36. Peran Menjadi Ibu

14.7K 1.2K 121
                                    

Arfisyha merasa bosan ketika jam dinding rumahnya masih menunjukkan pukul 9 pagi.

Hari ini rumahnya terasa sepi, karena sejak Subuh tadi, Raydan sudah berangkat mengikuti lomba menembak antar satuan, entah dimana Arfisyha lupa, padahal tadi sebelum berangkat Raydan sempat memberitahunya.

Kuliahnya juga sedang libur menjelang ujian tengah smester, hingga mau tak mau membuatnya sendirian dirumah. Tadinya ia ingin mengajak Meidina jalan, tapi ia lupa jika sahabat baiknya itu ternyata sedang lembur tugas kuliah bersama teman-temannya dirumah Jenta.

Minggu tenang di jurusan Seni Rupa memang tidak pernah tenang karna malah digunakan oleh para mahasiswa untuk melembur segala macam tugas-tugas praktik yang terabaikan dan belum selesai dikerjakan. Ini memang sudah menjadi kebiasaan buruk yang sudah mengakar, bahkan demi memenuhi syarat sebelum ujian, para mahasiswa ini bisa sampai tidak tidur demi mengejar dateline di keesokan harinya.

Berbeda dengan minggu tenangnya kali ini, tugas-tugas kuliah Arfisyha justru sudah beres dari jauh-jauh hari, bahkan tugas yang seharusnya dikumpul 3 minggu dari jadwal pun sudah Arfisyha selesaikan.

Sempat mendapat godaan dari teman-teman kampusnya kemarin, Tak menbuat Arfisyha terganggu sama sekali, Arfisyha bahkan tak perduli, dan melenggang begitu saja dengan senyum 4 jarinya.

Teman-temannya bilang, Arfisyha tidak ikut bergabung mengerjakan tugas bersama, karena akan bulan madu dengan suaminya, padahal teman-temannya tidak tau saja jika ia bahkan baru berbaikan dengan Raydan setelah aksi mogok bicara yang dilakukan mereka berdua.

Tapi, Arfisyha juga patut bersyukur, sebab akibat aksi mogok bicaranya beberapa waktu yang lalu membuatnya banyak menghabiskan waktu berada di kampus, dengan kumpul bersama teman-temannya juga menyelesaikan semua tugas-tugasnya. Alhasil sekarang, di minggu tenangnya, Arfisyha benar-benar merasa tenang.

~R&A~

Tidak tau harus melakukan apa, setelah mandi dan sarapan dengan telur mata sapi hasil buatannya, Arfisyha hanya merebahkan diri dikasur lipat depan TV, sambil menganti-ganti canel yang sekiranya bagus untuk ditonton.

Ternyata nihil, beberapa kali mengganti, rupanya tak ada acara TV yang disukainya hingga Arfisyha kembali mematikan benda persegi dihadapannya.

Membenahi posisi berbaringnya, menjadi terlentang, Arfisyha memandangi langit-langit ruang tengah rumahnya. Disela suara serangga dan kicauan burung yang bersahutan, Ingatan Arfisyha kembali pada kejadian beberapa hari yang lalu. Selama menikah Arfisyha rasa, aksi mogok bicaranya ini adalah aksi paling konyol yang malah menjadi serius karena ulahnya sendiri.

Mereka benar-benar tidak saling bicara sama sekali, padahal biasanya ketika berselisih, Raydan yang akan berinisiatif lebih dulu, untuk segera menyelesaikan masalah mereka dengan bicara berdua, atau setidaknya tidak sampai menjadi berlarut-larut seperti kejadian kemarin. Tapi waktu itu entah kenapa, tidak biasanya Raydan malah memilih diam dan seperti ikut-ikutan diam dan menghindarinya.

Bisa dibayangkan betapa tertekannya Arfisyha waktu itu, sudah berada jauh dari keluarga, tidak memiliki teman bicara dirumah, dan suaminya yang bisa dikatakan orang paling dekat dengannya juga mendiamkannya.

Arfisyha sadar semua itu memang salahnya yang memulai mendiamkan Rydan terlebih dahulu, tapi waktu itu kan ia benar-benar kesal, sudah cerita panjang lebar, ujungnya malah ditinggalkan begitu saja, bukannya dibujuk. Mengingat itu malah membuat Arfisyha kesal bukan main.

Seharusnya Arfisyha juga sadar statusnya kini memang telah berubah, sekalipun mereka menikah karena orang tua, tapi  pernikahan mereka tetaplah sah dan sakral di mata Allah. Maka sudah sepantasnya sebagai istri, harusnya ia bisa belajar lebih dewasa dan berhenti memenangkan ego sendiri sekalipun sangat kesal sekalipun.

Mas Idan untuk ArfisyhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang