Ketika Alya sibuk mengelus-elus perutnya yang kekenyangan, sebuah album foto mendarat di hadapannya. Ia mendongak mencari tahu siapa yang memberinya album foto, ternyata Irina.
"Coba kamu buka-buka dulu," kata Irina sambil mengelus pelan rambut Alya, setelah itu berjalan pergi ke dapur.
Alya mengernyit bingung kenapa Irina justru memberinya album foto, tapi tangannya tetap tergerak untuk membuka album foto itu. Lembar demi lembar ia buka, semua foto ia perhatikan. Ada begitu banyak foto yang ada di sana, lalu matanya tertuju pada beberapa foto orang-orang yang ia kenal.
"Ini..."
Alya melihat beberapa lembar foto dengan empat orang yang berpose di pinggir pantai, ia mengenal tiga diantaranya yaitu, Irina, Tiffany, dan Adimas—papanya. Namun, ia tidak mengenal laki-laki di samping Irina yang menurut perkiraan Alya seumuran dengan papanya.
Alya sudah berada di ruang tengah sekarang, ia pindah posisi setelah Irina memberinya album foto itu.
Ketika sedang asyik bergelut dengan pemikirannya sendiri, Irina datang kemudian duduk disampingnya.
"Tiffany sahabat baik Mama," ucap Irina tiba-tiba. Alya yang mendengar itu langsung memberi seluruh atensi kepada Irina.
Irina memandang Alya sejenak sebelum mengelus kepala belakang Alya. "Dia meminta Mama untuk menjaga kamu. Dia juga minta maaf, karena tidak bisa selalu ada untuk kamu," ucap Irina lembut.
Setelah Irina mengatakan itu, keadaan hening sejenak. Keduanya masih memproses kata-kata apa yang akan mereka utarakan selanjutnya.
"Ini ayah Seano dan Alisha ..." percakapan dibuka kembali oleh Irina, jemarinya menunjuk seorang laki-laki yang berpose di samping dirinya.
"... tapi keadaan kami sudah sama seperti papa dan ibu kamu." lanjut Irina yang membuat Alya sedikit terbelalak.
Alya mulai mempercayai kata orang-orang kalau dunia ini sempit. Sungguh ia tidak mengira jika orang tuanya dan orang tua Seano sudah saling mengenal sebelumnya, bahkan mungkin sampai sekarang.
"Tapi ... kenapa Ibu harus meminta Mama untuk menjaga Alya? Kenapa bukan Ibu sendiri yang menjaga Alya?" tanya Alya pada Irina. Pikirannya masih terfokuskan pada Sang Ibu yang entah mengapa menyuruh orang lain untuk menjaga dirinya. Segala kemungkinan buruk sudah menari-nari di pikirannya sekarang, ia berharap segala kemungkinan itu tidak benar.
Irina tersenyum begitu dalam, "Kamu akan tau nanti, ya, sayang. Dan satu hal yang harus kamu ingat ..."
Alya masih menatap penuh pada Irina, matanya enggan untuk berpaling dari wanita yang mendapat amanah dari ibunya untuk menjaganya.
"... semua manusia tidak pernah luput akan kesalahan, dan semua manusia juga berhak mendapat kesempatan kedua. Memaafkan adalah hal paling damai untuk hati yang sedang kecewa, sakit, atau bahkan hancur."
Alya pusing, ia tidak bisa menangkap apa makna dan maksud dari ucapan Irina barusan. Bersalah, kesempatan, maaf? Siapa yang melalukan kesalahan? Siapa yang memiliki kesempatan? Dan siapa orang baik itu yang akan memberi maaf kepada yang bersalah? Entahlah, semua masih begitu abu-abu sekarang.
•~•
"Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Panggilan kepada Ranalya Syakilla kelas dua belas IPS dua, dimohon untuk segera ke ruang guru sekarang. Terimakasih." suara yang terdengar dari speaker kelas membuat empunya nama membuka kembali matanya yang hampir terlelap.
Jelas Alya merasa sebal setengah mati karena acara tidurnya terganggu, ia masih pusing akibat memikirkan maksud ucapan Irina kemarin malam, ia kepikiran sampai untuk tidur pun susah apalagi untuk belajar geografi, pecah sudah kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seano Magara✓
Teen FictionRanalya Syakilla, perempuan lugu nan polos yang kerap diajak bercanda oleh takdir. Dia perempuan sederhana, tapi rumit hidupnya. Dia perempuan yang hanya ingin cinta, tapi tidak pernah mendapatkannya. Hingga suatu hari tanpa disengaja, seseorang pe...