Ketika membuka mata, cahaya putih mengganggu penglihatan Singto, bau menyengat pun terasa memenuhi indera penciumannya dan Singto membuka matanya sempurna, ia merasa dejavu seperti pernah berada ditempat ini.
"Apa keluar masuk rumah sakit jadi hobi baru mu sekarang?"
Telinganya mendengar jelas suara seseorang, perlahan Singto menggerakan kepalanya ke arah kanan.
"Krist"
Disana Krist terlihat sedang duduk sembari menumpu salah satu kakinya, tangan pria itu terlipat di depan dada dan menatap Singto dengan penuh kemarahan.
"Aku kenapa?"
"Pingsan, kau dehidrasi dan gula darah mu turun drastis karena itu kau tak sadarkan diri"
"Kau pulang?" Tanya Singto lemah.
"Tentu saja aku pulang, aku belum berencana untuk menetap di Oslo"
"Siapa yang membawa ku kesini?"
Krist bangkit dari duduknya, ia mendekati ranjang Singto dan berdiri tepat di sebelah pria itu.
"Phi Tay dan Sanan menemukan mu tak sadarkan diri semalam"
"Phi Tay?"
"Dia bilang kau sudah 2 hari tidak datang ke studio, mereka mengkhawatirkan mu dan memutuskan untuk pergi ke apartemen"
Ya Singto ingat, setelah pengakuan mengejutkan Tay ia bahkan tak mampu menopang tubuhnya untuk pergi kemanapun, alhasil Singto hanya berdiam diri di apartemen dan meratapi nasibnya.
"Apa Phi Tay mengatakan sesuatu padamu?"
"Hmmmm... Dia sudah mengatakan semuanya padaku"
Singto cukup terkejut, secepat itukah pergerakan Tay Tawan untuk merebut Krist darinya.
"Setelah kau tahu apa kau akan menerimanya?"
"Tentu saja aku terima"
"Apa sudah tidak ada kesempatan untuk ku?"
"Kau ini bicara apa sih?"
"Jika kau menerima Phi Tay, aku akan hancur Krist"
Krist mengerutkan keningnya, sepertinya ia harus menemui dokter yang menangani Singto. Pria ini semakin melantur saja.
"Ku mohon maafkan aku, jangan menerima Phi Tay"
"Maksud mu apa? Kalau aku tidak menerima apa yang Phi Tay berikan bagaimana caranya kau sembuh?"
"Sembuh?"
"Iya, Phi Tay memberi resep obat yang harus ku tebus diluar, dia tak bisa melakukannya karena Jinx sedang ramai"
"Jadi.. Yang dikatakan Phi Tay itu soal obat?"
"Soal obat dan kondisi mu, memang dia harus mengatakan apalagi?"
Singto sedikit bernapas lega, Krist belum tahu tentang perasaan Tay padanya. Ia berdoa dalam hati semoga Tay tak pernah berbicara apapun karena sejujurnya Singto takut jika harus bersaing dengan pria yang sudah ia anggap kakaknya sendiri.
"Istirahatlah" Titah Krist pada Singto yang sepertinya masih bingung.
"Tidak... Aku takut"
KAMU SEDANG MEMBACA
To Your Taste
FanfictionJinxTattoo Parlour adalah sebuah kebanggaan, identitas, dan wujud dari rasa cintanya pada seni merajah tubuh yang sudah ia geluti belasan tahun lalu, part time job yang pada akhirnya membuat Singto semakin menggilai profesinya sebagai tattoo artist...