Explained

2.4K 406 63
                                    

"Hallo Phi Tay.. Hallo.." Sejak beberapa menit lalu Krist mengangkat panggilan dari Tay tetapi sama sekali tak ada jawaban, ia hampir saja menutup panggilan pria itu jika tidak mendengar sebuah percakapan.

"So... Ada apa dengan sikap sialan mu pada Krist?"

"Bukan urusan mu Phi"

"Jelas urusan ku, kau memohon padaku untuk mengizinkan mu mengejar Krist dan kau juga yang meyakinkan aku untuk membiarkan mu menyukai dia, apa kepala mu terbentur dan lupa ingatan?"

"Phi... Sudahlah, aku malas membahas masalah ini"

"Baiklah, jika kau memilih untuk menjadi bajingan sekarang, ku peringatkan padamu jangan pernah kau mendekati Krist lagi dengan alasan apapun, menjauhlah bila perlu sejauh mungkin atau aku akan benar-benar menghajar mu tak peduli meski kau sudah ku anggap adik ku sendiri"

Terdengar langkah seseorang, mungkin Phi Tay ingin meninggalkan Singto.

"Aku sakit hati Phi.. Kau tahu... Sangat sakit hati melihat dia bermesraan dengan pria lain" Singto pada akhirnya berteriak pada Tay, ia sudah tak mampu menahan amarahnya.

Tay membeku di tempatnya berdiri, ia tak pernah melihat Singto sekacau ini.

"Kau ingat saat beberapa malam lalu aku mengajak mu pergi minum di bar dan kau tak bisa menemani ku karena sedang bersama ibumu, aku tetap pergi karena malam itu aku memang butuh minum, aku berharap kepulangan ku dari Jerman membuat ku secepatnya bertemu Krist, Cih... Kau tak tahu betapa aku merindukan dia selama kami berjauhan, tapi apa Phi? Bahkan dia tak terlihat di cafenya. Malam itu aku pergi minum dengan harapan agar bisa sedikit melupakan sedikit perasaan ku karena sejujurnya itu mengganggu, dan kau tahu apa yang melatar belakangi sikap ku tadi siang padanya?" Singto mulai tak terkendali karena alkohol yang sejak tadi ia masukan ke dalam tubuhnya.

Krist menegang saat mendengar semua pengakuan Singto.

"A.. Ak.. Aku.. melihat Krist di lantai dansa sedang merangkul seorang pria Phi, mereka saling tersenyum dan sepertinya sangat menikmati suasana malam itu. Aku tidak pernah melihat senyum secerah itu selama aku mengenal Krist, jika pria itu tak punya arti apapun bagi Krist ia tak akan pernah menatap pria itu dengan sorot mata yang berbinar"

Krist mematikan sambungan teleponnya, hatinya merasa tertohok dengan semua pengakuan Singto, meski semua hanya salah paham tetapi itu sangat mengusik perasaannya. Ia tak suka menyakiti siapapun dan sekarang ia melakukan itu pada Singto. Krist mencengkram ujung meja kerjanya, ia bingung harus berbuat apa, menjelaskan kesalah pahaman ini dengan cara seperti apa. Ia tidak merasa sedekat itu dengan Singto dan haruskah masalah pribadinya ia ceritakan.

Tay menghampiri Singto yang mulai tak terkendali, ia memeluk pria yang sudah ia anggap seperti adiknya sendiri.

"Sakit Phi, disini sangat sakit" Singto menekan dada sebelah kirinya, setiap kali ia mengingat kejadian itu ia bahkan merasa kesulitan saat bernafas.

"Harusnya kau bertanya pada Krist, apa yang kita lihat belum tentu sesuai dengan apa yang kita pikirkan"

"Apa yang akan kau lakukan saat melihat orang yang sangat kau sukai memandang orang lain dengan penuh kebahagiaan Phi?"

"Sing... Dengarkan aku"

"Aku mundur Phi, jika kau anggap aku mempermainkan Krist silahkan hajar aku saja dan aku berjanji tidak akan melakukan perlawanan"

Singto meninggalkan Tay di ruang kerjanya, dia merasa hanya sedikit mabuk tetapi kenapa rasanya seberantakan ini, studio sudah tutup dua jam yang lalu dan Singto belum beranjak dari ruangannya sampai Tay menghampiri dan mulai membicarakan si tukang kopi sialan itu.

To Your TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang