21 | Dunia itu sempit

50 11 0
                                    

Matahari sedang berada di pucuk kepala ketika Seano keluar rumah secara diam-diam. Kabur sudah jadi kegiatan rutin Seano ketika ayahnya akan datang berkunjung ke rumahnya, oleh karena itu hari ini Irina bermaksud tidak akan memberitahu Seano perihal kunjungan ayahnya, tapi sayang sekali ia kecolongan.

Seano memilih melarikan diri ke mal supaya dirinya terhindar dari sinar matahari yang sedang marah-marahnya, apalagi kini ia hanya menggunakan kaos lengan pendek tanpa jaket. Tanpa menunda waktu lebih lama, setelah memastikan motornya terparkir dengan aman, Seano masuk dan melenggang ke sembarang arah tanpa tujuan. Ia tidak memiliki tujuan akan kemana karena ini hanyalah bentuk spontanitasnya untuk ngadem. Jadilah ia hanya mengitari mal tanpa tujuan yang jelas. Setelah sepuluh menit mengelilingi mal, barulah kakinya mendadak berhenti di depan sebuah konter minuman dingin.

"Hatsyiii!"

Seano baru akan melangkah mendekati konter ketika hidungnya memberi lampu merah agar ia tidak bertindak bodoh dengan membeli minuman dingin disana, tapi bukan Seano jika ia tidak keras kepala. Tanpa mempedulikan hidungnya yang meronta-ronta membunyikan sirine tanda bahaya, ia tetap melangkah dan...

"Jasmine tea dinginnya satu—hatsyii—es batunya agak banyak."

Penjualnya tersenyum ramah kemudian mengangguk, "Iya, Kak, ditunggu sebentar, ya."

"Iy—hatsyii—iya."

Seano sedang memperhatikan proses pembuatan jasmine teanya ketika seorang cowok yang seumuran dengannya ikut memesan. "Jasmine tea dingin satu."

Reflek Seano melirik kearah cowok yang baru memesan. Tampan. Bukan berarti kini Seano berada di jalan yang salah, tapi cowok disampingnya ini memang tampan. Tinggi, keren, dan terkesan dingin. Seano masih tetap melirik si cowok bahkan ketika cowok itu merasa diperhatikan dan melirik balik kearahnya. Jadilah sekarang mereka berdua saling lirik-melirik.

Mbak-mbak penjual yang akan memberikan minuman mereka juga ikut terkena dampaknya, ia diam dengan tangan yang tergantung di udara bersama dengan dua gelas jasmine tea. Kalau boleh sedikit berpikir positif, dua cowok tampan di depannya ini sedang perang lewat mata karena memperebutkannya. Demi menjaga keamanan mal, mbak penjual memilih menginterupsi adegan lirik-melirik yang berlangsung di depannya.

"Ehm, permisi, ini jasmine teanya."

Keduanya tersentak kemudian menoleh bersamaan kearah mbak penjual yang kini merutuk dalam hati.

Walah anjer, malah noleh barengan! Matek aku matek!
(Walah anjer, kok nengok barengan! Mati aku mati!)

"Eh iya, maaf," keduanya menyahut bersamaan.

Dengan tangan tremor luar biasa, mbak penjual menyerahkan minuman pesanan mereka yang kebetulan sama. "Sepuluh ribu."

Seano mengeluarkan selembar uang warna ungu kemudian memberikannya ke mbak penjual, tak lupa disertai dengan senyum berdimple yang bisa membuat mbak-mbak penjual kejang di tempat. Berbeda dengan Seano yang gercep membayar, cowok disamping Seano justru berdiri kaku dengan wajah pucat. Tanpa memedulikan itu, Seano telah balik badan dan siap melangkah pergi, namun langkahnya terhenti kala seseorang menepuk pundaknya, sontak ia menoleh dan ternyata cowok yang terlibat lirik-lirikan dengannya lah yang menepuk pundaknya.

Alis Seano terangkat sebelum bertanya. "Kenapa?"

"Anu..." Cowok itu menggaruk belakang lehernya dengan gaya yang kelewat awkward, "...boleh pinjam uangmu dulu nggak? Uang saya ketinggalan."

Sebenarnya Seano ingin mengabaikannya dan lanjut berjalan, tapi kemudian ia memilih mengurungkan niatnya untuk pergi. Selain karena kasihan, juga karena sebuah ide cemerlang yang tiba-tiba terlintas di otaknya. Seano merogoh kantong untuk mengeluarkan selembar uang dengan nominal sepuluh ribu rupiah, kemudian mengulurkannya kearah cowok itu. Seketika mata cowok itu yang semula sendu berubah menjadi berbinar, tapi hal itu hanya berlangsung sebentar karena Seano memundurkan uangnya dari jangkauan cowok itu hingga membuat mata yang semula penuh binar kembali berubah sendu.

Seano Magara✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang