25. Petuah Ibu Mertua

12.6K 1.1K 105
                                    


Tak perlu waktu lama hingga Arfisyha selesai mengerjakan gambar anatomi wajah Raydan dengan sempurna lengkap dengan tandatangan sebagai tanda ia telah selesai mengerjakan karyanya, Arfisyha sendiri juga merasa takjub karena bisa mengerjakan secepat ini terhitung dari mulai jam 4 sore dan sekarang pukul 9 malam ia selesai mengerjakan, padahal waktunya tadi sudah sempat terpotong untuk makan, mandi dan juga solat.

Cukup bangga dengan hasil gambarannya, Arfisyha berdiri dari duduknya dilantai kemudian pindah menyandarkan punggung lelahnya pada sandaran kursi sambil memandangi hasil karyanya kembali, terpampang jelas gambaran wajah milik Raydan suaminya yang terlihat tegas dan berwibawa, hingga membawa pikiran Arfisyha kembali bernostalgia pada masa-masa awal ia bertemu Raydan.

Tak pernah terfikir olehnya pria berbaju hijau yang ia temui di kafe Cakra sore itu, karna perintah mamanya dulu adalah jodohnya. Lettu Raydan Saka Wiratama, laki-laki berkadar dingin paling akut yang langsung membuatnya menciut hanya karna mendengarnya bicara.

Tanpa alasan yang jelas dipertemuan pertama itu juga tiba-tiba saja, Raydan yang ternyata seorang tentara dengan seenaknya menentukan menikah dengannya 1 bulan setelah pertemuan pertama mereka. Terdengar konyol memang mengingat mereka tak pernah kenal sebelumnya, tapi siapa yang tau akan jalannya takdir.

Semakain terhanyut dalam pikirannya, tak terasa kini pernikahannya dengan Raydan telah memasuki bulan ke-3, sepanjang itu beberapa bumbu-bumbu pernikahan sedikit banyak telah mewarnai perjalanan pernikahannya dari yang menyenangkan hingga yang mengecewakan sekalipun, terasa berat dan tidak mudah, mengingat sampai saat ini dirinya masih belum tau benar kemana tujuannya juga perasaannya akan berlabuh, tapi setidaknya Arfisyha patut bersyukur karna Tuhan mengirimkan Raydan, pria yang denagan segala kekurangan dan kelebihannya mau berbagi tempat tinggal dengannya hingga saat ini.

Masih terbuai dengan lamunannya, membuat Arfisyha tak sadar jika Ibu mertuanya telah kembali dan ikut duduk bergabung dengannya lagi. Dari arah dapur ternyata Ibu mertuanya membawakan segelas coklat panas dan beberapa makanan ringan yang sempat dibawanya dari rumah.

" Syha.. Serius sekali liatin gambar Raydannya, kangen yaa?"

" Ehh ibu.. ngagetin Fisyha" sahut Arfisyha setelah sempat terkejut, sambil menegakkan tubuhnya.

" Habisnya kamu ini dari tadi malah ngelamun, Sudah selesai mengerjakan tugasnya? ini Ibu buatkan coklat panas sama bawakan sedikit cemilan.. Ayo dicobain dulu ".

" hehe~ iya Alhamdulillah bu akhirnya selesai juga.. ibu kok repot-repot Fisyha bisa ambil sendiri bu"

" ngak papa.. sini coba ibu lihat hasil gambarannya.."

" ini bu.. menurut ibu bagaimana?" tanya Arfisyha sembari menyerahkan drawing book berukuran A3 pada ibu mertuanya"

" wahh.. bagus banget ini Syha.. ngak sia-sia yaa, sampai jatuh karena manjat buat ngambil foto tadi.. kalo hasil gambar Raydan bisa sebagus ini" sahut Amy menggoda Arfisyha yang langsung membuat pipi menantunya itu memerah.

" ahh.. ibu bisa saja kan memang gambarnya kaya gini bu" sangkal Arfisyha.

~R&A~

Hari semakin malam, ketika Arfisyha bersiap membereskan semua perlengkapan mengambarnya. Jarum jam dinding rumahnya sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi ia belum menerima kabar apapun juga melihat tanda-tanda akan kepulangan Raydan.

Sembari memberesi peralatan gambarnya, beberapa kali Arfisyha melihat keluar dari kaca jendela rumahnya, kalau-kalau Raydan sudah pulang. Namun sampai seluruh peralatan gambarnya tersusun rapi pada tempatnya batang hidung suaminya itu belum juga terlihat. Menghembuskan nafas berat Arfisyha kembali menyandarkan pungungnya pada kursi.

Mas Idan untuk ArfisyhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang