerah. Apapun yang terjadi ia harus mendapatkan payung itu.
"Pinjam ya, tolong."
Belum ada reaksi.
"Besok gue balikin kok."
Tetap tidak ada reaksi.
"Gak boleh ya? Yaudah deh." Alya mengalihkan pandangannya kembali pada jalanan yang basah dengan mulut mencebik.
Detik berikutnya, payung yang ia dambakan terselip diantara jari-jari tangan kanannya. Sekilas ia melirik kearah payung yang sudah berada di genggamannya sebelum tersenyum lebar pada cowok itu.
"Makasih ya. Nama lo siapa?" tanya Alya, ia ingin sekalian berkenalan dengan cowok ini. Lumayanlah tambah teman cogan.
"Seano."
"Oh oke, gue balikin besok di sekolah ya. Bye Seano!" setelah itu Alya pergi meninggalkan Seano yang masih menatapnya datar.
Balikin di sekolah? Bahkan Seano tidak tahu kalau Alya teman satu sekolahnya.
•~•
Masih sepagi ini tapi Alya sudah mendapatkan banyak umpatan dari para pengguna jalan. Bagaimana tidak, ia mengubah jalan raya menjadi arena balap motor sekarang.
Bukannya ingin cepat mati, tapi 5 menit lagi gerbang sekolahnya akan ditutup. Jika dia datang saat keadaan gerbang sudah tertutup entah apa yang akan dia dapatkan setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seano Magara✓
Teen FictionRanalya Syakilla, perempuan lugu nan polos yang kerap diajak bercanda oleh takdir. Dia perempuan sederhana, tapi rumit hidupnya. Dia perempuan yang hanya ingin cinta, tapi tidak pernah mendapatkannya. Hingga suatu hari tanpa disengaja, seseorang pe...