28 | Kupu-kupu

30 9 0
                                    

Jam sudah menunjukan pukul enam sore, tapi Alya masih berada di kasurnya. Ia baru beranjak dari kasur sekitar satu jam yang lalu dan itupun karena ia harus mandi, jika saja manusia memiliki cleaner otomatis mungkin Alya tidak akan repot-repot bangun dari tempat tidur hanya untuk mandi.

Alya menghabiskan hari ini hanya dengan tiduran. Ini merupakan rekor rebahan terlama di sepanjang hidup seorang Ranalya Syakilla. Bahkan tadi pagi saja Alya melewatkan sekolahnya, karena ketika bangun tidur kepalanya terasa berat dan hidung yang tiba-tiba beringus. Ditambah lagi tadi pagi matanya bengkak sebesar bola tenis karena semalaman penuh menangisi papanya.

Ah, memikirkan papanya Alya jadi ingat beberapa jam yang lalu papanya pergi keluar kota tanpa berpamitan lebih dulu padanya. Alya sendiri lagi sekarang.

Suasana hati Alya benar-benar buruk hari ini, lebih tepatnya dari kemarin malam. Bahkan drakor dan sosial media yang terunduh di ponselnya tidak bisa mengembalikan suasana hati Alya menjadi lebih baik. Ia tidak memiliki nafsu apapun hari ini, entah nafsu makan, nafsu gerak, ataupun nafsu bermain ponsel pun tidak, dari pagi ponselnya sama sekali tidak tersentuh. Alya berani jamin kalau ponselnya kini pasti sudah mati kehabisan daya. Jika lama-lama begini, bisa saja Alya akan kehilangan nafsu untuk hidup juga.

Alya menghela napas dalam. Sesak. Itulah yang ia rasakan. Namun ia tetap berusaha bangkit, kemudian meraih bola kristal yang sengaja ia letakkan di nakas samping tempat tidur.

Siapapun yang memberikannya Alya sangat berterimakasih. Sudah lama ia menginginkan bola kristal dengan kupu-kupu di dalamnya seperti ini. Dan sekarang ada seseorang misterius yang memberinya, Alya senang tapi juga bingung. Kira-kira siapa orang yang terus mengiriminya hadiah tanpa nama.

Setidaknya, bola kristal itu sedikit menenangkan Alya. Apalagi tulisan yang tertera di bagian badan bola kristal itu kembali mengingatkan Alya pada ibunya.

Pikiran Alya kembali pada waktu itu, disaat semburat jingga sudah menghiasi langit, namun Alya kecil dan ibunya masih berlarian di taman dengan jaring di tangan masing-masing.

"Ibu, kupu-kupunya lari terus!" Alya kecil cemberut, merajuk karena ia belum berhasil menangkap kupu-kupu yang berterbangan di sekitarnya.

Tiffany justru terkekeh melihat putri kecilnya merajuk seperti itu. "Ayo coba lagi, Alya."

"Ah! Ngg—"

"Alya!"

Mendengar ibunya berteriak memanggilnya, Alya menoleh dan mendapati seekor kupu-kupu berwarna ungu di dalam jaring ibunya. Sontak Alya berlari menghampiri.

"Uwah..."

Mata Alya melebar ketika melihat kupu-kupu itu dari dekat, membuat kedua sudut bibir Tiffany tertarik sampai ke puncaknya.

"Boleh Alya pegang?"

Tiffany mengangkat jaringnya tinggi-tinggi, menghindarkannya dari jangkauan Alya. "Sebentar."

"Kenapa...?"

Melihat Alya yang cemberut, Tiffany merendahkan tubuhnya menjadi sejajar dengan Alya, kemudian mengelus lembut surai hitam putri kesayangannya itu.

"Kalau Alya lagi kangen sama seseorang, tapi orang itu jaraknya jauh dari Alya, Alya bilang itu ke kupu-kupu aja."

"Kenapa gitu?"

Tiffany mencubit hidung mungil Alya kemudian menjawab, "Karena nanti kupu-kupu itu yang akan mengantar pesan Alya."

"Jadi harus ngasih tau alamatnya dulu?"

Lagi-lagi Tiffany terkekeh, "Nggak perlu, Sayang."

"Ya nanti kesasar, dong."

"Nggak akan," ucap Tiffany disertai senyuman yang selama ini masih menjadi senyuman paling menenangkan di hidup Alya.

Seano Magara✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang