Yang tadinya gerimis kini telah berganti dengan hujan, bukan hanya hujan biasa melainkan hujan deras yang mengguyur setiap jengkal permukaan bumi tanpa ampun.
Memang benar jika hujan berteman baik dengan sendu. Siang ini, kadar kesenduan yang mendera Alya bertambah dua kali lipat ketika hujan memutuskan untuk turun menemani Alya melewati siang hari yang sendu ini.
Seolah tidak lagi memiliki semangat hidup, Alya hanya menatap kosong pada kaca jendela mobil yang ditabraki oleh air hujan. Di sampingnya ada Seano yang setia menepuk pundak Alya dengan maksud menyalurkan kekuatan, walaupun kenyataannya itu tidak berpengaruh apapun tapi Alya tetap diam membiarkan Seano terus melakukannya.
Alya menghela napas lebih dulu sebelum menunduk menatap notes bersampul ungu yang kini ada di genggamannya. Itu adalah notes miliknya. Notes yang biasa Alya gunakan untuk menuliskan keinginan-keinginannya.
Beberapa hari yang lalu Alya baru menyadari kalau notes-nya hilang, lalu hari ini Alya terkejut bukan main saat melihat notes-nya ada di genggaman tangan Mama Irina. Awalnya Alya tidak tahu bagaimana bisa notes itu nyasar sampai ke tangan Mama, tapi setelah mendengar penjelasan Mama, Alya jadi mengerti sekaligus terenyuh.
Lagi. Air mata Alya menetes lagi ketika ia mengingat percakapan antara dirinya dan Mama Irina beberapa menit yang lalu.
Tanpa Alya ketahui dan tanpa Alya duga sebelumnya, dalang dibalik datangnya berbagai hadiah misterius ke rumahnya ternyata adalah ibu.
Ibu meminta tolong pada Mama Irina dan Seano untuk menaruh hadiah itu secara diam-diam. Meski ada sedikit kekecewaan karena merasa dibohongi, namun perasaan bahagia Alya jauh lebih besar ketimbang dengan rasa kecewa karena dibodohi Seano.
Alya tidak pernah mengira jika ibunya ternyata seperhatian ini padanya. Apakah mungkin ibu sayang padanya?
Pertanyaan itu daritadi berkeliaran dalam kepala Alya. Mungkin yang dikatakan Papa benar, Alya bukan anak kandung Ibu dan Papa. Tapi jujur, Alya masih mengharapkan kasih sayang Ibu untuknya.
Mobil Alisha berhenti tepat ketika Seano menggenggam telapak tangan Alya dengan maksud menyokong telapak ringkih itu dengan telapaknya yang besar. Hati Seano terasa tercubit karena Alya hanya menatap jendela dan notes-nya dari awal perjalanan hingga tiba di rumah sakit, oleh karena itu Seano tidak melepas genggamannya bahkan hingga mereka berjalan di koridor rumah sakit.
Bau khas rumah sakit langsung menggelitik hidung Alya, Seano, dan yang lain ketika mereka berjalan melewati koridor. Bau obat, dinding putih, dan perawat yang berlalu-lalang sukses menambah kegugupan Alya saat ini. Jantung Alya berdegup sangat kencang bahkan iramanya terdengar sampai ke telinganya sendiri.
Alya hanya berharap satu hal. Semoga keadaan ibu jauh lebih baik daripada bayangannya juga apa yang dikatakan papa. Walapun ibu tidak sayang padanya, tidak apa-apa, karena yang terpenting saat ini adalah ibu sehat.
Alya terus melangkah, dan itu artinya jarak antara dirinya dan ruangan tempat ibu dirawat semakin terkikis. Jujur Alya belum siap. Namun berkat genggaman tangan Seano yang semakin erat ia bisa sedikit lebih berani.
"Disini ruangannya."
Bersamaan dengan Irina yang menyelesaikan kalimatnya, saat itulah Alya tuli mendadak karena telinganya dipenuhi suara detak jantungnya sendiri. Alya tidak mendengar apapun lagi selain jedag-jedug dari jantungnya. Bahkan ia juga tidak sempat mendengar kalau Seano membisikan sebuah kalimat penyemangat sebelum membuka pintu ruang rawat ibu.
Begitu pintu dibuka ruangan putih tanpa emosi dan bau obat menyambut Alya.
"Ayo," ucap Seano sambil menuntun Alya untuk masuk ke dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seano Magara✓
Teen FictionRanalya Syakilla, perempuan lugu nan polos yang kerap diajak bercanda oleh takdir. Dia perempuan sederhana, tapi rumit hidupnya. Dia perempuan yang hanya ingin cinta, tapi tidak pernah mendapatkannya. Hingga suatu hari tanpa disengaja, seseorang pe...