11. Konflik Pertama

17.6K 1K 40
                                    

Asrama sedang diguyur hujan sejak siang, tetes-tetes air yang awalnya sedikit kini rintiknya semakin lebat hingga menimbulkan suara gemuruh yang membisingkan telinga, Sepulang kuliah tadi Arfisyha langsung pergi kedapur untuk menata makanan yang ia beli diperjalanan sebelum pulang.

Bagaimana pun kini statusnya telah menjadi istri yang bertanggung jawab untuk melayani segala keperluan suaminya, termasuk juga menyediakan makan sore untuk Raydan.

Setelah semua makanan sudah tertata rapi dimeja makan, Arfisyha mulai beranjak memasuki kamarnya untuk beristirahat, tapi mendengar suara hujan yang kencang disertai kilat yang mengelegar membuatnya merasa takut hingga ia pergi membawa selimutnya keruang tamu dekat jendela, semisal ada apa-apa nantinya mudah untuknya lari meminta pertolongan, pikir Arfisyha..,

Dari dalam rumah Arfisyha mengamati air yang turun dengan derasnya lewat jendela besar ruang tamunya, jam sudah menunjukkan pukul 3.30 sore tapi Raydan masih belum menunjukkan tanda-tanda pulang, mungkin saja suaminya itu juga sedang terjebak hujan batinnya.

Lama Arfisyha duduk sendirian dirung tamu, tiba-tiba ingatannya kembali pada 3 hari yang lalu, ketika ia dan Raydan pergi mengantar keberangkatan kedua orang tuanya dibandara.

Waktu itu Arfisyha yang baru saja keluar dari mobil langsung berlari menghampiri mama dan papanya juga orang tua Raydan yang sudah berada disana, tanpa menunggu dan menghiraukan Raydan yang masih tertinggal di belakang.

"Mama..." teriak Arfisyha berhambur ke pelukan Farah mamanya.

"lhoh, Fisyha udah dateng? Mas Idannya mana?" Tanya Farah yang kaget dengan pelukan Arfisyha yang tiba-tiba.

"Mama Fisyha ikut yaa Fisyha gak mau sendirian disini mah.." tangis Arfisyha semakin tergugu sambil memeluk Farah.

"suttt.. Syha.. jangan nangis dong? Raydan mana kamu sendirian kesini?" tanya Farah lagi yang tak juga mendapat sahutan dari Arfisyha, sampai suara Raydan yang mengucap salam, menjawab pertanyaan Farah, juga kedua orang tua Raydan.

"Assalammualaikum Mah.. Pah.. Ayah.. Ibu.., maaf Idan sama Fisyhanya telat, tadi sempet dipanggil atasan sebentar" kata Raydan menjelaskan.

" Udah gak papa.. belum telat masih 20 menit lagi kok pesawatnya take off Dan', ini pasti Fisyha ngambek lagi yaa sampek lari-larian sendiri kaya gini, malu lho Syha diliatin Mas Idan itu" Tapi Arfiayha sama sekali tak menyahut, ia malah masih membenamkan kepalanya dileher mamanya, semakin menangis sesunggukan.

"Mama Fisyha ikut yaa" disela-sela tangisnya Arfisyha masih membujuk mamanya untuk ikut.

" Ehh.. kok gini sihh Syha.. udah besar lho jangan nangis ahh udah punya suami kok masih nangis, itu ada Ayah sama Ibu juga lhoo, salim dulu ihh, malah kolokan".

" Biarin lah bu Farah, biasakan anak perempuan suka kangen sama mama.. papanya, Mas Raydan sih pakek telat anter juga, tau gitu kan tadi biar ayah sama ibu yang jemput kesana, kalau mas Idannya baru sibuk, anak ibu mah suka gak peka" sahut Amy sambil menepuk pundak Raydan gemas, yang ada disampinnya.

Sedangkan Raydan yang tau ia telah menjadi salah satu faktor yang membuat keterlambatan hanya bisa diam.

" Udah jangan nangis lagi, nanti kalo ada waktu senggang mama dan papa pasti usahain buat kesini jenguk Fisyha sama Daffa nanti. Sudah jangan cengeng yaa.. mama juga pengen nangis nanti, Syha.." jelas Farah sedikit menggoda anak perempunnya.

" Tapi Fisyha nanti sendirian maa, mama sama papa jauh" jawab Fisya yang masih sesunggukan.

" Syha.. Kan ada Mas Raydan, lagian ada Ayah sama Ibu juga disini, Fisyha gak sendirian, udah yaa sayang jangan nangis" ucap Amy sambil mengelus-elus kepala anak mantunya.

Mas Idan untuk ArfisyhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang