"Kau ingin makan apa?" Lee sejak tadi membolak-balik menu ditangannya tetapi belum memutuskan untuk memesan apapun.
"Kit, apa yang ingin kau pesan?"
Krist sama sekali tidak menjawab karena ia sibuk dengan ponselnya. Berkali-kali ia mengirimkan kata maaf pada Sanan dan Phi Tay tetapi tak satupun dari mereka membalas pesannya.
"Kit..."
"Huh"
Lee menghela nafas, sejak tadi ia bertanya dan lawan bicaranya justru sibuk bermain ponsel.
"Kau ingin memesan apa?" Tanya Lee untuk yang kesekian kali.
"Terserah Phi Lee saja"
"Kau yang ingin makan kenapa terserah padaku?"
"Apa aku masih punya hak untuk memilih sesuai keinginan ku?"
"Apa maksudmu?"
"Apapun yang Phi Lee pesan pasti aku makan tak peduli aku suka atau tidak aku akan tetap memakannya"
Lee mulai paham arah pembicaraan yang dimaksud Krist. Lee bersandar pada kursinya, melipat kedua tangannya di depan dada menatap lurus ke arah pria di depannya.
"Kau marah?"
"Sebaiknya kita pesan, tiba-tiba aku lapar" Krist mencoba mengalihkan pembicaraan, ia tak ingin ada perdebatan karena sedang berada di keramaian.
Mereka masing-masing memesan makanan dan menikmatinya tanpa ada perbincangan sedikitpun, Lee sempat mencuri-curi pandang ke arah Krist saat makan tetapi Krist terlihat tak acuh. Setelah membayar makan siang mereka segera menuju mobil untuk kembali ke tempat kerja. Lee hendak masuk ke dalam mobilnya tetapi ia urungkan saat melihat Krist hanya terdiam.
"Ayok masuk"
"Phi kembali saja ke kantor tak usah mengantar ku, lagian tempat ini tak jauh dari cafe, aku ingin jalan kaki saja"
"Tapi cuaca sangat panas, biar ku antar"
"Phi please.. untuk kali ini aku benar-benar ingin sendiri"
Lee menyerah, sepertinya percuma ia memaksa "Ok.. tapi ingat nanti malam kau harus ke apartemen ku"
"Ehhmm..."
Lee segera masuk ke mobilnya dan pergi meninggalkan Krist.
Krist memang berniat untuk sendiri, ia sedang tak ingin berdekatan dengan Lee, emosi sedang menguasai hatinya. Krist terus saja berjalan tanpa peduli cuaca Bangkok sedang panas dan itu mungkin bisa membakar kulit putihnya, perkataan Sanan tempo hari sekali lagi mengusik hatinya. Ia seperti kehilangan kuasa atas dirinya saat Lee sudah berkehendak akan sesuatu.
Merasa lelah Krist menghentikan langkahnya dan duduk diatas trotoar, seperti orang menyedihkan tetapi ia tak peduli, banyak sekali kilasan masa lalu yang terlintas di kepalanya dan itu membuat dadanya sesak. Krist menutupi wajah dengan kedua tangannya, berharap ketika ia membuka mata ini semua hanya mimpi dan ia bisa kembali ke kehidupannya yang bahagia dulu.
Sebuah tangan menyentuh pundaknya, Krist sempat terkejut saat seseorang yang familiar berdiri menjulang di sebelah kanannya.
"Sudah ku duga itu kau tukang kopi"
Krist hanya mengedipkan matanya melihat pria itu.
"Kau kerasukan hantu pendiam?" Singto mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Krist saat lawan bicaranya hanya mengedipkan mata.
Krist menepis tangan Singto "Dasar tidak sopan"
"Hah... Syukurlah kau masih bisa bicara, ku kira kau kerasukan"
KAMU SEDANG MEMBACA
To Your Taste
FanfictionJinxTattoo Parlour adalah sebuah kebanggaan, identitas, dan wujud dari rasa cintanya pada seni merajah tubuh yang sudah ia geluti belasan tahun lalu, part time job yang pada akhirnya membuat Singto semakin menggilai profesinya sebagai tattoo artist...