22 | Hilangnya ego yang ada

52 9 0
                                    

Duduk di atas rumput dengan es krim di tangan masing-masing adalah kegiatan yang kini Seano dan Alya lakukan. Alya mendapat reward dari Seano berupa es krim karena telah membantu membelikan bahan kue yang dipesan Irina. Jika kalian bertanya-tanya kenapa Alya bisa bersama Seano, jawabannya bukan karena ibu-ibu. Tapi, karena Alya menyuruh Seano dan Reinal untuk suit dan yang menang akan mengantarnya pulang. Untung saja Seano yang menang, jika Reinal yang menang mungkin akan beda cerita, karena Seano pasti tetap keras kepala untuk mengantar Alya pulang.

"Hatsyii!!"

"Orang pilek malah makan es krim tuh bodoh banget ya." Alya bermaksud menyindir Seano yang terlihat sangat menikmati es krimnya walaupun sambil bersin-bersin, tapi masalahnya yang disindir tidak sadar jika sedang disindir. Jadi Alya hanya bisa mendengus dan membuang muka ke samping.

Sebenarnya Seano tahu jika ia sedang disindir, tapi bodoamat, lebih enak menikmati es krim daripada menikmati sindiran orang lain.

Alya dan Seano masih terus memakan es krimnya masing-masing tanpa memedulikan apapun, sampai ketika lengan mereka terkena lemparan kerikil yang entah darimana datangnya, mereka berhenti dan reflek tolah-toleh mencari siapa gerangan yang melempari mereka dengan kerikil.

"Siapa sih?" tanya Alya.

Seano menggeleng dengan tetap menoleh kesana kemari. "Gak tau. Kerikil nyasar kali, ya."

"Mungkin."

Kegiatan mereka terhenti sepenuhnya ketika lemparan kerikil semakin lama semakin brutal. Sekarang bukan hanya lengan yang menjadi sasaran tapi juga punggung dan kaki. Tidak terlalu sakit sebenarnya, malah rasanya seperti dipijat, tapi Seano dan Alya tetap bertekad mencari pelaku penimpukan kerikil.

Alya yang mulai geram pun berdiri dan teriak-teriak di tengah taman. "Siapa?? Cemen banget nimpuk pakai kerikil!"

"Harusnya pakai apa emang?" tanya Seano.

Alya menatap Seano serius kemudian menjawab penuh semangat. "Duitlah!"

Seano meringis sebelum manggut-manggut setuju. "Ya... bener sih."

Pletak!!

"Anj—Astagfirullah. Sakit blegug! Keluar sia!!" Alya kalut sekarang.

"Sabar Al—"

"Sabar sabar! Gak bisa lah. Dikira mangga tetangga apa ditimpuki!"

Seano sadar jika ia tidak akan menang jika adu urat dengan Alya, jadilah ia ikut teriak-teriak di tengah taman bersama Alya.

"Keluar sia!!"

"Tuh, rig, dengerin! Keluar sekarang!"

Beruntung taman sedang sepi malam ini, jadi mereka selamat dari orang-orang yang akan mengira mereka gila dan memanggil Satpol PP untuk mengamankan mereka.

"Guendeng."

Seano dan Alya menoleh kebelakang. Sontak keduanya kompak melotot ketika melihat Alex dan Lexa ditambah Yaya berjalan kearah mereka sambil menahan tawa, tak lupa juga beberapa kerikil yang ada di genggaman Alex dan Lexa.

"Jurig beneran ternyata," celetuk Seano yang mengundang dua kerikil sekaligus melayang kearahnya.

"Adoh! Sakit!"

"Siapa suruh ngatain jurig!" seru Lexa penuh emosi.

"Jurig gak mau dibilang jurig. Maunya dibilang apa? Demit?"

"Kowe ora nyawang aku sek bentuk manungsa?!"

"What do you say? I don't understand."

Seano Magara✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang