Bab 6

1.3K 126 5
                                    


Hyoyeon diam-diam memerhatikan Yoona. Ia menjengek seraya bertelekan di meja bar.

Yoona menoleh sekilas meski ia sendiri tengah berkonsentrasi membuat tiga cangkir cafe breve.

"Apa?" Yoona bertanya tanpa mengangkat muka.

Hyoyeon terkekeh. "Katakan padaku, apakah ada sesuatu menarik yang terjadi di Jeju?"

Yoona batuk. "Ya, di sana ada festival malam hari. Kenapa?"

"Apa kau bertemu dengan seorang pria berperut seksi?"

Yoona memonyongkan bibirnya. Ini ketiga kalinya Hyoyeon mencoba untuk menggali informasi mengenai liburannya di Jeju tempo hari.

"Tidak ada pria semacam itu." Yoona mengangkat ketiga cangkir cafe breve dan menaruh semuanya di atas meja bar.

Hyoyeon cemberut. Ia meletakkan cangkir-cangkir tadi ke atas nampan dan melangkah pergi.

Yoona membersihkan station kerjanya. Ia menghela nafas dan memandang jauh ke luar jendela coffee shop. Sekali lagi, Yoona teringat akan sosok seorang pemuda tampan yang pernah memeluknya sepanjang malam di suatu pantai beberapa pekan lalu. Ia tersenyum. Aku bahkan tak tahu apa dia punya perut yang seksi atau tidak. Yoona cepat-cepat mengenyahkan bayangan si pria dari benaknya.

Hyoyeon menyenggol Sunny yang tengah membersihkan sebuah meja kosong dengan kain lap. "Aku yakin sesuatu yang besar telah terjadi di Jeju."

Sunny mengangkat muka dan melihat rekan kerjanya tengah memerhatikan Yoona. Ia nyengir. "Ayolah, jangan kau ganggu lagi si Yoona."

"Mana bisa!" Hyoyeon cekikikan. "Sudah berminggu-minggu ini dia bersikap sangat... Sangat aneh."

"Aneh bagaimana?" Sunny ikut-ikutan mengamati Yoona dengan rasa penasaran. Ia mencoba untuk mencari-cari apa yang mungkin dilihat Hyoyeon dari gadis itu. "Aku tak melihat ada yang aneh. Yoona tetap mahir membuat kopi yang enak. Cuma itu yang kutahu."

"Apa kau tak melihat dia tersenyum-senyum sendiri semenit yang lalu? Kenapa dia senyum-senyum sendiri, padahal tak ada seorangpun yang berbicara padanya? Dan dua kali aku memergokinya duduk menyender ke tembok dengan rupa seperti orang yang tengah memiliki banyak beban pikiran. Bukankah itu aneh? Biasanya Yoona tak pernah bertingkah seperti ini."

Sunny mengangkat bahu. "Aku tak tahu. Yoona kelihatan biasa-biasa saja menurutku."

Yuri menuruni anak tangga. Ia berdehem. "Ada kabar menarik?" tegurnya.

"Baru-baru ini sih tidak," Hyoyeon menyeringai, "kecuali Yoona yang----"

Sunny buru-buru menyodok pinggang Hyoyeon. "----Kecuali Yoona yang tidak membawa oleh-oleh dari Jeju untuk kita."

"Hmmm, aku tahu." Yuri mengangguk. "Menyebalkan, bukan? Nah, sekarang cepatlah kalian pergi dan lakukan tugas-tugas kalian. Kita sedang  kedatangan banyak tamu." Yuri mengusir para pegawainya. Ia menoleh Yoona dan menghampiri barista favoritnya itu.

"Aku tahu kalau besok adalah hari liburmu, tapi apa kau bisa datang besok?"

Yoona membuang sisa ampas kopi ke dalam tong sampah di bawah meja bar. Ia menoleh dan menatap managernya. "Lho, kukira besok Jessica sudah akan kembali bekerja."

Yuri mengetuk-ngetuk meja bar. "Jessica baru saja menelpon dan bilang kalau demamnya semakin bertambah parah. Kuharap kau mau menggantikan dia besok. Coffee shop ini sangat membutuhkan barista terbaiknya. Dan itu adalah dirimu."

Sekalipun Yuri berkata dengan sangat manis padanya, Yoona tahu ia tak punya pilihan. Yuri sangat paham bagaimana cara untuk membuat semua orang mengikuti keinginannya. Tapi siapa yang bisa protes? Yuri adalah pemilik kedai kopi itu. Kata-katanya mutlak dipatuhi.

Yoona sudah bekerja di SNSD Coffee Shop selama hampir empat tahun. Ia sendiri yakin kalau kopi buatannya jauh lebih enak daripada kopi buatan siapapun di daerah Seoul ini. Dan ia sangat menyukai pekerjaannya. Yoona bahkan jarang sekali mengambil hari libur. Ia lebih suka berada di belakang meja bar dan bergelut dengan mesin espressonya ketimbang mesti berdiam diri di rumah tanpa melakukan apa-apa. Sunny dan Hyoyeon sering mengompori Yoona untuk segera mencari seorang pacar agar ia tak perlu menghabiskan Sabtu malam seorang diri. Tapi hei, siapa yang butuh pacar kalau Yoona mesti masuk kerja setiap malam minggu?
  

......................................................................

"Kau tak boleh berkata tidak." Kim Jiwon tersenyum amat manis pada Taehyung.

"Apa aku punya pilihan lain?" Taehyung menghela nafas sebal. "Aku kan tak pernah bilang tidak padamu." Ia mencubit hidung Jiwon.

Si gadis terkekeh. "Aku benar-benar menawan hatimu sehingga kau tak pernah bisa menolakku, kan?"

"Menawan hati apanya, eh? Aku tak pernah menolak keinginanmu karena aku tak ingin mendengarmu merengek terus menerus. Telingaku bisa sakit. Oke, besok aku akan pergi denganmu." Taehyung mendorong bangku yang diduduki olehnya menjauh dari Jiwon. "Sekarang biarkan aku bekerja, Nona yang sangat menyebalkan. Aku benar-benar sangat sibuk sekarang ini."

Jiwon melompat berdiri dari atas bangku di depan meja kerja Taehyung. "Kata-katamu sungguh tidak enak didengar oleh tunanganmu ini." Ia memonyongkan bibirnya.

Taehyung menjengek. "Andaikan saja aku punya tunangan yang lain. Ah, betapa malangnya nasibku ini." ia mendongak ke atas langit-langit seolah-olah tengah meratapi hidupnya.

Jiwon menekuk bibir bawahnya dengan rupa mengejek. "Mana ada gadis lain yang bakalan mau jadi tunanganmu? Kau sangat beruntung aku tak pernah melarikan diri darimu."

Taehyung menangkupkan kedua tangannya di atas dada dan menatap gadis cantik itu. "Omong-omong, apa kau tak pernah ingin cari pacar sungguhan? Seseorang yang benar-benar kau taksir?"

Jiwon mengibaskan rambutnya dan tersenyum kecut. "Mana aku boleh? Keluargaku akan segera menendangku keluar kalau mereka sampai memergokiku bersama laki-laki lain."

Taehyung tertawa keras. "Ah, kasian kau!" ia bangkit berdiri dan mengacak-acak rambut Jiwon. "Tak usahlah kau capek-capek mencari pacar, mana ada laki-laki yang bakal mau denganmu?"

Jiwon mencubit lengan Taehyung keras-keras. "Ngaco belo saja. Omong-omong, jangan lupa menjemputku jam sembilan pagi besok. Aku tak mau membuat temanku menunggu lama."

Taehyung mengerutkan dahi. "Aku tak pernah tahu kalau kau punya teman yang bekerja di kedai kopi."

"Memangnya aku mesti melapor padamu? Semua orang punya rahasia, tahu." Jiwon mengedipkan mata dengan lucu. "Ah, aku pergi dulu, ya." Jiwon berdiri setelah melongok jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangannya.

Sesaat sebelum Jiwon meninggalkan ruang kerjanya, Taehyung termenung. "Apa nama kedai kopinya tadi? Aku lupa."

"SNSD Coffee Shop." Jiwon melambaikan tangan pada calon suaminya itu sambil menutup pintu dari luar.

Taehyung tersenyum. Ia melangkah mendekati kursi kerjanya dan menjatuhkan diri ke atasnya. Lelaki ganteng itu memandang jauh ke luar jendela kantor. Mungkin hubungannya dengan Kim Jiwon merupakan salah satu hubungan yang paling aneh yang pernah ada. Ia sudah mengenal gadis itu sejak berumur enam tahun. Mereka berdua tumbuh bersama, mereka bahkan bersekolah di tempat yang sama sampai SMA. Sejujurnya, Taehyung tak pernah seakrab ini dengan siapapun kecuali dengan Jiwon. Dan saat usianya enambelas tahun, ia ditunangkan pada Jiwon oleh keluarga mereka.

Waktu itu, baik Taehyung maupun Jiwon masih terlalu muda untuk mengerti apa artinya pertunangan, tapi keduanya sama-sama tak berkeberatan. Taehyungpun tak pernah sekalipun protes. Ia suka pada Jiwon, gadis itu adalah sahabat terbaiknya. Dan apa yang lebih baik daripada bertunangan dengan sahabatnya sendiri? Paling tidak, ia sangat bersyukur tak harus bertunangan dengan gadis yang tak dikenalnya.

Tapi kini hatinya tak lagi menentu....

Semua gara-gara dia. Taehyung memutar kursi kerjanya. Ia mengambil sebuah pensil dan mulai mencorat-coret tak jelas di atas selembar kertas. Taehyung memandang hasil coretan tangannya dan tersenyum mengejek hasil gambarnya sendiri sebelum akhirnya meremas-remas kertas tadi hingga membentuk bola dan melemparkannya ke dalam tong sampah.

Lelaki muda yang memegang jabatan sebagai vice executive president itu mengambil selembar kertas baru dan mulai menggambar lagi.[]
   
   
   

===============================

Then I Met You (Vyoon ff) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang