Tujuh bulan sudah berlalu setelah meninggalnya Ibu, tapi rasa sesak akibat kehilangan masih terasa utuh di dada Alya. Sampai saat ini Alya masih rajin berkunjung ke makam Ibu untuk memberikan hadiah terbaik kepada beliau, yaitu doa.
Selama tujuh bulan ini, tidak ada yang banyak berubah, semua masih tetap sama. Namun ada satu kabar baik, Papa memutuskan untuk mulai belajar menerima Alya. Alya pastinya senang. Semua memang butuh proses dan mungkin lama, tapi hanya dengan mengetahui fakta bahwa Papa tidak membencinya, itu sudah cukup membuat Alya tenang.
Sejauh ini Alya merasa hidupnya mulai tertata dan sedikit demi sedikit berjalan normal. Tidak ada lagi kejutan-kejutan menyakitkan, semua berjalan normal-normal saja.
Kabar Seano baik-baik saja, begitupun dengan hubungan mereka. Hubungan Alya dan Seano kini terasa seperti hubungan remaja pada umumnya, manis dan penuh romansa.
Kabar Mama Irina, Kak Alisha, dan sahabat-sahabatnya juga baik. Bahkan bisa dibilang sangat baik.
Tujuh bulan berlalu, kehidupan Alya berjalan sebagaimana mestinya. Ia bermain, sekolah, dan belajar bersama teman-temannya. Sebagai siswi kelas akhir tentunya Alya dibuat repot selama tujuh bulan terakhir ini. Belajar mati-matian, mengerjakan tugas yang menggunung, dan mengerjakan rangkaian soal persiapan ujian yang memusingkan batin dan jiwa. Semua itu tentunya bukan hal yang mudah. Namun Alya menikmati semuanya karena dengan merasakan itu semua, Alya semakin yakin bahwa hidupnya benar-benar membaik.
Setelah perjuangan panjangnya sebagai pelajar tertunaikam dengan baik, akhirnya malam yang ditunggu-tunggu tiba juga.
Malam perpisahan.
Dengan gaun cantik yang melekat indah di tubuhnya, Alya berjalan anggun bersama Shifa, Lexa, dan Yaya. Mereka sengaja menyuruh para lelaki untuk berangkat duluan, karena mereka tahu kalau para lelaki itu tidak mungkin punya cukup kesabaran untuk menunggu mereka selesai berdandan.
"Lama bener!" cerca Seano.
Nah, kan!
Alya hanya memutar bola mata menanggapi cercaan Seano, begitupun Shifa dan Lexa. Sedangkan Yaya, dia hanya cengengesan saja.
"Namanya aja dandan, Sean. Kalau bentar kencing namanya," ucap Alya, sewot.
Malam ini Alya memakai gaun warna abu-abu. Dan entah bagaimana bisa, gaunnya terlihat selaras dengan outfit yang dipakai Seano.
Kemudian dengan ekspresi tengil bukan main, Alta berkata, "Beuh, cantik-cantik banget." Kayak sundel bolong, lanjutnya dalam hati.
Tanpa tahu isi hati Alta sesungguhnya, Shifa tertawa salting lalu berkata, "Makasih loh, lu juga genteng." Tapi boong!
Kemudian keduanya cekikikan bersama tanpa tahu isi hati masing-masing.
tidak menunggu lama-lama, mereka berjalan ke tempat prom night akan diselenggarakan. Entah siapa yang mengusulkan konsep ini, tapi jujur konsep prom night kali ini terkesan fresh.
Outdoor, dengan hiasan lampu-lampu yang menambah suasana menjadi hidup. Tempat yang sangat cocok untuk merayakan kebahagiaan.
Entah kebetulan atau memang ikut merayakan, bulan dan bintang turut hadir dengan sinar terbaik mereka. Di atas sana, bulan dan bintang bersinar terang menghiasi langit malam, menemani para kawula muda yang kini merayakan kebahagian.
Malam perpisahan atau biasa disebut prom night adalah malam yang ditunggu-tunggu hampir oleh semua siswa kelas akhir. Mungkin untuk sebagian orang, prom night hanya sebatas acara perpisahan yang menjadi formalitas sebelum mereka lulus sekolah. Tapi bagi Seano, datangnya malam ini merupakan tanda bahwa sebentar lagi dia akan menghadapi masa dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seano Magara✓
Ficção AdolescenteRanalya Syakilla, perempuan lugu nan polos yang kerap diajak bercanda oleh takdir. Dia perempuan sederhana, tapi rumit hidupnya. Dia perempuan yang hanya ingin cinta, tapi tidak pernah mendapatkannya. Hingga suatu hari tanpa disengaja, seseorang pe...